Spiritnesia.com, KUPANG – Narasi (tudingan, red) yang dibangun Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K tentang alasan pemberatan non job dan demosi serta mutasi Ipda Rudy Soik (RS) dinilai mengada-ada dan sesat, untuk merusak pandangan public tentang moral Ipda RS. Lebih dari itu, diduga sebagai upaya pejabat tinggi Polda NTT untuk melindungi para mafia BBM Subsidi (pengusaha, anggota dan pejabat tinggi Polda NTT, red).
Demikian tanggapan Ketua Pembina Lembaga PADMA Indonesia, Gabriel Goa melalui sambungan telepon selulernya kepada tim media ini pada Minggu, 01 September 2024, terkait klarifikasi Ipda RS terhadap berbagai tudingan terhadapnya.
“Pak Kabid Humas dan pejabat Polda NTT lainnya seharusnya memiliki bukti kuat dan otentik ketika membangunan narasi yang memberatkan Ipda Rudy Soik. Jangan mencari-cari alasan atau mengada-ada dengan buat narasi sesat untuk rusaki persepsi public tentang moral Ipda RS, lalu melepaskan penjahatnya (pengusaha dan anggota serta petinggi Polda NTT yang terlibat di kasus BBM Subsidi, red). Apakah Pak Kabid, pak Dirkrimsus dan pak Kabid Propam tidak malu dengan publik? Publik tidak bodoh bos!” ujarnya mengingatkan.
Menurut Gabriel Goa, Polda NTT sedang menampilkan sebuah drama penegakan hukum yang miris dan memalukan yang disaksikan secara luas oleh public Indonesia, karena berupaya mati-matian menutupi ‘perilaku bobrok’ anggota dan pejabat tinggi institusi itu (yang terlibat di kasus mafia BBM Subsidi, red), dengan cara ‘mengamputasi’ anggotanya yang punya Nurani bersih dan jujur serta kritis seperti Ipda RS, untuk membongkar konspirasi kejahatan penyalahgunaan BBM Subsidi di NTT.
Nurani petinggi oknum anggota dan pejabat Polda NTT (yang terlibat dalam kasus mafia BBM subsidi, red) dinilai Gabriel tampak telah mati. Namun tetap memasang muka tebal tanpa rasa malu. Hal ini mencerminkan betapa kerdilnya integritas oknum anggota dan petinggi Polda NTT dalam penegakan hukum secara jujur dan adil. Polda NTT bukannya fokus mengadili para penjahat mafia BBM Subsidi, tetapi lebih fokus memproses anggotanya yang mengungkap kasus ini.
“Sikap petinggi Polda NTT dalam penanganan kasus BBM Subsidi ini sangat memalukan. Penjahatnya (pelaku mafia BBM illegal, red) dilepas, tetapi polisinya sendiri yang mengungkap kasus ini malah yang diadili? Pak Kapolda NTT dan jajarannya, ini sedang apa ini pak? Kok miris sekali pak? Semoga secepatnya insaf dan segera evaluasi jajarannya yang terlibat di kasus ini, bebaskan Ipda Rudy dan proses anggota dan jajaran petingginya yang terlibat mafia penyalahgunaan BBM Subsidi,” harapnya.
Gabriel menegaskan, jika Kapolda NTT tetap bersikap dingin dan diam, maka PADMA Indonesia dan mitra terkait yakni KOMPAK Indonesia dan pegiat Hukum dan HAM lainnya akan membawa kasus ini ke Kapolri dan Komisi III DPR RI serta Presiden Jokowi.
“Kami dari PADMA Indonesia dan KOMPAK Indonesia tak sungkan minta pak Kapolri dan Presiden Jokowi untuk segera pecat Kapolda NTT, Kabid Humas Polda NTT, Dirkrimsus dan Kabid Propam Polda NTT demi menegakan citra baik institusi POLRI yang presisi. Jangan sampai ‘para mafia’ menguasai institusi Polda NTT, karena nantinya bukan penjahatnya yang diadili, tetapi polisi yang balik diadili ‘jaringan penjahat’ di internal Polda NTT,” tegasnya.
