Spiritnesia.com, Kupang – Direktur Utama (Dirut) dan Pemimpin Redaksi (Pemred) media online Koran Timor.Com, FPL dan KDO dilaporkan Harry Alexander Riwu Kaho (Direktur Utama/Dirut Bank NTT, red) ke Polda NTT terkait dugaan pencemaran nama baik di media eletronik.
Hal itu diketahui melalui Surat Undangan Klarifikasi yang dikeluarkan Direskrimsus Polda NTT (Nomor B/640/VIII/2022/Direskrimsus tertanggal 09 Agustus 2022) terkait laporan Harry Alexander Riwu Kaho tanggal 16 Mei 2022 tentang dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.
“Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, diminta kepada saudara untuk dapat memberikan keterangan sebagai saksi kepada penyidik / penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT terkait dengan perkara dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilaporkan oleh saudara Hary Alexander Riwu Kaho, S.H., M.H sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” tulis Ditreskrimsus Polda NTT.
Dalam Surat Panggilan yang ditandatangani oleh Wadir Krimsus Polda NTT, AKBP Khairul Saleh, SH, SIK, M.Si tersebut, para pimpinan media online diminta menghadap penyidik/penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT, Ipda Joel Ndolu, S.H/Brigpol A. Muhammad Tupong pada Kamis (11/08/2022) pukul 10.00 Wita.
Dirut dan Pemred media online KORANTIMOR.com, FPL dan KDO yang dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya undangan klarifikasi dari Ditreskrimsus Polda NTT. Namun, keduanya mengaku belum tahu jelas apa maksud dan konteks undangan klarifikasi Ditreskrimsus Polda NTT terkait laporan dugaan pelanggaraan UU ITE tentang pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud laporan HARK.
“Isi Surat Undangannya tidak jelas. Berita yang mana? Atau konten mana yang mencemarkan nama baiknya (HARK)? Di media eletronik yang mana? Harus jelas, apakah di media online? WhatsApp? FB? Di Instagram kah? Atau youtube? Penyidik harus mampu membedakan antara media berita online dan media sosial (medsos). Jangan salah kaprah,” kritik FPL.
Karena isi Surat Undangan tidak jelas, lanjut FPL, pihaknya menolak untuk menghadiri undangan tersebut. “Kami tolak untuk hadir. Isi undangan klarifikasi itu harus jelas sehingga kami bisa mengetahui masalahnya dan mempertimbangkan secara hukum, apakah kami perlu hadir atau tidak? Karena kalau berkaitan dengan pemberitaan atau karya jurnalistik atau sengketa/delik pers, wartawan tidak bisa dijerat dengan Pasal-Pasal dalam KUHP atau UU ITE,” tandasnya.
FPL sangat menyesalkan minimnya pemahaman penyidik kepolisian terkait UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers terkait prosedur penyelesaian Sengketa Pers. “Kalau penyidik kepolisian tidak paham UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers, yah begini jadinya. Laporan Sengketa Karya jurnalistik dipaksakan untuk diproses dengan UU ITE. Bagi saya, baik yang melapor dan menerima serta memproses laporan pidana Sengketa Jurnalistik, sama-sama tidak paham,” kritiknya.
Hal senada juga dikatakan Pemred Koran Timor.Com, CDO. Menurutnya, jika yang dimaksudkan Ditreskrimsus Polda NTT terkait undangan klarifikasinya adalah terkait pemberitaan atau produk jurnalistik yang ditayang di media online korantimor.com yang mana HARK merasa dirugikan, maka harus diproses sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Mou (Nota Kesepahaman, red) Antara Dewan Pers dan Kapolri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 – Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
“Polda NTT wajib mengarahkan pelapor yaitu HARK (Dirut Bank NTT saat ini, red) untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Pers dan MoU tersebut. Bukan asal terima laporan sengketa pers lalu panggil wartawan dan diperiksa. Itu namanya kriminalisasi pers,” tegas CDO.
Sesuai MoU Kapolri dan Dewan Pers, papar CDO, sudah sangat jelas. “Ketika polisi mendapat pengaduan pidana terkait Sengketa Pers, maka tugas polisi adalah mengarahkan pelapor saudara HARK untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bukan lagi memaksakan kerangka pasal UU ITE untuk menyelesaikan Sengketa Pers,” tandas dua wartawan yang dikenal aktif memberitakan kasus dugaan korupsi di bank NTT. (SN /Tim)