Oleh Kosmas Damianus Olla
Sekjen KOWAPPEM
Kemerdekaan Pers
Saya tertarik memulai tulisan ini dengan mengingatkan suatu kalimat warning (peringatan) yang pernah dilontarkan mantan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Menkopolhukam RI), Prof. Mahfud MD empat tahun lalu dalam Dialog Kebebasan Pers Dan Profesi Wartawan di Kantor KEMENKOPOLHUKAM Jakarta pada tanggal 16 April 2021. Prof Mahfud MD saat itu mengatakan, “Kebebasan Pers Tidak Boleh Diganggu.” (lihat: https://nasional.tempo.co/read/1453491/mahfud-md-pers-pengawal-demokrasi-tak-boleh-diganggu-kebebasannya).
Kalimat Prof Mahmud MD tersebut mengandung pesan: pertama, kebebasan pers (press freedom) wujud dari freedom of thought (kebebasan berpikir, berpendapat, berekspresi) setiap warga negara yang dijamin oleh undang-undang (UU Pers Nomor 40 Tahun 1999) sebagai turunan langsung dari UUD 1945 (Pasal 28E ayat 3), yaitu “setiap orang berhak atas kebebasan…mengeluarkan pendapat.”
Kedua, pers adalah representasi kedaulatan rakyat (demokrasi, red) untuk mengontrol negara atau pemerintah termasuk Aparat Penegak Hukum/APH (polisi, jaksa, hakim, dst) selaku alat negara.
Ketiga, hakikat pers adalah kritik. Pers adalah kritikus yang selalu harus pada posisi menjaga nyala api demokrasi tak redup. Pejabat pemerintah dan/atau pejabat public, termasuk APH hakikatnya selalu harus siap untuk dikritik atau menerima kritik, entah kritik itu halus atau kasar sekali pun, atau ‘menggigit urat saraf’ sekalipun. Sederhana alasannya, karena mereka ‘dibayar dari pajak rakyat’ dengan tugas untuk melayani, melindungi, mengayomi rakyat.
Dari sebab itu, sikap (etika, red) yang tepat dan cerdas dari pejabat public atau aparat pemerintah serta APH yaitu ‘membuka telinga yang lebar’ untuk mendengar dan punya hati seluas lautan untuk menerima kritik. Apalagi kritik itu disalurkan melalui canal (=berita, red) yang dijamin oleh undang-undang yaitu media/pers.
Keempat, tindakan menghalang-halangi kemerdekaan pers (media dan wartawan, red) seperti mengancam, mengintimidasi, menakut-nakuti/meneror, percobaan mempidanakan wartawan/media oleh karena pemberitaan atau produk pers, itu sama dengan upaya menghalangi bahkan membungkam pers. Dan mereka yang mengganggu atau menghalang-halangi kemerdekaan pers, termasuk mengancam dan mengintimidasi wartawan/jurnalis oleh karena sebuah pemberitaan, sesungguhnya adalah pejahat yang sedang berupaya untuk sembunyi.
Diksi ‘penjahat’ digunakan untuk menyindir oknum individu/pribadi atau sekelompok individu atau orang dengan perilaku suka mencuri, merampok, merampas, memanipulasi, mengumpulkan sesuatu barang atau benda yang bukan miliknya baik dengan tahu dan mau (secara sadar, red) dengan melanggar ketentuan atau hukum.
Istilah keren untuk menyebut perilaku tersebut yaitu korupsi. Orang dengan pelaku korupsi sering disebut koruptor. Dan seorang koruptor tidak bedanya dengan penyamun. Mereka yang bekerjasama dengan pencuri (koruptor atau penyamun, red) juga adalah barisan para penyamun (mafia, red).
Jude Taolin dan Berita Tentang BBM Ilegal
Judit Lorenzo Taolin atau yang akrab disapa Jude Taolin merupakan seorang wartawati/jurnalis media online NTTHITS.COM. Jude dikenal sebagai jurnalis yang focus menulis masalah politik, hukum dan HAM serta kriminal. Ia tinggal di Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Provinsi Nusa Tenggara Timur NTT).
Seminggu yang lalu (tepatnya Jumat, 19 Juli 2024, red), ia menulis sebuah artikel berita berjudul: “Mafioso BBM Buka Suara, Hasil Penjualan Ilegal Minyak Subsidi Dibagi Dua. Pengamanan Satu Pintu Lewat Oknum Tipidter Krimsus Polda NTT” yang ditayang di media NTTHITS.COM.
