Spiritnesia.com, Kupang – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kupang menjatuhkan vonis 1 (satu ) tahun penjara dan denda Rp. 50 juta kepada terdakwa, Direktur CV. Lembata Jaya, Leli Yumina Lay alias Aci Leli, termasuk konsultan pengawas, Yakobus dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Aloysius Madar. Sebagaimana dalam kasus korupsi proyek peningkatan jalan Simpang Lerahinga–Banitobo di Kabupaten Lembata Tahun Anggaran 2022 senilai Rp. 5,6 Miliar.
Sebagaimana amar putusan yang dibacakan langsung oleh Majelis Hakim Ketua, I Nyoman Agus Hermawan, S.H., M.H., bersama dua hakim anggota di Pengadilan Negeri Kupang. Selasa, (11/2/2025).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Leli Yumina Lay dengan pidana penjara selama satu tahun dan denda sebesar Rp. 50 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan,” jelas hakim ketua.
Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan subsider. “Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp462,19 juta, yang diperhitungkan dari uang Rp. 1 miliar yang telah dititipkan kepada Kejaksaan Negeri Lembata, yang diperhitungkan dari uang Rp. 1 miliar yang telah dititipkan kepada Kejaksaan Negeri Lembata. Sisa uang titipan sebesar Rp537,8 juta akan dikembalikan kepada terdakwa,” sebut majelis hakim
Hakim mempertimbangkan bahwa perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara dan tidak mendukung program pemberantasan korupsi. Namun, sikap kooperatif terdakwa serta pengembalian uang negara menjadi faktor yang meringankan hukuman.
“Menetapkan masa tahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan,” jelas hakim membacakan putusan itu.
Keputusan ini sekaligus memerintahkan pengembalian barang bukti yang tidak terkait langsung dengan perbuatan terdakwa. Kemudian menetapkan masa tahanan yang telah dijalani untuk dikurangkan dari hukuman.
Kemudian Majelis Hakim mempersilahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Penasihat Hukum (PH) terdakwa, jikalau ingin mengambil langkah hukum selanjutnya. Lalu JPU menjawab bahwa”banding”.
Sementara itu, Ketua Tim Penasihat Hukum, Frans Tulung menanggapi putusan ini dengan mengkritisi vonis yang dijatuhkan majelis hakim. Menurutnya, terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan, terutama terkait dasar perhitungan kerugian negara yang menjadi dasar tuntutan terhadap kliennya.
“Kami melihat ada asimetri dalam dakwaan, fakta persidangan, dan putusan akhir. Dakwaan menyebutkan bahwa kerugian negara terjadi akibat spesifikasi proyek yang tidak sesuai dengan standar mutu. Namun, dalam persidangan, semua dakwaan itu berangkat dari hasil laboratorium,” ujar penasihat hukum terdakwa.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium yang menjadi dasar perhitungan kerugian negara justru dinyatakan tidak sah oleh majelis hakim. “Laboratorium yang digunakan sebagai dasar perhitungan kerugian negara akhirnya tidak diakui oleh hakim. Lalu, jika hasil laboratorium itu tidak sah, mengapa masih ada penghitungan kerugian negara?” imbuhnya.
Penasihat hukum menilai bahwa ada kontradiksi dalam pertimbangan hakim. Jika penghitungan kerugian negara berdasarkan hasil laboratorium yang tidak sah, maka logikanya putusan tersebut menjadi lemah. “Seharusnya, jika laboratorium itu tidak sah, maka hasilnya pun tidak bisa dijadikan dasar perhitungan kerugian negara. Ini yang menurut kami menjadi catatan besar dalam perkara ini,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti bahwa kasus ini sebenarnya lebih bersifat perdata ketimbang pidana. “Dari awal, ini lebih kepada sengketa perdata soal kualitas pekerjaan, bukan tindak pidana korupsi. Klien kami sudah beritikad baik dengan mengembalikan dana, tetapi tetap diproses secara pidana. Ini mencerminkan adanya pendekatan hukum yang tidak proporsional,” pungkasnya.
Meski demikian, penasihat hukum belum menyampaikan apakah akan mengajukan upaya hukum lanjutan terhadap putusan ini. “Kami masih mempertimbangkan langkah selanjutnya. Yang pasti, kami melihat ada banyak hal yang patut dikritisi dalam perkara ini,” tutupnya.
Diketahui, Tim Penasehat Hukum terdakwa Aci Lely terdiri dari Fransiskus DJ Tulung, S.H., Dr. Melkianus Ndaomanu, S.H., M.Hum., Suyary Timbo Tulung, S.H., M.H., dan Kristoforus Puan Wawin, S.H. (Tim)