Spiritnesia.com, Kupang – ChildFund International in Indonesia dan Yayasan Cita Masyarakat Madani (CITAMADANI), didukung UNICEF dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT) menggelar kegiatan Rencana Aksi Daerah (RAD) Penanganan Anak TidakSekolah (Out Of School Children) di Provinsi NTT.
Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Kamis-Jumat, 02-03 Maret 2023 di Hotel SAHID TIMOR Kota Kupang.
Kegiatan tersebut melibatkan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Tingkat Provinsi NTT dan Kabupaten Kupang serta Kabupaten TTS. Adapun OPD tingkat Provinsi yang terlibat yaitu Bappelitbangda, Dinas P&K, Dinas PMD, Dinas P3A, DinasSosial NTT, Kementerian Hukum & HAM NTT, Kemneterian dan Kementerian Agama. Sedangkan OPD dari Kabupaten Kupang dan TTS adalah BP4D/Bappeda, Dinas P & K, Dinas PMD, Dinas P3A, Dinas Sosial, Dinas Dukcapil & P2KB.
RAD Penanganan ATS merupakan salah satu kegiatan program pengembangan dan pemberdayaan kecakapan hidup anak dan remaja sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Terdapat 8 desa target Program Penanganan ATS. Kabupaten Kupang yaitu desa Sahraen dan desa Nekmese di Kecamatan Amarasi Selatan dan desa Manual 1 serta Oematnunu di Kecamatan Kupang Barat. Sedangkan 4 desa di Kabupaten TTS yaitu desa Tetaf di Kecamatan Kuatnana, desa Pika di Kecamatan Molo Tengah, desa Santian di kecamatan Santian dan desa Baus di kecamatan Boking.
Kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) dan hasil pendataan SIPBM di 8 desa target kepada pemangku kebijakan tingkat Provinsi dan 2 Kabupaten target, membuat RAD untuk penanganan ATS di dua Kabupaten target dan merumuskan rencana aksi bersama pemerintah daerah untuk penanganan dan pencegahan Anak Tidak Sekolah.
Kepala UNICEF Kantor Wilayah NTT dan NTB, Yudistira Yewangoe, dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan Workshop RAD penganganan ATS di NTT mengatakan, semua elemen pemangku kebijakan tentu sadar pentingnya pendidikan sebagai hak dasar bagi setiap anak. Pendidikan adalah pintu masuk menuju masa depan yang lebih baik. Sayangnya, masih banyak anak-anak yang tidak bersekolah. Di Indonesia, ada 2,5 juta anak yang tidak bersekolah. Selain itu di NTT, angka anak yang bersekolah terus menurun hingga mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi (95% SD, 70% SMP, 60% SMA). Ini adalah situasi yang mengkhawatirkan, karena pendidikan adalah hak yang sangat penting bagi setiap anak.
“Pemerintah membutuhkan data yang akurat untuk menjamin tercapainya pendidikan universal bagi semua anak. Namun demikian, data tentang keadaan anak yang tidak bersekolah (nama per alamat) di tingkat daerah belum cukup tersedia, yang dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan solusi yang tepat guna memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Data yang akurat akan membantu kita merumuskan solusi yang tepat dalam mengatasi masalah anak tidak sekolah ini. Kita perlu bekerja sama dengan masyarakat dan mengikutsertakan mereka dalam prosedur pendataan anak-anak yang tidak bersekolah. Dengan cara ini, kita dapat menjangkau dan memberikan bantuan kepada anak-anak yang membutuhkan,” jelasnya.
Dukungan UNICEF tahun 2021 hingga 2025, lanjut Yudistira Yewangoe, mencakup kegiatan untuk menyediakan data yang akurat tentang anak-anak yang tidak bersekolah, merumuskan Strategi Nasional Penanganan ATS, dan meluncurkan Gerakan Kembali ke Sekolah (GKB) untuk memastikan bahwa anak-anak menerima tingkat pendidikan atau pelatihan yang sesuai.
“Program tersebut juga mencakup dukungan dan integrasi kebijakan ke dalam program SKPD, kegiatan pendidikan alternatif, terutama bagi anak yang sudah 2-3 tahun tidak bersekolah, mekanisme koordinasi program, serta pemantauan dan evaluasi,” tandas Yudistira.
Sebagai bagian dari dukungan, kata Yudistira, UNICEF memberikan pelatihan Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM) untuk para pelatih tingkat provinsi dan kabupaten. SIPBM adalah satu sumber data yang cukup komprehensif, karena menghasilkan data mikro yang mampu menyajikan data nama per alamat yang membantu menentukan sasaran dari program atau kegiatan. UNICEF mendukung pemerintah NTT untuk mengaplikasikan SIPBM sebagai salah satu sumber data yang diandalkan.
“Kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah penangangan ATS tanggal 2-3 Maret ini bertujuan untuk melakukan sinkronisasi data dari tiap Organisasi Perangkat Daerah dan data SIPBM, dan menyepakati rencana kerja yang multi sektor untuk mengatasi ATS. Komitmen Pemerintah Daerah dengan regulasi untuk mengatasi ATS merupakan hal yang mendasar. Pentingnya pendidikan bagi anak-anak perlu kita tekankan, tidak hanya sebagai hak fundamental, tetapi juga sebagai kesempatan untuk membentuk masa depan yang lebih cerah,” jelasnya.