Dalam berita tersebut, jurnalis Jude sebagaimana berdasarkan data dan informasi yang dihimpunnya dari pihak Polresta Kupang menguraikan tentang pengakuan Ahmad dan Jali (Pengepul BBM jenis solar di Kota Kupang, red) soal: 1)Biaya pengamanan satu pintu melalui Tipidter Krimus Polda NTT; 2)Soal dirinya (Jali, red) tidak mengantongi dokumen perijinan terkait BBM bersubsidi, namun selalu aman, lantaran dilindungi oknum anggota Krimsus Polda NTT.
Empat hari kemudian pasca pemberitaannya itu, tepatnya pada Selasa, 23 Juli 2024, muncul klarifikasi oknum pengusaha Jali atas berita yang ditulis Jude Taolin itu. Klarifikasi Jali pertama kali ditayang di media lain, bukan di ntthits.com, media dimana saat ini Jude bekerja.
Jali menilai berita yang ditulis Jude tidaklah benar dan menyesatkan. Itu oleh karena sejumlah alasan: pertama, berita tersebut dinilai pengusaha tersebut merupakan rekayasa dan tidak mencerminkan fakta. Kedua, sang pengusaha merasa tidak pernah diwawancarai langsung oleh Jude. Juga dirinya tidak pernah mengeluarkan statement tidak ada izin dan adanya perlindungan oleh oknum polisi dalam kasus BBM ilegal sebagaimana ditulis Jude dalam beritanya tersebut.
Terkait hal itu, sang pengusaha (Jali, red) bahkan meminta Jude dan medianya untuk meralat dan/atau mencabut berita tersebut dan menyampaikan permohonan maaf. Tidak berhenti disitu, sang pengusaha bahkan memberi batas waktu 2×24 jam (dua hari, red) bagi Jude dan medianya untuk melaksanakan tuntutannya itu.
Menanggapi tuntutan sang pengusaha Jali itu, Jude Taolin sebagaimana pemberitaan media batastimor.com pada Jumat, 26 Juli 2024 menilai, terkesan sang pengusaha tersebut tidak saja mengklarifikasi pemberitaan yang ditulisnya, tetapi juga menitip ancaman.
“Dalam kalirifikasi yang dilayangkan pengepul Jali, dia meminta saya untuk menyampaikan permohonan maaf secara terbuka bahkan meminta saya untuk mencabut artikel yang sudah tertayang. Terkait itu saya diberi waktu 2 x 24 jam memuat permohonan maaf,” ungkapnya sebagaimana ditulis batastimor.com.
Menurut Jude, sang pengusaha Jali mendesaknya untuk mencabut berita dan menyampaikan permohonan maaf. Bagi Jude, tuntutan tersebut tidak mungkin dilakukannya. Karena berita yang ditulisnya itu berdasarkan data dan fakta lapangan, hasil investigasinya. Juga merupakan hasil konfirmasinya ke pihak Polresta Kupang.
“Tidak semudah itu mencabut artikel yang sudah terpublish. Kan ada policie line di TKP, Barang Buktinya jelas. Pengakuan juga jelas dari para pengepul, bahwa ada kerjasama antara mereka dengan pihak Krimsus Polda NTT saat pihak penyidik Polresta Kupang Kota melakukan pemeriksaan lapangan. Itu kan sudah ada pengakuan Kapolresta Kupang Kota, bahwa oknum anggotanya juga terlibat,” demikian tegas Jude.
Jadi, lanjut Jude, jika pengusaha Jali menuntut permintaan maaf dirinya, maka tepatnya itu dialamatkan kepada Kapolres Kupang Kota dan seluruh penyidiknya. Bukan kepada dirinya. Singkat kata, maksud Jude tuntutan Jali salah alamat.
“Terus saya didesak memuat permohonan maaf. Permohonan maaf ini nantinya untuk kepentingan membersihkan nama baik siapa dalam kasus ini? Jadi sebaiknya kita fokus saja kawal kasus dugaan penyalahgunaan BBM. Karena sudah didukung dengan adanya Barang Bukti dan pemasangan garis polisi yang dijelaskan tadi,” tegasnya lagi.
