Spiritnesia.Com, Jakarta – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menilai opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) kepada Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sikka Tahun 2021 hanyalah sebuah gimmick (trik) untuk menutupi kasus dugaan korupsi Dana Biaya Tak Terduga (BTT) pada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sikka Tahun 2021 senilai Rp.988.765.648, yang menyeret mama Bupati Sikka, Roby Idong dan sejumlah bawahannya.
Demikian pernyataan Koordinator TPDI, Petrus Selestinus, S.H dalam rilis tertulis kepada media ini pada Selasa (21/06/2022), mengkritisi opini WTP BPK RI kepada Pemda Sikka Tahun 2021.
“Opini WTP BPK RI NTT untuk Pemda Sikka patut diduga sebagai gimmick bagi Robi Idong, karena antara Opini WTP dan fakta-fakta temuan BPK bertolak belakang 180 derajat. Patut dipertanyakan siapa yang bayar siapa hingga Opini WTP yang kontroversial ini diterbitkan? Siapa yang menipu siapa? Ini jelas tidak memberikan pendidikan politik yang baik, membodohi masyarakat Sikka dan ASN di Sikka demi gimmick sesaat Robi Idong,” tulisnya.
Menurut Petrus Selestinus, opini WTP dari BPK kepada Pemda Sikka sulit diterima akal sehat jikalau di satu sisi ada temuan BPK RI yang menyatakan ada penyimpangan dan penyalahgunaan dana BTT sebesar Rp.988.765.648, tetapi di lain sisi ada opini WTP? “Dan mengapa Bupati Sikka Robi Idong menerima opini WTP Ini dengan sumringah? Ini hanya pas untuk permainan anak-anak TK (Taman Kanak-Kanak) guna mengecoh sesama anak-anak TK,” kritiknya.
Petrus Selestinus bahkan berpandangan, bahwa predikat WTP yang diberikan BPK RI Cabang NTT pada saat beberapa pejabat Pemda Sikka tengah menghadapi penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi sebagaimana dimaksud menimbulkan tanda tanya besar. Ia bahkan menduga predikat WTP lahir dari sebuah transaksi KKN antara Bupati Robi Idong atau orang yang berada di bawah tanggung jawabnya dengan oknum BPK untuk membranding Robi Idong menuju periode kedua Pilkada Kabupaten Sikka.
Petrus menegaskan, bahwa Bupati Roby Idong selaku Kepala Pemda Sikka yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola Keuangan Daerah menurut UU No.17 Tahun 2003, seharusnya menuntut BPK RI untuk menarik kembali opini WTP tersebut, mengingat adanya temuan-temuan penyimpangan dan penyalahgunaan Keuangan Daerah Kabupaten Sikka. Atau sebaliknya Robi Idong perlu dengan tegas meminta BPK membatalkan LHP BPK soal temuan penyimpangan penggunaan keuangan tersebut dengan alasan ada Opini WTP. Karena ini bakal menjadi bukti persekongkolan jahat di antara BPK dan Bupati Roby Idong.
“Karena antara opini WTP dengan temuan penyimpangan sebagaimana LHP BPK, tidak koheren bahkan bertentangan secara substantif,” tandasnya.
Lebih lanjut Petrus Selestinus mengungkapkan, bahwa pengakuan Bendahara BPBD Sikka soal penyimpangan penggunaan BTT senilai Rp.988.765.648 dengan alat bukti sejumlah kwitansi sangat memalukan. Karena Bupati Robi Idong (selaku penanggungjawab Pengelola Keuangan Daerah Kabupaten Sikka) dan sejumlah bawahannya (ajudan dan Kalak BPBD Sikka) diduga masuk dalam deretan penerima dana tersebut.
“Bendahara BPBD Sikka harus diapresiasi atas sikap jujur dan berani mengungkap hal-hal yang sesungguhnya dan untuk itu ia harus dilindungi oleh LPSK, DPRD Sikka, Kajari Sikka dan Polres Sikka agar Bendahara BPBD Sikka tidak diintimidasi dan diteror oleh siapapun juga,” pintahnya.
Petrus Selestinus selanjutnya meminta pihak Kejari Sikka, agar selain menyelediki dan atau menyidik kasus dugaan korupsi Dana BTT Kabupaten Sikka Tahun 2021, juga membuka perkara baru dan terpisah dugaan KKN pemberian Opini WTP bagi Pemda Sikka walau ada temuan BPK soal penyimpangan dan penyalahgunaan dana APBD Sikka.
“Dalam kasus korupsi Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin tidak akan kompromi, karena itu Kejaksaan Negeri Sikka tidak boleh bawa perasaan ewuh pakewuh ketika harus memanggil Robi Idong dkk., karena praktek mencuri uang rakyat secara bersama-sama dan berlanjut dibungkus dengan Opini WTP, sudah menjadi modus cari selamat yang sudah kuno, melukai rasa keadilan dan membohongi warga Sikka,” jelasnya.
Karena itu, lanjutnya, Kejari Sikka perlu memanggil Bupati Robi Idong dan Montero (ajudannya, red) untuk dimintai pertanggungjawaban secara pidana serta diperiksa. “Beri status tersangka jika ditemukan cukupĀ bukti keterlibatan atau peran mereka dalam kasus tersebut,” tegasnya lagi.
Pansus DPRD Sikka, sebut Selestinus, juga perlu fokus menggali kontroversi antara LHP BPK RI tentang temuan BTT TA 2021 dan sejumlah kasus dugaan korupsi lain yang sedang dalam tahap penyidikan Aparat Penegak Hukum/APH
dengan Opini WTP BPK terhadap Pemda Kabupaten Sikka Tahun 2021.
“Bila dalam investigasinya, Pansus DPRD menemukan indikasi Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), maka Pansus DPRD Sikka perlu merekomendasikan agar Opini WTP tersebut dibatalkan dan diproses secara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) oleh Kejari Sikka,” sarannya.
Bupati Sikka, Roby Idong yang dikonfirmasi wartawan tim media ini via pesan pesan WhatsApp/WA pada Rabu (22/06/2022) terkait hal tersebut tidak menjawab walau telah melihat dan membaca pesan WA wartawan. (Sn/tim)