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol Ariasandy yang dikonfirmasi dan dimintai tanggapannya oleh tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Senin, 02 September 2024 pukul 07:47 WITA terkait pernyataan Ketua Pembina Lembaga PADMA Indonesia, tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi awak tim media ini.
Informasi tentang status pesan WA yang dikirimkan awak media ini kepada Kombes Ariasandy sebagaimana ‘info pesan’ menerangkan secara tertulis bahwa pesan tersebut tersampaikan dan dibaca. Hingga berita ini diturunkan, Kombes Ariasandy belum mau menjawab konfirmasi wartawan.
Dihubungi (via pesan WA) lagi oleh anggota lain awak tim media ini pada pukul 08:12 WITA dan diminta klarifikasinya terkait respond PADMA Indonesia, Kombes Pol. Ariasandy tetap diam seribu bahasa, tak menjawab.
Sebelumnya, Ipda RS dan Kuasa Hukumnya dalam siaran persnya pada Jumat, 30 Agustus 2024 mengklarifikasi pernyataan Kabid Humas Polda NTT, Kombes Pol. Ariasandy, S.I.K tentang informasi mutasinya ke Polda Papua. Berikut sejumlah poin bantahan sekaligus klarifikasi Ipda RS terkait berbagai tudingan terhadapnya, sebagai alasan pemberatan dirinya di non job, demosi, dan dimutasi ke wilayah Polda Papua:
1)Pernah Diproses Disiplin 11 Tahun Lalu Saat Mengungkap Kasus TPPO
Pertama, Ipda RS menceritakan bahwa 11 tahun lalu dirinya pernah diproses disiplin, karena dirinya dengan Kombes Mohammed Slamet beda pendapat soal adanya kasus Perdagangan Orang di NTT. Kobes Mohammed Slamet mengatakan bahwa di NTT tidak ada perdagangan orang yang direkrut oleh PT. Malindo Mitra Perkasa. Sedangkan hasil penyelidikan RS (saat itu masih Brigpol, red) menemukan fakta dan bukti, bahwa pada tahun 2014 dengan data dan bukti yang ada dirinya diperintah Kombes Mohammed Slamet (RS sambil menunjukkan lembar fotocopy bukti Surat Perintah Kombes Pol Mohammed Slamet, red) untuk mengungkap kasus perdagangan orang di NTT.
Setelah ia membuktikan bahwa PT. Malindo Mitra Perkasa sebagai perusahaan yang merekrut masyarakat NTT dengan cara illegal, dan bahwa perusahaan itu mempunyai kedekatan dengan Kombes Pol Samuel Kawegian, polisi RS malah diproses disiplin dengan tuduhan bahwa tindakan yang dilakukannya tidak procedural. Dan bahwa tidak ada tindak pidana yang dilakukan oleh PT. Malindo Mitra Perkasa. Dalam proses disiplin itu, dan RS dinyatakan bersalah.
Akan tetapi berjalannya waktu, ditahun 2014 izin PT. Malindo Mitra Perkarsa dicabut oleh Menteri Tenaga Kerja RI Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri), karena terbukti sebagai perusahaan tersebut melakukan pengiriman TKI illegal secara JP Visa. Badannya sebagai PT. Malindo, tetapi cara/proses perekrutan TKI ke Malaysia itu adalah cara illegal.
Kedua, lanjut RS menjelaskan, Thedy Moa sebagai petugas lapangan PT. Malindo Mitra Perkasa saat itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orang, yang dalam putusan ingkrahnya oleh pengadilan menyatakan Thedy Moa (sebagai petugas lapangan PT. Malindo Mitra Perkasa) bersalah dan dihukum 6 tahun penjara. Ditahun yang sama (2014), Presiden Jokowi menyatakan bahwa NTT adalah Provinsi Darurat Perdagangan Orang.
Berikut, lanjutnya lagi, Mariance Kabu yang saat ini merupakan korban perdagangan orang dan mengalami cacat permanent akibat dikirim Perusahaan tersebut ke Malaysia (sambil menunjukkan Copyan Foto fakta Mariance Kabu saat disiksa di Malaysia, red). Mariance Kabu ditahun 2024 ini dihadirkan oleh Pengadilan Luar Negeri untuk disidangkan dalam status sebagai korban perdagangan orang yang dikirim oleh PT. Malindo Mitra Perkasa.
