Spiritnesia.com, Kupang – Ketua Umum (Ketum) Aliansia Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT meminta panitia pelaksana (pansel) untuk hentikan proses seleksi/pemilihan Rektor IAKN (Institut Agama Kristen Negeri) Kupang. Karena dinilai prosesnya janggal.
Hal ini disampaikan Ketum Araksi NTT, Alfred Baun, SH didampingi Ketua Araksi TTS dalam jumpa pers di bilang Kota Kupang pada Rabu, (31/8/2024).
“Kita minta hentikan proses itu (pemilihan Rektor IAKN, red) dan segera memulai ulang atau melanjutkan proses yang sudah jalan. Kemudian Dr. Harun Natonis itu di titik yang mana dikeluarkan. Segera juga masukan kembali namanya untuk mengikuti proses dan ketentuan yang berlaku,” ujar Alfred Baun.
Ketum Araksi secara tegas mengatakan bahwa panitia seleksi tidak boleh mengimpor orang lain dari luar NTT “Jangan sampai ada orang luar yang datang untuk mengatur lembaga perguruan tinggi di NTT. Karena itu sangat janggal secara nasional,” tegasnya.
Presiden, lanjut Alfred, mengharapkan di setiap daerah itu harus memiliki standar dan memiliki tokoh-tokoh pendidikannya sendiri.
“Saat ini, kita memiliki banyak tokoh-tokoh pendidikan yang luar biasa bahkan mereka juga mengukir prestasi yang luar biasa. Contohnya di Undana tidak ada produk yang dikirim dari luar dan itu sudah menjadi kebijakan lokal bahwa mengorbitkan tokoh untuk mengelola pendidikan di NTT menjadi prioritas kita,” ungkapnya.
IAKAN ini, kata Kerum Araksi,sebenarnya juga memiliki level sama dengan Undana. Tetapi panitia dalam tahap seleksi itu, justru mengkreditkan tokoh-tokoh di NTT.
“Apalagi seperti mantan Rektor Dr, Harun Natonis yang berdarah-darah dalam membangun IAKAN itu. Beliau adalah pencetus, lalu sekarang mereka menggunakan dasar hukum yang multitafsir untuk menggeser Dr Harun,” tandasnya.
Kerum Araksi mengungkapkan bahwa Rektor Harun Natonis masih memiliki peluang untuk mencalonkan diri lagi. Namun dikatakan bahwa kalo sudah dua kali terpilih maka tidak akan terpilih lagi. “Saya bantah itu. Karena Dr. Harun Natonis menjadi Ketua itu berbeda dengan Rektor, ketua itu misalnya dalam status Eselon maka dia Eselon tiga sedangkan Rektor itu kalau berbicara mengenai status maka dia sudah Eselon satu,” jelas Alfred.
Menurutnya, di saat Rektor Harun menjadi ketua itu pada level Eselon tiga. Kemudian level antara ketua IAKAN itu berbeda dengan level Institut.
“Jadi kalo Dr, Harun Natonis itu baru menjabat Rektor saat Institut itu baru sekali, maka secara undang-undang dia masih memiliki ruang untuk kembali maju yang kedua kali. Itu dasar hukum,” tegas lagi Alfred Baun.