Spiritnesia.com, KUPANG – Mantan Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome (MDT) menegaskan, bahwa pengelolaan usaha tambak garam oleh PT Nataga Raihawu Industri (NRI) di Kabupaten Sabu Raijua itu mengontrak atau menyewa lahan masyarakat, bukan lahan pemerintah. Tidak masuk akal, kalau PT NRI harus kontrak lagi dengan Pemda Sabu Raijua.
Demikian disampaikan Marthen Dira Tome (MDT) selaku Penasehat PT NRI melalui sambungan telepon selulernya kepada media ini pada Rabu, 19 Juni 2024, mengklarifikasi/menanggapi pemberitaan media tentang kritik Anggota DPRD Sabu Raijua, Vecky Adoe dalam sebuah diskusi bertema “Pro Kontra Tambak Garam Sejak Dikelola PT NRI, Tidak Ada Kontribusi Satu Rupiah Pun Untuk APBD” yang ditayang di medsos (akun facebook Hemax Herewila pada 8 Juni 2024 lalu, red).
“Pemerintah pun sama dengan kami (PT NRI, red), dia sewa lahan masyarakat dan dia bagi hasil bersama masyarakat. Dia sama dengan kami. Jadi kalau dia (Vecky Adoe, red) bilang kami pakai lahan asset pemerintah itu tidak benar,” tegasnya.
MDT menjelaskan, bahwa PT NRI juga tidak sekedar bekerja begitu saja di lahan masyarakat, tetapi ada kontrak bersama masyarakat. Dan kontraknya (kontrak sewa lahan, red) sama dengan kontrak yang dibuat oleh pemerintah.
Persoalannya menurut MDT yaitu lahan masyarakat yang dulu pernah dikontrak pemerintah Pemerintah Sabu Raijua untuk usaha tambak garam dibiarkan terbengkalai sejak tahun 2018 hingga tahun 2020. Dan di tahun 2021 tambak-tambak garam tersebut disapu bersih oleh badai Seroja.
“Jadi lahan ini bukan baru dibiarkan, tetapi sudah dibiarkan berlama-lama oleh pemerintah setelah Pemda menjual garam besar-besaran di tahun 2017. Lalu entah kenapa dibiarkan terbengkalai di 2018, saya tidak tahu,” akunya.
Di Tahun 2017, lanjut MDT, tambak-tambak yang sudah berproduksi kurang lebih ada 58 hektar. Jumlah tersebut jika sesuai dengan fakta dan perhitungan dari awal yaitu 40 hingga 50 ton garam per bulan x 7 bulan panen x 58 hektar, maka total garam yang dihasilkan sekitar 18.000 ton.
Jika jumlah itu dikalikan dengan harga saat itu Rp1.750/kg, maka pendapatan pemerintah saat itu sekitar Rp30an Miliar. “Tetapi yang masyarakat catat, pemerintah menghasilkan hanya Rp9 Miliar, lalu kenapa dia (Vecky Adoe, red) tidak kontrol itu? Kenapa dia pi urusan untuk hal-hal yang dia tidak mengerti?” kritiknya.
MDT mengaku, dirinya yang mengerjakan tambak-tambak tersebut saat ia masih menjadi Bupati Sabu Raijua, tetapi setelah itu adalah tanggungjawab pemerintah untuk mengelolanya lebih lanjut. Namun, ketika tambak-tambak tersebut disapu bersih badai Seroja, Pemerintah biarkan tak terurus dan masyarakat tidak mendapatkan apa-apa lagi dari usaha itu.
“Nah, asumsi nya adalah ketika lu membiarkan itu, tidak mungkin masyarakat menonton saja barang milik mereka seperti itu. Mereka anggap (usaha tambak garam, red) gagal kontrak, atau sama dengan wanprestasi. Karena itu, masyarakat mencari jalannya sendiri untuk bagaimana bisa dapat hasil dari tangan kita (PT. NRI, red),” jelasnya.
