Spiritnesia.Com, Kupang – Suku Puhumaking sebagai pemegang hak ulayat di areal pembangunan rumah korban badai Seroja di Desa Saosina, Adonara-Flores Timur (Lamaholot) mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT untuk membatalkan proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM)/Hak Guna Bangunan (HGB) atau jenis sertifikat lainnya di atas lahan tersebut. Menurut Suku Puhumaking, pihaknya sebagai pemilik ulayat tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah dalam proses penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan tersebut.
Desakan itu disampaikan dalam surat bersifat penting dan segera kepada Kepala BPN Flotim di Larantuka, Nomor: 003/SP-PS/PUHUMAKING/Adonara, tertanggal 9 Mei 17 Mei 2022, Perihal : Permohonan Pembatalan dan Pembaharuan sertifikat tanah diatas Hak Ulayat Milik Suku Puhumaking di Wilayah adat Saosina Adonara-Lamaholot. Surat tersebut ditandatangani oleh MAHYUDIN ADAM Alias UDIN LAOT sebagai sulung Suku Puhumaking, pemilik hak ulayat suku.
“Kami mohon kepada Bapak berdasarkan kewenangan yang ada SEGERA MEMBATALKAN dan/atau MEMPERBAHARUI SELURUH SERTIFIKAT dimaksud di atas Hak Ulayat milik Suku Puhumaking,” tulis Suku Puhumaking dalam suratnya.
Menurut Suku Puhumaking, jika permohonan tersebut diabaikan dan BPN tidak menjalankan kewenangan yang ada maka apabila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama maka pihaknya sebagai pemilik ulayat tidak bertanggungjawab. “Namun menurut hukum dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Bapak wajib bertanggung jawab,” tandas Suku Puhumaking.
Suku Puhumaking mendesak Kepala Badan Pertanahan Nasioanl Kabupaten Flores Timur untuk segera menindaklanjuti permohonan tersebut demi keadilan hukum dan keadilan sosial bagi kami selaku Pemilik Hak Ulayat. “Karena sejak Leluhur kami hingga generasi kami saat ini, tidak pernah mengeluarkan atau menerbitkan Surat Pelepasan Hak Ulayat kepada setiap orangan” tandas Suku Puhumaking.
Dijelaskan, permohonan pembatalan dan pembaharuan Sertifikat Tanah yang dimaksud adalah pembatalan terhadap seluruh sertifikat yang diduga telah diterbitkan sebelumnya di wilayah hukum Adat Saosina yaitu wilayah Waiwerang dan sekitarnya maupun terhadap para korban banjir di Desa Saosina, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur oleh pihak badan pertahanan Nasional Kabupaten Flores Timur atau Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Suku Puhumaking memaparkan, menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalalm pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Pasal 2 Jo. Pasal 3 UU nomor 5 tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka selaku pemilik hak ulayat atau dalam bahasa lamaholot disebut Lewetanah Alapeng, patut kami tegaskan bahwa berdasarkan Hukum Adat Adonara-Lamaholot dan Amanat dari Leluhur, Dilarang Menjual Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam di wilayah hukum Adat Adonara-Lamaholot termasuk milik suku Puhumaking kepada setiap orang baik pribadi maupun Badan Hukum Milik Negara Republik Indonesia atau swasta.
“Bahwa agar diketahui oleh Bapak Hak Ulayat Milik Suku Puhumaking di wilayah hukum Adat Saosina adalah Waiwerang dan sekitarnya, sebelah timur berbatasan langsung dengan Hak Ulayat Milik Suku Inguliman yang dibatasi dengan jembatan Hitam atau dalam Bahasa Lamaholot disebut GOT MITENENG,” tulis Suku Puhumaking.
Sesuai Amanat dari Leluhur, lanjut Suku Puhumaking, terhadap setiap orang yang datang, tinggal dan menetap di wilayah hukum Adatnya, akan diberikan sebidang tanah untuk ditempati, namun wajib mengikuti Mekanisme dan Prosedur Hukum Adat kami yang telah ditetapkan dan disahkan secara Hukum Adat Adonara-Lamaholot oleh Para Leluhur kami terdahulu yang berada di Tanah Adonara-Lamaholot selaku pemilik hak ulayat atau Lewotanah Alapeng.
“Bahwa oleh karena hukum baik hukum adat adonara-lamaholot maupun hukum positif negara RI, maka terhadap seluruh sertifikat tanah yang telah diterbitkan atau sementara dalam proses berupa hak milik, hak guna bangun, hak guna usaha, hak pakai dan hak garap kepada setiap orang wajib dibatalkan dan/atau diperbaharui dengan melibatkan kami pemilik hak ulayat atau dalam bahasa lamaholot disebut lewotanah alapeng,” tegas Suku Puhumaking.
Tak Boleh Terbitkan Sertifikat Tanah
Salah satu pemegang kuasa hak Ulayat Suku Puhu Making, Lamber Lakang Nara kepada Tim Media ini di Kupang mengatakan, Suku Puhumaking tidak menjual lahan Ulayat tersebut. Pihaknya hanya ingin ada pengakuan dari pemerintah atas hak Ulayat Suku Puhumaking.
“Kami tidak jual tanah ulayat Suku Puhumaking. Jadi pemerintah jangan percaya kalau ada pihak tertentu yang menjual lahan tersebut. Kami perbolehkan untuk bangun rumah dan tinggal tapi atas persetujuan suku Puhumaking. Tapi kami minta agar BPN tidak menerbitkan sertifikat tanah dari perumahan tersebut. Biarkan lahan tersebut tetap menjadi hak Ulayat Suku Puhumaking,” tandasnya.
Hal senada juga ditegaskan pemegang kuasa Ulayat Suku Puhumaking lainnya, Bapak Laot Pitrat yang dihubungi pertelepon pekan lalu. Menurutnya, pemerintah Kabupaten Flotim dan BPN harus menyelesaikan masalah lahan tersebut agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
“Kita tidak ingin timbul masalah dan pertumpahan darah di kemudian hari. Karena itu masalah ini harus disekesaikan” tegasnya.
Informasi yang dihimpun tim media ini, lokasi di Saosina tersebut akan dibangun sebanyak 195 unit rumah tipe 36 oleh Pemerintah Pusat. Luas tanah 108 meter persegi untuk korban badai Seroja di Adonara. Permukiman itu dilengkapi sanitasi komunal, jaringan air bersih, listrik, jalan lingkungan dan balai warga serta siap untuk dihuni.
Secara keseluruhan, di Kabupaten Flores Timur dibangun sebanyak 300 unit di tiga lokasi antara lain di Oyang Barang (50 unit), Saosina (195 unit) dan Nelelamadike (55 unit). (SN/tim)