Kategori
Berita Daerah

Para Pemegang Saham Ditantang Mantan Dirut Bank NTT Untuk Laporkan Kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH

Spiritneisa.com, Kupang – Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, IR siap diproses hukum dan ditangkap oleh Polda NTT, Kejati NTT dan KPK bila terbukti terlibat  kasus dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Bahkan IR menantang para pemegang saham untuk membuat laporan resmi tentang kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH), baik ke kepolisian, kejaksaan maupu KPK agar masalah tersebut menjadi terang benderang.

Demikian pernyataan resmi IR dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Sabtu (30/07/2022), menanggapi pernyataan pemegang saham seri B Bank NTT, Amos Corputy (29/07/22) yang mendesak APH segera menangkap IR selaku mantan Dirit bank NTT dan JJ selaku Komut BANK NTT terkait kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar.

“Saya siap diproses hukum, bila perlu tatangkap. Kalau Kepolisian, Kejaksaan atau KPK RI menemukan bukti keterlibatan saya dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.  Sebagai warga negara yang taat hukum,  tentu saya bersedia dan siap memberi keterangan kepada APH agar masalah ini bisa jadi terang benderang,” tulisnya.

Izak Rihi menjelaskan, dirinya mendukung niat para Pemegang Saham Bank NTT sesuai Pasal 62 dan Pasal 97 UU  Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT), untuk secara resmi  melaporkan dugaan tindak pidana perbankan dan atau dugaan tindakan pidana korupsi yang diduga dilakukan para pengurus Bank NTT dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

“Pemegang saham jangan hanya bicara di media, silahkan laporkan saja kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH. Kalau memang saya terlibat, silahkan APH proses hukum dan tangkap saya,” tantangnya.

Tidak hanya itu, IR juga menantang para pemegang saham untuk  juga melaporkan kasus Pembelian MTN PT.  SNP Rp 50 M. “Kasus Pembayaran Honor  Komisaris Bank NTT sebagai Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah dan menjadi polemik di masyarakat serta diduga telah merugikan uang perusahaan/negara. Laporkan juga kasus-kasus lainnya di Bank NTT, antara lain kasus 669 kredit fiktif senilai Rp 13,4 M yang merupakan temuan OJK NTT,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (29/07/22), Pemegang Saham Seri B PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT, Amos Corputy meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menangkap dan memproses hukum Mantan Direktur Utama Bank NTT, IR dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait kredit Fiktif Rp 100 Milyar hasil take over Bank NTT dari Bank Artha Graha untuk budidaya sapi bali.

Permintaan tersebut disampaikan Amos Corputy kepada tim media ini pada Jumat (29/07) terkait Kredit PT Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Menurut Corputy, Mantan Dirut IR dan Komut JJ adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pencairan kredit PT. Budmas Pundinusa Rp 100 Milyar yang diduga fiktif.

“Saya sebagai salah satu pemegang saham Seri B mengharapkan agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian segera turun tangan. Segera tangkap dan periksa mantan Direktur Utama Bank NTT, IR sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dan Saudara Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang tugas utamanya bidang pengawasan,” tulis Amos Corputy terkait dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

Corputy mempertanyakan pelaksanakan tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris Bank NTT terhadap pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budimas Pundinusa.

Corputy meminta para Pemegang Saham Bank NTT untuk mengambil tindakan dengan memberhentikan seluruh Dewan Komisaris karena tidak becus menjalankan tugasnya.

Investigasi Tim Media ini menemukan, PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Penilaian tersebut terungkap dalam Pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono,

Menurut Minggu, Ir. Arudji Wahyono adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar. Ketiga jenis kredit tersebut dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga.