MDT menambahkan, seharusnya DPRD tidak perlu bertanya kenapa PT. NRI tidak kontrak dengan pemerintah. “Pertanyaannya pemerintah dalam hal ini sebagai apa? Dia sebagai makelar, mafia atau apa? Masa Perusahaan (PT NRI, red) harus kontrak dengan pemerintah, lalu kontrak dengan masyarakat? Seolah-olah kontrak pemerintah (dulu, red) dengan masyarakat masih berjalan hingga saat ini, dan karena itu Perusahaan harus ada kontrak dengan pemerintah?” tantangnya.
Menurutnya, Pemerintah Sarai dan PT NRi statusnya sama dalam hal kontrak lahan masyarakat untuk tambak garam.
Kedua, soal tidak adanya PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dari usaha tambak garam, MDT balik bertanya ke Pemda Sarai sejauh mana kewajiban Pemda untuk mengisi pendapatan kantong daerah Sabu Raijua.
Menurutnya adalah lucu, jika pemerintah membiarkan lahan tambak garam terbengkalai lalu meminta PAD dari PT NRI. Walau demikian, MDT menjelaskan, bahwa peluang pemerintah untuk dapatkan PAD yaitu dari retribusi, walau itu dilarang undang-undang. Atau bisa juga dari sumbangan pihak ketiga asalkan pemerintah tidak menentukan berapa besar nilainya.
“Seharusnya sebagai pemerintah yang baik atau DPR yang baik, dia harus berpikir tentang rakyatnya. Dia harus lihat nilai positif dari kegiatan ini yaitu bahwa dengan adanya kegiatan tambak garam yang dibangun oleh Perusahaan ini, PT Nataga Raihawu Industri justru melibatkan warga Sabu Raijua yang selama ini tidak punya lapangan kerja, dan tidak punya pendapatan. Harus diketahui, bahwa Sabu Raijua Kabupaten termiskin kedua setelah Sumba Timur,” ujarnya.
Jadi, lanjutnya, DPR dan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua seharusnya bersyukur ke PT NRI, bukan sebaliknya menyerang Perusahaan tersebut. “Harus tahu masalahnya, bukan asal bunyi. Nanti sama seperti orang buta berteriak dalam kegelapan,” kritiknya lagi.
MDT minta DPRD Sabu Raijua dan pemerintah berhenti meracuni pikiran masyarakat, tidak usah membuat kegaduhan terkait tambak garam.
“Apa yang mereka buat untuk daerah ini? Tidak ada juga. Aturan yang dibuat bisa dilangkahi sejauh itu untuk kepentingan kehidupan masyarakat hari ini. DPR itu dapat gaji, tapi masyarakat dapat apa? Mestinya masyarakat yang ia wakili hari ini dilindungi hak-haknya untuk mendapatkan lapangan kerja baru, tetapi kan tidak ada juga,” tandasnya.
Ia mengaku, dari usaha tambak garam tersebut, masyarakat pemilik lahan mendapatkan 5 persen keuntungan dan kurang lebih ada 420 orang (10 orang x 42 hektar, red) terserap bekerja di lokasi tambak garam yang dikelola PT NRI.
MDT mengingatkan DPR dan pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, bahwa kenikmatan yang diperoleh pemerintah tidak boleh hanya dilihat dari berapa besar uang yang masuk ke kas daerah, tetapi lihat bagaimana masyarakat bisa menikmati kehidupan lebih layak.
Satu, mereka bekerja secara langsung di tambak. Dua, efek domino dari kegiatan tambak garam yaitu keuntungan tidak haya bagi mereka yang bekerja langsung di tambak garam, tetapi para pemilik truck, konjak dan sopir yang mengangkut garam dari tambak garam ke Pelabuhan juga menikmati usaha tersebut. Ketiga, soal masalah pencemaran lingkungan sekitar tambak dan abrasi, MDT menegaskan, bahwa semua itu tidak ada. Ia juga minta publik tidak berusaha jadi peramal untuk meramal sesuatu yang belum tentu mungkin terjadi di masa depan terkait ancaman kerusakan lingkungan akibat tambak garam. “Tidak ada sumur yang asin karena keadaan tambak garam di situ,” tegasnya.