“Saya jadi heran Kabid Humas Polda NTT tidak melihat fakta-fakta ini dan pimpinan yang membawa saya dalam rana mutasi ke Polda Papua atau provinsi darurat militer kok tidak melihat ini sebagai bukti bahwa ada kejahatan PO yang terjadi di NTT. Kemudian persoalan 11 tahun lalu ini diangkat kembali untuk menyatakan saya bersalah. Padahal supaya teman-teman tahu, (kasus) saya sudah diputihkan lewat saya pendidikan perwira. Dalam seleksi administrasi saya dinyatakan tidak ada cacat secara administrasi. Bagaimana ini dijadikan pemberatan bagi saya?” kritiknya.
2) RS Dinilai Melanggar Prosedur Tindakan Memasang Police Line di Rumah Pengepul dan Penimbun BBM Subsidi
Terkait ini RS mengklarifikasi, bahwa dirinya memasang police line bukan atas kehendak dirinya sendiri, tetapi atas perintah atasannya (Kapolresta Kupang, Kombes Pol. Aldinan Manurung berdasarkan Surat Perintah Nomor: SPRIN/661/VI/2024 Tertanggal 25 Juni 2024.
“Jadi apakah pak Kabid Humas Polda NTT tidak melihat bahwa pak Kapolri memerintahkan untuk penertiban BBM illegal? Dan apakah pak Kabid Humas tidak melihat bahwa ada perintah penyelidikan yang ditandatangani oleh Kapolresta? Apakah ini tidak menjadi pertimbangan? Dan bagaimana saya ditetapkan sebagai terperiksa tanpa perintah memeriksa orang yang memberikan perintah kepada saya? Kan ini bentuk-bentuk diskriminasi, tidak ada keadilan? Dan ini menjadi pemberatan saya dipindahkan ke Polda Papua?” kritiknya lagi.
3)Diduga Melakukan Karaoke dan Perselingkuhan di Restorant Master Piece.
Terkait tudingan ini, Ipda RS dengan nada tegas mengatakan, bahwa Kabid Humas Polda NTT sedang membangun narasi seolah-olah ada proses perbuatan immoral yang dilakukan Ipda RS. Menurut Ipda RS, hal ini merupakan cara bagaimana Petinggi Polda NTT berusaha untuk mencederai moralnya, karena ilmu tersebut ia juga pernah pelajari di Pusdiklat Reskrim di Megamendung.
“Ini bagaimana untuk merusak moral saya, sehingga masyarakat tidak mempercayai saya. Kan begini, saya memperlihatkan video CCTV supaya pak Kabid tahu. Jadi kami waktu itu ada 15 orang, terus dari 15 orang itu, 11 orang dilarang masuk oleh Paminal Polda NTT Bernama Untung Patipelohi. Lalu dibiarkan kami anggota masuk, kami empat orang masuk. Lalu beberapa saat kemudian datang Propam seolah-olah kesannya ada rusak moral, ada perselingkuhan dan lain sebagainya. Kalau saya karaoke, pak Kabid bisa perlihatkan saya ada menyanyi? Kan begitu pak Kabid Humas?” jelasnya.
“Jadi ini jangan merusak moral saya untuk menciptakan ketidaksimpatisan public kepada saya. Yang paling penting, pak Kabid Humas lihat bahwa kejahatan perdagangan orang maupun kejahatan niaga BBM menggunakan barcode-barcode nelayan ada atau tidak? Kenapa lebih cenderung memproses anggota daripada mengungkap kejahatan yang menyengsarakan masyarakat? Bapak Kabid bisa cek dari perbatasan sampai Kota Kupang bagaimana masyarakat sulit mendapatkan BBM,” tambahnya.
RS membeberkan, bahwa Restorant Master Piece itu mendapatkan dua izin yaitu izin restorant dan izin karaoke family. Tempat tersebut sering dipakai RS atas perintah atasan RS untuk melayani hajatan makan ibu-ibu pejabat Bhayangkari yang baru datang dari luar daerah. Dan Master Piece jaraknya kurang lebih 100 meter dari Mapolda NTT (dekat, red) dan tempat itu baru didirikan kurang lebih satu tahun.