Ia kembali menyebut, bahwa tuntutan pengusaha Jali agar dirinya mencabut berita tersebut disertai permohonan maaf, tidak lain dan tidak bukan adalah bentuk intimidasi bahkan dapat dibilang upaya kriminalisasi terhadapnya selaku pekerja pers.
“Sehingga saya tidak bisa didesak untuk memuat permohonan maaf. Apa artinya dikasih waktu 2×24 jam terhitung Selasa, 23 Juli 2024 kalau bukan berarti mengintimidasi?” tudingnya.
Upaya ‘Penjahat’ Untuk Bersembunyi
Pertama, jika dicermati secara jujur, baik Jali maupun Jude sedang ‘berseteru’ dalam sebuah ruang yang disebut sengketa pers, karena obyek persoalan yang diributkan Jali ialah berita atau produk pers yang ditulis atau dihasilkan Jude.
Jude menulis berita tentang mafia BBM Ilegal yang dilindungi oknum polisi. Dan Jali selaku salah satu pengepul yang disebut Jude dalam berita tersebut, berusaha untuk melakukan klarifikasi (berupaya membela diri dalam kasus dugaan BBM Ilegal yang viral beberapa hari terakhir ini, red).
Kedua, pemberitaan yang ditulis Jude bagian dari Jude menjalankan tugasnya sebagai jurnalis dengan menerapkan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranan pers sebagai alat control sosial (pasal 3 UU Pers, red) secara independent.
Aktivitas Jude juga dijamin oleh undang-undang (pasal 4 UU Pers, red). Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat 1). Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2), untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (pasal 4 ayat 3).
Ketiga, bahwa Jali mengambil langkah tepat sesuai ketentuan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dengan melayangkan hak jawab/klarifikasi terkait pemberitaan Jude melalui NTTHITS.COM, yang menyebut pernyataannya soal ketiadaan izin penyaluran BBM bersubsidi dan dugaan perlindungan oknum aparat Dirkrimum Polda NTT.
Terkait itu, adalah kewajiban bagi Jude dan medianya untuk menayang hak jawab/klarifikasi Jali selaku pihak yang merasa dirugikan dalam pemberitaan tersebut sebagaimana ketentuan pasal 5 ayat (2) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, bahwa Pers Wajib Melayani Hak Jawab (dengan catatan melayani hak jawab secara proporsional dan professional, red).
Keempat, walau demikian tepat prosedur yang diambil Jali sesuai ketentuan UU Pers dan Kode Etik Pers, namun langkah Jali dinilai offside (terlampau keluar dari garis/ketentuan aturan, red). Dikatakan offside, karena klarifikasi Jali justru terlebih dahulu ditayang oleh media lain. Bukan di ntthits.com, media dimana Jude sedang bekerja. Selain itu, karena klarifikasi Jali atas pemberitaan Jude terkait BBM Ilegal dinilai kurang lebih bernada ancaman bahkan intimidasi terhadap Jude.
Hal ini kemudian dapat berdampak diitarik ke ranah tindak pidana, yaitu pengancaman dan intimidasi serta kriminalisasi terhadap pers, khususnya terhadap jurnalis. Juga diduga bagian dari upaya menghalang-halangi geliat Jude dalam mencari, mengumpulkan, menyimpan, memiliki, mengolah, dan memberitakan dugaan kasus mafia BBM Ilegal yang melibatkan oknum polisi di Polda NTT.
Terkait hal ini, pasal 18 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 menegaskan, setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (Lima Ratus Juta Rupiah).
Kelima, ancaman dan intimidasi terhadap Jude Taolin terkait pemberitaannya di kasus BBM Ilegal, diduga bagian dari upaya para mafia BBM illegal (pengusaha dan oknuk APH, red) untuk bersembunyi atau lari dari ancaman atau kejaran hukum.
Tanpa meremehkan kemampuan atau wawasan Jali soal hukum, sang jurnalis Jude Taolin ragu, bahwa pengepul sebagaimana Jali menulis hak jawab atau klarifikasi tersebut dengan diksi yang menggambarkan Jali sebagai orang yang sangat paham hukum.
Diduga hak jawab/klarifikasi Jali justru ditulis oleh orang lain atas nama Jali (oknum APH atau pihak tertentu, red) yang merupakan bagian dari kasus BBM illegal. Diyakini, hal itu dilakukan sebagai bagian pesan oknum tersebut kepada Jude, agar menghentikan pemberitaan terkait kasus BBM ilegal.