Berikut, terkait masalah abrasi pantai akibat tambak, MDT menjelaskan, bahwa justru adanya tambak garam malah menghentikan aktivitas tambang pasir di sekitar pantai yang mengancam kerusakan lingkungan pesisir pantai dan abrasi. Karena ketika ada aktivitas tambak garam di lokasi tersebut, maka kendaraan pengangkut pasir galian tidak punya akses masuk ke area tambang, karena terhalang tambak. Dan masyarakat penggali pasir justru terserap masuk bekerja sebagai karyawan tambak garam.
“Lalu terkait izin AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan), kita bertanya ke Pemerintah apakah memiliki AMDAL atau tidak terkait tambak garam?” tantangnya.
Ia juga mengungkapkan, bahwa tahun 2023 lalu pemerintah Sabu Raijua juga membangun tambak garam di lahan masyarakat, namun dalam skala kecil. Misalnya, Ia temukan di lapangan, ada lahan masyarakat seluas satu hektar, tetapi pemerintah hanya kerjakan ½ hektar. “Itu di sekian tempat, bukan hanya di satu tempat,” bebernya.
Pemerintah Sabu Raijua, kata MDT, juga tahun 2023 lalu berencana membagi-bagi geomembran kepada masyarakat. Dan akhir tahun 2023 lalu ada dana DID (Dana Insentif Daerah) yang darinya dialokasikan sekitar Rp2 Miliar untuk pembelian geomembran. Akan tetapi, geomembran tersebut sampai hari ini tidak dipasang tetapi disimpan di Gudang pemerintah.
“Kalau nilainya sampai dua miliar lima ratusan juta, maka seharusnya geomembran itu diadakan sampai dengan 15 hektar. 100 gulungnya ada di Raijua, yang lain entah kemana?” sebutnya.
Seperti diberitakan media ini sebelumnya (18/06), Anggota DPRD Sabu Raijua, Vecky Adoe dalam sebuah diskusi bertema “Pro Kontra Tambak Garam Sejak Dikelola PT NRI, Tidak Ada Kontribusi Satu Rupiah Pun Untuk APBD” yang ditayang di medsos (akun facebook Hemax Herewila pada 8 Juni 2024, red) mengkritik pengelolaan sejumlah tambak garam milik Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sabu Raijua (Sarai) oleh PT NRI (Nataga Raihawu Industri) di wilayah Kabupaten Sarai diduga tanpa perjanjian kerjasama (Memorandum of Understanding/MoU) yang jelas. Akibatnya, usaha tersebut nihil PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi Pemda Sarai.
“Data yang saya pegang sampai dengan per hari ini, tambak-tambak garam di Sabu Raijua yang dikelola oleh pihak lain ini (PT. NRI, red) yang masuk dalam daftar asset Pemda, belum pernah dilaporkan kepada DPRD dilakukan pemutihan. Itu tidak ada kontribusi satu rupiah pun kepada APBD Kabupaten Sabu Raijua. Khususnya dalam hal ini (tambak garam, red) yang dikelola oleh PT NRI,” tegas Vecky Adoe dalam diskusi tersebut.
Vecky Adoe menjelaskan, bahwa dirinya tidak pernah tahu bentuk pengelolaan tambak-tambak garam di Kabupaten Sabu Raijua itu seperti apa. Yang ia tahu, bahwa seluruh pembangunan tambak garam tersebut menggunakan dana APBD Kabupaten Sabu Raijua, khususnya melalui nomenklatur belanja modal.