Berdasarkan Investigas Tim Media ini, diduga ada rekayasa fiktif dalam pemberian kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. Namun ternyata, angsuran tersebut bukan angsuran pokok tap hanya bunga kredit. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

Penangkapan Para Pelaku Percobaan Pembunuhan Wartawan Pintu Masuk Usut Dugaan Korupsi di PD Flobamor

Spiritnesia.Com, Kefamenanu – Lembaga Advokasi Anti Kekerasan Masyarakat Sipil (Lakmas) Cendana Wangi (CW) menilai, bahwa tertangkapnya para pelaku (preman orderan alias preman suruhan, red) percobaan pembunuhan Wartawan media online Suaraflobamora.Com, Fabianus Paulus Latuan (FPL) merupakan momentum bagi Aparat Penegak Hukum (KPK, Kejati NTT, Polda NTT) untuk sigap mengusut adanya dugaan korupsi di Perusahaan Daerah (PD) PT. Flobamor.

Demikian pernyataan tertulis Ketua Lakmas, Viktor Manbait yang diterima tim media ini pada Sabtu (07/05/2022).

“Peristiwa percobaan pembunuhan terhadap wartawan dan Pemimpin Redaksi (Pemred) Suaraflobamora.Com  Fabi Latuan yang sedang melakukan investigasi dan memberitakan dugaan korupsi  pada Perusahaan Daerah PT. Flobamor, menjadi momentum bagi Aparat Penegak Hukum di Daerah NTT (Kejati NTT dan Polda NTT serta KPK, red) untuk memberikan perhatian serius  yaitu meresponsnya dengan segera melakukan penyelidikan dugaan korupsi tersebut,” tulisnya.

Menurutnya, sudah menjadi rahasia umum di Indonesia kalau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan  Usaha Milik Daerah (BUMD) selalu menjadi banjakan politik dalam melanggengkan kekuasaan.

“Sudah menjadi rahasia umum bagi penguasa mendistribusikan  tim suksesnya dalam manejemen BUMN dan BUMD, tidak saja sebagai bentuk terima kasih, bahkan di banyak kasus yang sudah terungkap, BUMN dan BUMD menjadi ATM . Sehingga tidak heran, BUMN dan BUMD yang hakikatnya menjadi salah satu tonggak penopang ekonomi Nasional maupun Ekonomi Daerah justru menjadi beban Negara dan beban Daerah karena dukungan milyaran dana bagi beroperasinya BUMN dan BUMD hanya mendatangkan kerugian dan menjadi beban anggaran daerah,” jelasnya.

Viktor menjelaskan, bahwa Perusahaan Daerah PT. Flobamor sudah berusia puluhan tahun tidak pernah terdengar memberikan sumbangan berarti  dalam mendongkrak Pendapatan Asli Daerah NTT. Atau setidaknya menunjang Ekonomi Daerah NTT. “Tetapi justru menjadi tempat/lahan subur tumbuhnya bibit korupsi sebagaimana yang pernah terjadi pada era sebelumnya dan sepertinya berulang lagi di era ini,” ujarnya.

Untuk itu, kata Viktor, Kejati NTT atau Polda NTT harus bergerak cepat merespons temuan BPK tersebut, sehingga PD Flobamor dapat diselamatkan dan disehatkan.

“Motif para pelaku percobaan pembunuhan tentunya tidak berdiri sendiri, itu mestinya bisa disinergikan  dengan proses pengungkapan dugaan tindak pidana korupsi pada Perusahaan Daerah tersebut. “Ini menjadi titik penting, penyehatan Perusahaan Daerah, mengingat saat Ini ada puluhan Perusahaan Daerah di Kabupaten Kota juga yang terus menjadi Beban Daerah dan menjadi tempat tumbuh suburnya korupsi,” tegasnya lagi. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal

Spiritnesia.Com, Jakarta – Kekerasan fisik dan verbal yang sering diperhadapkan terhadap penggiat anti korupsi dan jurnalis di NTT merupakan strategi untuk membungkam peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi di NTT. Termasuk dengan cara-cara intimidatif yang dimainkan oleh pihak yang berkepentingan dengan kroni-kroni dalam kekuasaan.

Tipologi korupsi di NTT sudah terbangun dengan pola saling menyandera untuk saling melindungi. Oleh karena itu, ketika ada tindakan kekerasan terhadap wartawan dan pegiat anti korupsi, Fabi Latuan yang kritis terhadap KKN di lingkaran dalam kekuasaan, maka sulit rasanya pelaku diungkap tuntas secara hukum.