Terpisah Education Officer UNICEF NTT, Robertus Djone menerangkan, ada 3 klasifikasi Anak Tidak Sekolah yaitu Anak yang tidak pernah bersekolah, Anak Putus Sekolah, dan anak yang menyelesaikan suatu jenjang pendidikan tertentu tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya.
“Kegiatan penyusunan Rencana Aksi Daerah penanganan Anak Tidak Sekolah Kerjasama UNICEF- dan Pemprov NTT melalui ChildFund Yayasan CITAMADANI serta Pemda Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS ini melibatkan stakeholder kunci dari OPD Perangkat Daerah Provinsi dan Kabupaten dalam kaitan dengan isu Anak Tidak Sekolah. OPD dimaksud antara lain Bapelitbangda Provinsi NTT, Bappeda, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak dan Dinas Sosial Provinsi serta Kabupaten difasilitasi konsultan penanganan Anak Tidak Sekolah Kantor UNICEF Nasional.
Sementara itu, Plt.Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, Dr. Alfonsus Theodorus, ST, MT, dalam sambutannya menjelaskan, ada 23,4 persen Anak Tidak Sekolah (ATS) di NTT. Pandemi COVID 19 turut berkontribusi banyak terhadap terjadinya anak tidak sekolah dan ini tantangan bagi pembangunan daerah, khususnya peningkatan sumber daya manusia. Melalui SIPBM ini sangat menolong, oleh karena data ATS harus dipetakan dengan baik. Data ini dapat dipakai untuk perencanaan pembangunan daerah, monitoring dan evaluasi dan disinilah Bappelitbangda atau Bappedda berperan,” jelas Dr. Alfonsus.
Kegiatan RAD Penanganan Anak Tidak Sekolah, kata Dr. Alfons merupakan kesempatan bagi para pemangku kebijakan di daerah, baik Provinsi maupun Kabupaten untuk mencari solusi bagaimana persoalan ATS dan bagaimana tindakan kita bersama untuk meningkatkan sumber daya manusia di NTT sesuai konteks manusia NTT.
“Membangun NTT tidak seperti membangun daerah-daerah di Jawa. Karena kondisi topografi dan geografis serta antropologinya berbeda, maka harus disesuaikan situasi dan kondisi NTT,” imbuh Dr. Alfons.
Spesialis Program ChildFund International di Indonesia, Ivan Tagor menjelasakan bahwa Project Out Of School Children (OOSC)/Anak Tidak Sekolah yang diimplementasikan oleh Pemerintah Provinsi NTT dan UNICEF melalui ChildFund International In Indonesia dan Cita Madani.
Ivan Tagor membeberkan sejumlah kegiatan program OOSC yang telah dilaksanakan dengan menggandeng Pemda Provinsi dan Kabupaten Kupang serta Kabupaten TTS, diantaranya yaitu: Sosialisasi program OOSC, TOT Fasilitator SIPBM provinsi dan kabupaten, pelatihan SIPBM bagi fasilitator desa, pendataan ATS, pelatihan fasilitator lingkar remaja, workshop peningkatan kesadaran partisipasi remaja dalam perencanaan pembangunan, rekonfirmasi data ATS, Pendokumentasian/Video ATS.
Menurut Ivan, dari jumlah total jumlah 4,347 KK yang berhasil didata dalam kegiatan pendataan SIPBM, ditemukan adanya 376 anak tidak sekolah, dan jumlah ini tersebar pada 8 desa target di Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS. Alasan tidak sekolah pun bermacam-macam: 108 ATS diantaranya tidak sekolah karena alasan tidak ada biaya sekolah, 138 ATS mengaku memang tidak mau sekolah, merasa pendidikannya sudah cukup. Ada juga yang alasan faktor jarak dari rumah ke sekolah yang sangat jauh, bekerja untuk mendapatkan upah, pengaruh lingkungan/pertemanan, tidak ada seragam sekolah, mengalami kekerasan di sekolah, dan disabilitas.
Kegiatan hari pertama dan kedua RAD difasilitasi oleh Konsultan UNICEF Indonesia untuk Program Penanganan Anak Tidak Sekolah, Zakir Akbar, tentang pengembangan Rencana Aksi Daerah (RAD), dengan memfasilitasi perwakilan peserta dari OPD Provinsi NTT, Kabupaten Kupang dan Kabupaten TTS mendiskusikan beberapa tahapan dalam membuat Rencana Aksi Daerah (RAD), dimulai dari peninjauan Basis Data ATS, Identitifikasi ATS Prioritas, Analisis Situasi ATS terkait masalah utama ATS dan akar masalah penyebab ATS dan penyusunan draft RAD.
Kegiatan RAD, menghasilkan sejumlah rekomendasi dan Rencana Tindak Lanjut (RTL) penanganan anak tidak sekolah di tingkat daerah Provinsi dan Kabupaten Kupang serta Kabupaten TTS. Beberapa diantaranya yaitu mendorong adanya Peraturan Daerah terkait penanganan anak tidak sekolah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten.
Termasuk adanya Peraturan Gubernur (Pergub) dan Peraturan Bupati (Perbub) tentang penanganan ATS. Selain itu, pembentukan satuan kerja penanganan ATS di tingkat Daerah yang dilengkapi dengan Surat Keputusan guna adanya penanganan ATS secara integratif. (**)