Pesan dan Pembelajaran
Perseteruan Jude dan Jali terkait pemberitaan tentang kasus Dugaan Mafia BBM Bersubsidi yang merupakan hak rakyat miskin, yang diduga melibatkan pengusaha dan oknum apparat Polda NTT kurang lebih meninggalkan sejumlah pesan dan pembelajaran penting.
Pertama, terbongkarnya kasus dugaan mafia BBM illegal yang melibatkan oknum pegusaha dan oknum anggota Polri di Polda NTT sudah seharusnya menjadi perhatian khusus Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Alasannya, karena kasus tersebut turut mencederai citra Polri di mata publik. Padahal di lain sisi, tingkat kepercayaan public terhadap POLRI per Januari 2024 telah meningkat mejadi 75,3 persen (Survey Indikator Politik tahun 2024) dari dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2022.
Jenderal Listyo Sigit Prabowo perlu melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap jajaran Polri di internal Polda NTT, yang diduga terlibat dan sedang berupaya untuk melindungi para oknum anggotanya yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Hal ini bertolak dari kondisi factual terkini adanya 14 anggota Polri di internal Polda NTT yang berperan penting dalam membongkar kasus tersebut dimutasi dari tugasnya saat ini. Hal ini berdampak pada lemahnya upaya tindaklanjut terhadap proses hukum kasus BBM illegal. Penanganan kasus tersebut dinilai akan semakin menemui jalan buntu penyelesaian hukumnya.
Terkait hal ini pula, Kapolri Listyo Sigit diminta untuk memerintahkan Mabes Polri untuk melakukan investigasi lebih mendalam guna menyelidiki dugaan keterlibatan oknum petinggi Polda NTT di balik kasus tersebut, agar proses hukum kasus tersebut terus berjalanan. Dan para pihak yang diduga terlibat dalam kasus tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Hal ini demi keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, semangat jurnalisme Judit Lorenzo Taolin atau Jude Taolin seharusnya menginspirasi semangat pekerja pers di NTT dalam mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, tanpa rasa cemas atau takut terhadap ancaman apapun dan oleh siapa pun.
Pers di Kabupaten TTU dan NTT pada umumnya seharusnya united (bersatu) and in uniformity (dalam satu kesatuan) mendukung Jude dan APH (POLRI dan Kejaksaan serta KPK, red) yang bersih, dalam upaya pemberantasan korupsi termasuk para mafia BBM bersubsidi.
Ketiga, pers adalah anjing penjaga (the watch dog) atau pengawas, bukan anjing penjilat (the food licker). Pers itu pengontrol dan kritikus, bukan pula humas pemerintah atau APH, apalagi Humas dari individu atau badan tertentu.
Hakikatnya per situ independent dan memang seharunya independent. Karena terkait fungsi dan peran pers itu sendiri, Negara atau Pemerintah hadir dan menjamin serta melindungi Kemerdekaan Pers (pasal 1,2,3 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan MoU Dewan Pers dan POLRI No. 03/DP/MoU/III/2022).
Oleh karena itu, siapa pun yang mengganggu dan menghalangi kemerdekaan pers, dan dengan berbagai cara apa pun seperti mengintimidasi dan meneror wartawan dan media, termasuk mempidanakan produks pers adalah penjahat yang harus dilawan. Karena ancaman dan intimidasi adalah strategi ‘penjahat’ yang sedang berupaya untuk menyembunyikan kejahatannya.
Ketiga, kemerdekaan pers akan semakin semu jika semua wartawan memilih diam dan ‘didiamkan’ dalam konteks pemberitaan Jude Taolin tentang dugaan mafia BBM bersubsidi, entah apa pun alasannya.
Ketika pers memilih diam dan didiamkan serta ‘ada dalam satu kor’ dengan kekuasaan, maka dunia jurnalisme atau pers di NTT menjadi ‘gelap’ dan kerdil. Pers kehilangan fungsinya dan menjadi satu barisan para mafia atau penjahat.
Sebagaimana kata Albert Camus, “kebebasan (kemerdekaan pers, red) bukan suatu pemberian oleh negara atau pemimpin, tetapi hak yang harus diperjuangkan setiap hari dan secara terus menerus melalui usaha setiap individu dan secara bersama. *