Ini juga semakin memperlihatkan sebuah fenomema, dimana korupsi di lingkaran pusat kekuasaan tidak boleh dikontrol atas nama dan dalam bentuk apapun. Dan jika coba-coba dikontrol, akan berhadapan dengan cara kekerasan. Dan kekerasan itu akan menjadi berita menarik untuk menutup isu korupsi yang sedang disorot.

Upaya Pengalihan Isu Korupsi
Gambaran pembungkaman terhadap peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi, terutama pegiat anti korupsi dan wartawan nampak jelas dari lambannya Polisi melakukan tindakan kepolisian di TKP. Terutama mengungkap siapa saja pelaku dan dalangnya. Jangan sampai publik hanya dijanjikan sekedar pemanis di bibir.

Di lihat dari locus dan tempus delictinya, maka peristiwa penganiayaan atau percobaan pembunuhan yang menimpa Jurnalis Fabi Latuan di halaman Kantor PD Flobamor, usai mengikuti jumpa pers pada 26/4/2022 dengan jajaran Direksi dan Komisaris PD Flobamor diduga terhubung materi klarifikasi dugaan korupsi itu sendiri.

Karena yang mengklarifikasi isu korupsi terkait LHP BPK RI tentang Deviden Rp1,6 milyar PD Flobamor yang disebut-sebut tidak disetor ke Pemprov NTT adalah Direksi dan Komisaris. Karena itu, Direksi dan Komisaris PD Flobamor pun harus diproses untuk dimintai pertanggung jawaban secara pidana atau setidak-tidaknya memulihkan hak-hak Fabi Latuan.

PD Flobamor Harus Melindungi
Peristiwa nahas menimpa wartawan Fabi Latuan usai mengikuti klarifikasi dari PD Flobamor saat hendak keluar dari area parkir PD Flobamor. Ia dianiaya oleh sekelompok orang bercadar hingga babak belur tanpa diketahui siapa pelakunya.

Padahal Wartawan Fabi Latuan sebagai pihak yang mengkonstatir dugaan korupsi dana deviden PD Flobamor Rp 1,6 Milyar untuk Pemprov NTT, kemudian diundang untuk mendapatkan klarifikasi. Menurut UU, Fabi Latuan harus mendapat perlindungan hukum, karena melakukan peran serta dalam mengungkap dugaan korupsi.

Apa yang dialami Fabi Latuan cerminan sikap sebagian Penyelenggara Negara yang anti terhadap kontrol publik, lantas menggunakan kekerasan sebagai alat untuk mempertahankan ladang korupsi. Ini juga pertanda setiap rezim yang berkuasa pola korupsinya ikut berubah bahkan bermetamorfosa termasuk cara mengamankan korupsi.

Karena itu, kasus Fabi Latuan menjadi ujian bagi Kapolda NTT, Irjen Pol Setyo Budiyanto yang mantan adalah Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Apakah memilih mendahulukan penyidikan penganiayaan dan mengesampingkan kasus dugaan korupsinya atau kedua-duanya harus diungkap, mengingat dua-duanya penting dan harus dicari benang merahnya. Apakah terkait aktivitas Fabi Latuan sebagai pegiat anti korupsi atau tidak.

Karena itu, Kapolda NTT, Irjen Pol Setyo Budiyanto harus tampil elegan memastikan apakah ada korupsi di PD Flobamor. Jika saja ya, maka harus dicari apakah penganiayaan ini adalah bagian dari upaya pihak tertentu untuk menghalangi pengungkapan korupsi secara dini.

Publik sudah mengultimatum Polda NTT untuk segera mengungkap identitas pelaku dan intelektual dadernya dan segera menangkapnya. Jika tidak, maka Polisi bisa dinilai sebagai bagian dari penggunaan kekuatan untuk mempertahankan pola korupsi yang ada di NTT, yaitu saling menyandera untuk saling melindungi.

Petrus Selestinus, S.H., MH, Koordinator TPDI & ADVOKAT PERADI