Spiritnesia.Com, Jakarta – Kepolisian Daerah (Polda) NTT didesak untuk segera melanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Beras Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 yang dilaksanakan oleh PT. Flobamor dengan nilai sekitar 71,7 Milyar. Kasus tersebut telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan telah disupervisi lembaga anti korupsi tersebut.
Demikian desakan Ketua Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam siaran persnya yang diterima Tim Media ini via pesan WhatsApp/WA pada Selasa (14/6/22) kemarin. Menurutnya, Kapolda NTT, Irjen Pol. Setyo Budiyanto untuk melanjutkan proses penyelidikan (Lidik) kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid-19 yang dilaksanakan oleh PT. Flobamor.
“GRAK, Kompak dan Amman Flobamora telah mengadukan kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS ini ke KPK. Dan kami diberikan informasi oleh KPK melalui surat resmi bahwa kasus ini sedang dalam koordinasi dan supervisi KPK dengan Polda NTT. Namun, sampai sejauh ini belum ada progres berarti untuk proses hukumnya. Oleh karena itu, kami mendesak Kapolda NTT dapat melanjutkan atau membuka kembali penyelidikan kasus yang menjadi temuan BPK RI,” tandasnya.
Ia menjelaskan, kasus tersebut sempat dilidik oleh polda NTT pada pertengahan tahun 2021. “Dirut PT. Flobamor dan Kadis Sosial NTT sempat dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik Tipidkor Pokda NTT. Tapi tiba-tiba kasus ini tidak ada kelanjutannya, sepertinya hilang ditelan bumi,” ungkap Yohanes.
Untuk diketahui, bahwa adanya dugaan korupsi dalam pengadaan beras JPS Covid 19 ini merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan di Nusa Tenggara Timur tahun 2020 (IHPD NTT 2020) dan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Penanganan Pandemi Corona Virus Disease-2019 (covid-19) tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang (LHP BPK Nomor: 157/LHP/XIX.KUP/12/2020; Tanggal : 22 Desember 2020. Dalam Temuan tersebut, BPK RI membeberkan bahwa beras JPS Covid-19 yang diadakan dan dibagikan PT. Flobamor tidak sesuai dengan spesifikasi atau kualitas beras yang tertera dalam kontak. Pengadaan beras yang tertera dalam kontrak adalah beras kualitas premium (super, red). Namun diduga beras yang diadakan dan dibagikan PT. Flobamor adalah beras kualitas medium (menengah, red).
Jumlah pengadaan beras tahap 1 dan 2 adalah sebanyak 5.390.040 kg (4.651.440 kg + 738.600 kg), sehingga apabila beras yang didistribusikan tidak memenuhi kualitas premium maka terdapat potensi selisih harga beras premium dan medium pengadaan beras JPS senilai Rp.18.056.634.000,00 (Rp.3.350 × 5.390.040 kg) atau sekitar Rp 18 Milyar.
Berdasarkan ketentuan tentang harga eceran tertinggi (HET) beras di Provinsi NTT bulan November 2020 diketahui bahwa HET beras premium senilai Rp.13.300,00/kg. Sedangkan HET beras medium (setingkat di bawah beras premium) adalah senilai Rp. 9.950/kg, sehingga terdapat selisih harga minimal senilai Rp.3.350,00/kg.
BPK RI dalam LHP-nya mengungkapkan, PPK tidak melakukan pemeriksaan pekerjaan dan pengujian kualitas barang. Padahal sesuai ketentuan yang diatur dalam Surat Pesanan/SPK, PPK melaksanakan pemeriksaan terhadap kesesuain volume, waktu, kondisi dan fungsi dan hal lainnya. Berdasarkan wawancara dengan PPK, diketahui bahwa PPK tidak melakukan pemeriksaan pekerjaan selama proses pengadaan dan tahap akhir pekerjaan. Tim distribusi beras yang bertugas memeriksa kondisi beras yang disediakan oleh pihak ke tiga dari aspek kualitas dan kuantitas juga tidak melakukan tugasnya.