“Jadi kita jangan membangun narasi bahwa tempat ini tempat maksiat. Jangan. Karena orang punya hak untuk berusaha. Itu harus diingat.” pinta RS.
Ipda RS juga mengungkapkan, bahwa terkait keberadaan mereka di Restorant Master Piece, ada bukti nota makan yang ia pesankan atas nama Polresta Kupang, dan bukan atas nama pribadinya. Berikut, anggotanya yang dilarang masuk oleh Paminal Polda ke dalam Master Piece juga sudah dipanggil dalam sidang etik, dan membuktikan bahwa mereka disuruh pulang oleh Propam.
Jadi menurut Ipda RS, ini sebuah skenario dan proses penjebakan, karena ada indikasi keterlibatan anggota-anggota dalam mafia BBM Migas.
“Jika tidak, begini aja saya tantang kita buka di PPATK, dan saya sebutkan nama rekeningnya. Saya kan bukan polisi kemarin, tetapi janganlah sudutkan saya untuk buka. Itu yang harus dipahami oleh pimpinan. Jadi jangan pikir saya mental pengecut, takut dengan mutasi. Pak Kabid Humas, saya tidak marah pak. Kalau bapak mau buktikan mental saya, bapak ajukan mutasi kemana saja yang bapak mau, supaya bapak lihat saya jalan atau tidak. Bukan saya mental pengecut, tetapi yang kita lihat adalah kepentingan masyarakat NTT,” katanya.
Ia menyebut Kabid Humas Polda NTT tidak lahir dan besar di NTT. Berbeda dengan dirinya, yang lahir dan besar di NTT dan tahu kesengsaraan rakyat NTT. “Saya tahu ada kelompok-kelompok yang pro dan kontra, tetapi saya tidak pernah ada urusan dengan mereka yang mau pro atau kontra. Konsep saya adalah menegakan hal ini,” tegasnya.
Ipda RS menilai, Kabid Humas Polda NTT tidak melihat secara jujur dan obyektif, bahwa secara etika masih ada banyak anggota yang perbuatannya lebih rusak daripada dirinya. Contohnya seperti anggota POLRI yang menghamili istri orang saja dimutasi antar ruangan oleh pimpinan. Sedangkan dirinya baru diduga saja (tanpa data dan bukti jelas, red) bersama dengan 15 orang (diantaranya dua Polwan, red) ada di Restoran Master Piece untuk makan, lalu bagaimana kemudian dirinya dimutasi ke Polda Papua?
“Saya masih ada jiwa Bhayankari. Saya tidak pernah takut ditempatkan dimana saja, tetapi pemutasian itu harus bersifat adil. Hari ini pun bapak buat saya pindah ke Papua Nugini atau perbatasan Polda Papua dan Papua Nugini, saya jalan pak Kabid. Tolong viralkan sampai video saya ini pak Kapolri lihat,” pintanya.
Ipda RS juga mengingatkan Kabid Humas Polda NTT, bahwa Paminal Polda NTT, Untung Patipelohi pernah melakukan OTT (Operasi Tangkap Tangan) dimana Ahmad (pengepul BBM Subsidi ilegal, red) melakukan suap sebesar Rp30 juta. Dalam kasus tersebut, anggota polisi yang diduga terlibat diproses hukum, sementara pengepul yakni Ahmad dilepas. “Silahkan masyarakat menyimpulkan ada apa dengan peristiwa-peristiwa seperti ini?” ajaknya.
4) Dituduh Otak Dibalik Demonstrasi di Jakarta dan di Kupang Untuk Membatalkan Lulusnya Anak Kapolda NTT Dalam Seleksi Casis Akpol Polda NTT
Terkait tuduhan ini, Ipda RS tegas membantah. Ia mengaku dirinya sudah minta mengklarifikasi kepada Kapolresta Kupang untuk menjelaskan kepada PJU, Wakapolda NTT dan Kapolda NTT bahwa dirinya tidak sama sekali ada andil di dalam membatalkan anak Kapolda NTT masuk Akpol.
