Kategori
Berita Daerah Kriminal

DPP PWRI Sebut Penganiayaan Terhadap Wartawan di Kupang  Adalah Pembungkaman Pers

Spiritnesia.Com, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) mengecam dan  mengutuk keras penganiayaan terhadap wartawan di Kupang (wartawan Suara Flobamora.Com, FPL), dan menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan pembungkaman terhadap pers sekaligus merupakan perilaku melawan hukum, sehingga Polisi diharapkan segera menangkap para pelaku, mengungkap motif serta aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWRI, D. Supriyanto Jagad N, saat dimintai tanggapannya, Kamis (28/4/2022).

“Saya selaku Sekjen DPP PWRI secara tegas mengecam dan mengutuk keras kepada pihak-pihak yang melakukan kekerasan fisik terhadap pekerja jurnalistik, yakni saudara kita Fabi. Apapun alasannya kekerasan fisik terhadap waryawan, adalah tindakan premanisme yang melanggar hukum dan UU Pers Nomor 40 tahun 1999,” tegas D. Supriyanto JN.

Ia juga menjelaskan bahwa jika di lapangan ditemukan pelanggaran kode etik jurnalistik atau penyalahgunaan profesi wartawan, maka hal tersebut bisa diproses sesuai UU 40 Tahun 1999. Selain itu, jika ada perselisihan akibat proses kerja jurnalistik maupun produknya, disarankan agar masalah diselesaikan secara hukum, dan bukan dengan cara premanisme.

“Kami minta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan ini, dan menangkap aktor dibalik pengeroyokan yang mengakibatkan cidera. Kami yakin polisi sangat responsive dan bertindak professional, sehinga kasus penganiayaan terhadap wartawan bisa diungkap dan pelaku maupun aktor dibelakangnya dijatuhi hukuman sesuai ketentuan hukum yang berlaku”. harapnya.

Diketahui, insiden kekerasan tersebut bermula saat wartawan FPL dan 10 wartawan/media lainnya hadir di Kantor PT. Flobamor pada Selasa (26/04/2022) pukul 09.00 Wita, memenuhi undangan jumpa pers dari Komisaris PT. Flobamor, Hadi Jawas pada Minggu (24/04) via pesan Whatsapp/kepada FPL dan tim media guna adanya klarifikasi dari pihak PT. Flobamor terkait temuan LHP BPK RI tentang deviden PT. Flobamor Tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 1,6 Milyar, yang diduga tidak disetorkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT.

Sesuai undangan tersebut, wartawan FLP dan 10 wartawan media tiba di kantor PT. Flobamor sekitar pukul 09.00 Wita. Lama menunggu kurang lebih 1 jam, akhirnya kegiatan jumpa pers dimulai pada pukul 10.00 Wita. Kegiatan jumpa pers tersebut berjalan lancar hingga selesai sekitar pukul 11.30 Wita.

Jalannya jumpa pers tersebut juga sempat diwarnai debat panas antara wartawan FPL dan tim wartawan lain dengan Dirut (Andrian Bokotei) dan Direktur Operasional (Abner Runpah Ataupah) serta Komisaris PT. FLobamor (Hadi Jawas). Walau demikian, kegiatan jumpa pers berjalan lancar hingga selesai.

Wartawan FPL dan tim wartawan media pun pamit pulang. Wartawan FPL dan 10 wartawan lainnya lalu keluar meninggalkan ruang jumpa pers menuju parkiran depan kantor PT. FLobamor. Sesampainya FPL dan tim wartawan parkiran, terdengar ada suara panggilan dari Direksi PT. Flobamor, Hadi Jawas kepada wartawan FPL untuk kembali ke dalam sebentar guna mengambil sesuatu, namun ditolak FPL. Wartawan FPL lalu kembali menuju area parkiran lagi guna mengambil kendaraannya (motor, red) dan pulang, mengikuti beberapa anggota tim wartawan media lain yang sudah berangsur pulang.

Pemred suaraflobamora.com, yang juga Wakil Ketua DPD PWRI Nusata Tenggara Timur itu pun mengendarai motornya dengan membonceng salah seorang wartawannya bergerak keluar menuju pintu gerbang Kantor PT. Flobamor. Sesampainya FPL di pintu gerbang tersebut, 6 orang preman dengan wajah bermasker dan jaket dengan penutup kepala (dan lain menggunakan helm) sudah sedang berdiri menunggu di jalan, tepatnya di depan gerbang masuk Kantor PD. FLobamor.

Dua orang diantara mereka berjalan cepat mendahului 4 orang lainnya, maju mendekati wartawan FPL dan langsung menyerangnya dengan memukul wajahnya dan menendang FPL hingga terjatuh bersama sepeda motor yang dikendarainya. Lalu diikuti 4 orang lainnya dengan hantaman batu di dada dan kepala. Beruntungnya, wartawan FPL saat itu dalam posisi memakai helm sehingga hantaman benda keras tersebut tidak begitu mencederai kepalanya.(SN/tim)

Kategori
Berita Internasional

Puan Sebut Semangat KAA Tetap Relevan untuk Dukung Kemerdekaan Palestina

Spiritnesia.Com, JAKARTA – Ketua DPR Puan Maharani menegaskan semangat konferensi tingkat tinggi Asia Afrika yang terjadi tepat pada 67 tahun silam masih relevan sampai saat ini, khususnya dalam mendukung kemerdekaan Palestina.

“Memperjuangkan kemerdekaan Palestina adalah janji Indonesia sejak menggelar Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung pada 1955,” kata Puan, Minggu (24/4/2022).

Bertempat di Bandung, April 1995 lalu, berbagai negara di Asia dan Afrika berkumpul untuk menjalin kerjasama dan melawan kolonialisme. Dari 29 negara yang hadir saat itu, hanya Palestina yang belum merdeka.

Saat itu, Indonesia dan negara lain pun sepakat menyuarakan dukungannya bagi Palestina agar bisa terlepas dari penindasan Israel dan menjadi negara merdeka.

Namun, setengah abad lebih berlalu, cita-cita itu sampai saat ini belum tercapai. Rakyat Palestina belum merdeka, masih harus hidup tertindas di bawah pasukan Israel.

“Oleh karena itu, pembebasan Palestina dari penindasan Israel selamanya tetap menjadi hutang untuk dilunasi Indonesia dan negara-negara peserta KAA lainnya yang pernah berikrar di Bandung,” tegas Puan.

Puan pun mendorong pemerintah RI untuk terus melakukan langkah nyata dalam membantu Palestina. Menurut dia, Indonesia bisa mendesak agar Dewan Keamanan PBB dapat mengambil langkah menghentikan seluruh kekerasan dan menghadirkan keadilan dan perlindungan bagi Palestina.

Ketua DPP PDI-P ini menegaskan, kemerdekaan adalah hak setiap bangsa di dunia. Di era modern seperti sekarang ini, ia menilai harusnya tak ada lagi bangsa yang hidupnya masih dijajah oleh bangsa lain.

Puan pun mengutip pidato yang disampaikan kakeknya, Presiden Soekarno, saat berpidato di Konferensi Asia-Afrika 67 tahun silam.

“Seperti perdamaian, kemerdekaan pun tidak dapat dibagi-bagi. Tidaklah ada hal yang dapat dinamakan setengah merdeka, seperti juga tak ada hal yang dapat disebut setengah hidup,” kata Puan. (**)