Selain itu, papar BPK RI, berdasarkan keterangan dari direktur PT. Flobamora (Agustinus Z. Bokotei, red) selaku penyedia, tidak melakukan pemeriksaan kualitas beras yang disalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di 22 kab/kota, baik di gudang penyalur maupun di titik distribusi selama tahapan pengadaan sebagaimana diatur dalam kontrak (SPK) dan Peraturan Gubernur NTT Nomor 56 tahun 2020 tanggal 17 September 2020 tentang petunjuk teknis pemberian JPS dampak COVID 19 di Provinsi NTT.
“Kami tidak tahu mengapa kasus ini tiba-tiba kasus ini sepertinya hilang ditelan bumi. Kami juga tidak tahu alasan mengapa kasus ini tidak diproses hukum lebih lanjut ketika Irjen Pol Lotharia Latif menjabat sebagai Kapolda NTT. Padahal pada waktu itu, Ditreskrimsus Polda NTT sempat mengeluarkan Surat Panggilan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT. Flobamor dan Kadis Sosial NTT untuk diperiksa,” beber Yohanes.
GRAK berharap kasus ini segera diselidiki kembali oleh Polda NTT di bawah kepemimpinan Bapak Irjen Pol. Setyo Budiyanto. “Kalau soal kasus korupsi, kapasitas dan kemampuan Kapolda NTT yang sekarang tidak diragukan lagi. Track record Beliau sebagai Koordinator Supervisi dan Direktur Penyidikan KPK tidak perlu diragukan lagi. Kita harap kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid-19 yang menjadi perhatian Bapak Presiden dan KPK ini dapat diusut tuntas dimasa kepemimpinan Beliau. Kami dukung penuh untuk itu,” tandas Yohanes.
Selain telah disupervisi KPK, Yohanes juga meminta agar kasus ini diselidiki kembali karena diduga kuat kasus ini ada kaitan dengan kasus dugaan percobaan pembunuhan terhadap jurnalis dan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowapem) NTT, Saudara Fabianus Latuan.
“Setahu saya, Kasus dugaan korupsi beras JPS Covid 19 ini pertama kali diangkat oleh saudara Fabi Latuan dan kawan-kawan sejak tahun 2020 lalu. Kasus dugaan korupsi ini mengindikasikan adanya ‘borok’ dalam pengelolaan PD. Flobamora selama masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat. Bukan menjadi rahasia lagi kalau jajaran direktur dan komisari PT. Flobamor adalah orang-orang ‘dekat’ pak gubenur”, ungkap Yohanes.
Pemberitaan tentang kasus dugaan korupsi pengadaan beras Rp 71,7 Milyar tersebut, kata Yohanes, menjadi awal perhatian para aktivis Anti Korupsi terhadap PT. Flobamor. Setelah itu, Fabian Latuan dkk juga memberitakan dugaan adanya deviden Rp 1,6 M yang tidak disetor PT. Flobamor.
Karena itu, Yohanes menduga, penyerangan/percobaan pembunuhan terhadap Fabian Latuan ada kaitannya dengan pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid oleh PT. Flobamor. “Saya menduga percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabian Latuan juga ada kaitannya dengan kasus ini,” katanya.
Terlepas dari dugaan-dugaan adanya kaitan kasus dugaan percobaan pembunuhan terhadap Fabi Latuan, papar Yohanes, tujuan terpenting dilanjutkannya Lidik kasus dugan korupsi pengadaan beras JPS Covid 19 tersebut adalah demi keadilan, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di NTT. “Kami harap Bapak Kapolda NTT dapat mengemban tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh komitmen. Salah satu tugas dan tanggungjawab yang harus dituntaskan adalah terkait kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS covid 19 oleh PT. Flobamor. Masyarakat NTT pasti mendukung Bapak,” tegas Yohanes. (SN/tim)