“Nah esensinya, ketika dilakukan lewat nomenklatur belanja modal, harus terjadi kapitalisasi asset terhadap Pemda Sabu Raijua. Artinya, jadi penambahan asset bagi Pemda Sarai. Aset ini apa? Aset ini mungkin berupa tambak-tambak garam dan sebagainya ketika belanja modal dianggarkan,” tandasnya.
Alasannya menurut Vecky, karena penganggaran terhadap Pembangunan fisik semua tambak garam bukan dialokasikan lewat belanja hibah atau belanja barang dan jasa, tetapi belanja modal. Dengan demikian harus terjadi kapitalisasi asset tambak-tambak garam tersebut menjadi asset Pemda.
“Ketika saya cek sampai kepada bagian asset, ini semua (tambak-tambak garam, red) masih tercatat dengan baik di bagian asset (Bagian Aset Pemda Kabupaten Sabu Raijua, red). Sehingga saya menginginkan begini, okelah kalau memang ada alasan-alasan di luar berkembang bahwa Pemda Sabu Raijua tidak mampu mengelola tambak garam dan sebagainya, maka saya pikir kerjasamanya harus jelas. Kontribusinya terhadap PAD harus jelas, karena apa? Karena harus diingat secara baik, bahwa tidak boleh asset Pemda ini dicopot secara sembarangan atau diambil alih, diserobot secara sepihak tanpa melalui prosedur yang jelas, begitu,” tegasnya lagi.
Masih menurut Vecky, kalaupun memang Pemda Sabu Raijua menghendaki agar tambak-tambak tersebut dihapus (dilakukan pemutihan, red), maka perlu ada diskusi secara baik dan disepakati bersama DPRD.
“Saya pikir mari kita diskusikan dalam atau melalui prosedur yang jelas, sehingga jangan bahwa barang ini sementara tercatat sebagai asset (sebagai asset Pemda Sarai, red), kemudian ada pihak lain membangun di tempat itu. Dan kemudian menjadi tidak jelas asset pernyataan modal kemana? Uang hasil pengelolaan tambak ini kemana?” ujarnya.
Meski di balik tambak garam tersebut sebagian masyarakat Sabu Raijua mendapat pekerjaan, kata Adoe, akan tetapi adalah lebih baik, jika tambak-tambak garam itu dikelola secara jelas dan transparan, sehingga ada kontribusi bagi APBD Kabupaten Sabu Raijua.
“Sehingga hasil tambak garam ini tidak hanya dirasakan oleh sekelompok orang atau segelintir orang, katakana seperti saudara-saudara kita yang bekerja di sekitar tambak, tetapi juga dirasakan juga oleh seluruh masyarakat Sabu Raijua ketika dikelola dalam mekanisme APBD. Kenapa, karena dalam mekanisme APBD, akan dikembalikan kepada masyarakat/pemerintah dalam bentuk program atau kegiatan yang akan dinikmati oleh masyarakat sendiri. Mungkin dalam bentuk bangun jalan, bangun sekolah, bangun rumah sakit, bangun lain-lain. Tetapi kalau seperti sekarang, tidak ada kontribusi sama sekali terhadap APBD Kabupaten Sabu Raijua,” kritiknya lagi.
Vecky Adoe terus mendorong adanya Rapat Dengar Pendapat (RDP) Pemda Sabu Raijua dan PT NRI terkait pengelolaan tambak garam milik Pemda Sabu Raijua, sehingga ada MoU jelas baik antara PT. NRI maupun Pemda Sabu Raijua. Dengan demikian, ada kontribusi jelas PAD bagi Pemda Kabupaten Sabu Raijua.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) sekaligus Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (BMPTS) Kabupaten Sarai Raijua, Lagabus Pian yang dikonfirmasi tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Selasa, 18 Juni 2024 pukul 13:57 WITA tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi wartawan. Lagabus Pian hingga berita ini diturunkan juga belum memberikan klarifikasi atau penjelasannya terkait persoalan tersebut. (Tim/SN)