
Pengacara Korban 'Pungli' Andrianus Un Abon, S.H
Spiritnesia.com, Kupang – Kuasa hukum Pelapor ‘korban Pemungutan Liar’ (Pungli) di Desa Uiasa, Andrianus Un Abon, S.H, meminta Bupati Kupang dan Inspektorat Pemkab Kupang untuk menonaktifkan Kepala Desa Uiasa dan Pemerintah Desa Uiasa yang terlibat dugaan curang, tidak netral, dan transparan.
Hal ini disampaikan Andrianus Un Abon, S.H, melalui rilisnya pada Senin, 16 Juni 2025, terkait Peraturan Desa Uiasa tentang Denda Adat di wilayahnya. “Terlihat ada dampak keberpihakan dan tidak profesional dengan jabatan itu, menimbulkan konflik horizontal serta keresahan di tengah-tengah masyarakat,” ungkapnya.
Andrianus menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengaduan kepada Inspektorat Kabupaten Kupang pada 20 Februari 2025, namun hingga saat ini belum ada tindak lanjut dari Inspektorat. “Sampai saat ini belum ada pemberitahuan perkembangan dari Inspektorat Kabupaten Kupang mengenai surat pengaduan yang saya kirim,” katanya.
Andrianus meminta Kepala Desa dan Pemerintah Desa Uiasa untuk segera mengundang keluarga besar Toineno untuk memberikan klarifikasi. Ia juga berharap Inspektorat Kabupaten Kupang untuk segera menindak tegas Kepala Desa Uiasa jika ada temuan tentang tidak sahnya Peraturan Desa tersebut. “Bila perlu dinonaktifkan dari jabatan,” tegasnya.
Dengan demikian, Andrianus berharap agar kasus dugaan pungli di Desa Uiasa dapat segera diselesaikan dan masyarakat dapat merasa aman dan nyaman kembali.
Seperti diberitakan sebelumnya bahwa, Pasangan suami-istri AT dan VST diduga menjadi korban Pemungutan Liar (Pungli) (denda adat ,red), oleh Pemerintah Desa Uiasa. Dugaan Pungli (denda adat), ini terjadi dalam acara Perkawinan Adat yang berlangsung pada 5 April 2024.
Hal ini disampaikan Penasihat Hukum Andrianus Un Abon, S.H kepada media melalui telpon selulernya pada, Jumat, 23/05/2025.
Kronologi Kasus
– Pasangan suami-istri AT dan VST mengikuti acara Perkawinan Adat di Desa Uiasa.
– Kades YSL memungut denda adat peminangan sebesar Rp 5.900.000, yang terdiri dari uang tunai Rp 3.000.000, 1 pasang sarung adat Semau (Rp 2.500.000), dan 1 pasang selempang adat Semau (Rp 400.000).
Penasihat Hukum (PH) korban, Andrianus Un Abon, SH, menyebut bahwa Pemerintah Desa Uiasa tidak pernah melakukan sosialisasi atau penyuluhan tentang Peraturan Desa (Perdes) yang mengatur tentang Perkawinan Adat. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Perdes tersebut dibuat untuk kepentingan tertentu.
“Perdes yang katanya telah diatur dalam Pemerintah Desa Uiasa itu hanya dibuat untuk kepentingan tertentu saja. Dan Pungli yang dilakukan oleh YSL terhadap klien kami itu adalah sebuah tindakan melawan hukum dan tindakan kejahatan,” tegas Andrianus.
Pihak korban meminta Kades YSL untuk menjelaskan Perdes tersebut dan membawa bukti Perdes untuk klarifikasi. Jika tidak, maka korban akan melanjutkan kasus ini ke pihak berwajib (Polda NTT).
“Supaya lebih jelas, Pak Kades bawa itu Perdes dan menjelaskan kepada kami biar tidak ada salah paham. Kalau sampai tidak bisa membawa Perdes itu dan menjelaskan kepada kami, maka kami yakin Perdes itu dibuat atas kepentingan tertentu (pribadi, red) dan akan kami melanjutkan persoalan tersebut kepada pihak yang berwenang (Polda NTT, red),” ungkap Andrianus.
Kades YSL pada saat dikonfirmasi pada Sabtu, 24/05/2025, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan sosialisasi dan musyawarah terkait dengan dugaan pungli. Ia juga menyatakan bahwa Pemerintah Desa telah melakukan klarifikasi atas poin-poin tuntutan dari somasi yang diterima.
“Benar ada kejadian sekitar 3-4 bulan lalu, dan kami juga menerima surat somasi dari yang bersangkutan. Namun, kami telah mengirimkan bukti keputusan bersama dari 3 lembaga desa, yaitu Lembaga Pemangku Adat, Pemerintah Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), serta surat klarifikasi. Bahkan, saya telah mengadakan musyawarah khusus untuk membahas terkait somasi tersebut. Melalui musyawarah tersebut, kami juga telah mengirimkan surat klarifikasi atas poin-poin tuntutan dari somasi,” jelas Kades YSL.
Dengan demikian, Kades YSL membantah tuduhan bahwa Pemerintah Desa tidak melakukan sosialisasi dan klarifikasi terkait dengan Perdes tentang Perkawinan Adat. Ia menyatakan bahwa Pemerintah Desa telah melakukan upaya untuk menjelaskan dan klarifikasi terkait dengan Perdes tersebut. (Gusty)