“Apa tendensius saya kepada bapak Kapolda? Tidak ada persoalan. Apalagi yang harus saya bicarakan? Semua ruang saya sudah minta untuk mereka membuktikan bahwa saya otak dibaliknya,” ungkapnya.
Terkait dengan pemutasian dirinya ke Polda Papua, wilayah dimana dikenal saat ini bagian dari daerah operasi militer, Ipda RS mengingatkan public NTT soal kisah Jenderal Polisi Bintang Dua Ferdi Sambo yang dikenal memiliki power yang besar di institusi POLRI. Ia menembak mati ajudannya Brigadir Josua yang adalah ajudannya. Lalu dibangun ceritera atau narasi seolah-olah ada perbuatan moral yang dilakukan oleh almarhum Brigadir Josua.
“Ini kan merusak moral (Brigadir Josua sebagai korban, red), sehingga tidak ter-up. Ini ilmu juga saya belajar. Jadi jangan merusak moral saya untuk menempatkan saya di Polda Papua. Bisa saja saya duga (disana, di Papua, red) disuruh OPM menembak saya atau siapapun menembak saya, kemudian dibangun ceritera bahwa saya sedang berperang dengan OPM. Kan bisa saja,” dugaan RS.
Penasehat Hukum (PH) Ipda RS, Putra Dapatalu, S.H yang hadir mendampingi RS menambahkan, Polda NTT termasuk Kabid Humas Polda NTT diminta tidak perlu mencari-cari lagi alasan untuk menyudutkan Ipda RS, karena semua alasan pemberatan dan tudingan terhadap kliennya (Ipda RS, red) tidaklah benar.
Jika benar semua tudingan Kabid Humas Polda NTT tersebut, kata Putera Dapatalu, maka silahkan buktikan, akan tetapi jangan menggunakan persoalan RS di masa lalu yang sudah selesai urusannya, sebagai alasan untuk memberatkan kliennya Ipda RS. Karena Ipda RS memiliki data dan bukti yang otentik dan valid serta benar yang telah mengalahkan semua tudingan tersebut.
“Kami berharap untuk kasus klien kami Rudy Soik ini agar bisa dibuka secara terang benderang terkait kesalahannya dia, dalam kasus mafia BBM kemarin itu. Seharusnya klien kami sudah menjalankan perintah dari pimpinan yaitu pak Kapolresta. Jadi tidak mungkin seorang anak buah itu menjalankan perintah tanpa atasan. Jadi harus diperiksa dua tingkat lebih di atas yaitu bapak Kapolresta Kupang saat ini. Karena klien kami menjalankan tugas karena perintah, sehingga dia membuat police line itu. Klien kami tidak serta merta, tetapi ada bukti chating, foto, dan video. Jadi klien kami sudah mengumpulkan semua,” jelasnya sambil menunjukkan semua bukti pernyataannya.
Berikut terkait dugaan karaoke dan perselingkuhan, Putera Dapatalu kembali mengingatkan Kabid Humas Polda NTT, bahwa tudingan tersebut tidak benar dan mengada-ada, karena saat itu Ipda RS bersama timnya yang berjumlah banyak (15 orang, red). Hanya saja 11 anggota timnya yang lain dilarang Paminal Polda NTT untuk masuk. Terkait klarifikasi RS, itu pun ada bukti rekaman CCTV, sehingga RS kliennya merasa disudutkan dengan berbagai isu yang sedang berkembang saat ini.
“Jadi klien kami itu diserang moralnya. Kami memohon, jangan mencari-cari alasan untuk memindahkan klien kami ke Papua, karena itu bukan kesalahan yang fatal di dalam internal kepolisian. Jadi kami minta dengan sangat hormat kepada bapak Kabid Humas Polda NTT dan bapak Kapolda agar bisa mempertimbangkan kasus yang dialami klien kami ini. Kalau bersalah silahkan dibuktikan. Klien kami ini juga merasa disudutkan dengan berita-berita atau framing-framing yang beredar mengenail moralnya dia itu,” pintanya