Spiritnesia.Com, Kupang – Penggunaan dana Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2021 (dana Pemberdayaan Ekonomi Nasional/PEN) senilai Rp 76.784.950.029,93,- (tujuh puluh enam miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta dua puluh sembilan ribu sembilan puluh tiga sen) diduga disalahgunakan alias digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya (untuk pembangunan jalan, embung, dan SPAM) sesuai kontrak antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).
Hal itu menjadi sorotan Partai Amanat Nasional (FPAN) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) pada Pendapat Akhir Fraksinya terhadap Tanggapan Gubernur NTT terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) NTT Tahun Anggaran (TA) 2021 pada Senin (20/6/22) lalu.
“Sehubungan dengan Pemanfaatan Pinjaman PEN yang tidak sesuai dengan Akta Perjanjian Kredit PT. SMI sebesar Rp 76.784.950.029,93,- (tujuh puluh enam miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta dua puluh sembilan ribu sembilan puluh tiga sen) Fraksi PAN menegaskan, Pemprov NTT segera mencari dana penggantinya,” ujar Sekretaris FPAN, Sayful Sengaji, ST (dari Dapil Flotim, Lembata, Alor) sekaligus Juru Bicara Fraksi.
Jika dana Pinjaman Daerah (Pinjaman PEN) ini tidak diganti oleh Pemprov, lanjut FPAN, maka PT. SMI akan memotong anggaran dari proyek-proyek yang sedang dilaksanakan hingga tahun 2022. “Jika dana Pindajam Daerah dan Pinjaman PEN ini tidak diganti oleh Pemprov maka akan ada ruas jalan, embung atau SPAM seperti yang tercantum dalam Akta Perjanjian Kredit dengan PT. SMI No. PERJ-12-7/SMI/0821, yang akan terancam tidak diselesaikan,” tulis FPAN.
Oleh karena itu, Fraksi PAN DPRD NTT meminta kepada Pemprov agar membuat laporan tersendiri tentang Pinjaman Daerah kepada DPRD. “Baik tentang pinjaman Bank NTT dan Pinjaman Reguler PT. SMI Tahun 2020 maupun pinjaman PEN pada PT. SMI tahun 2021, khususnya yang berhubungan dengan pencairan, pemanfaatan, progress fisik dan keuangan kegiatan yang dibiayai, pengembalian pokok pinjaman dan bunganya,” tandas Sengaji.
Selain itu, Fraksi PAN juga meminta untuk memberikan kepada DPRD dokumen yang berkaitan dengan Akta Perjanjian Kredit dengan Bank NTT dan PT. SMI. “Baik Pinjaman Reguler maupun Pinjaman PEN dan Adendumnya agar dapat diikuti dengan baik oleh DPRD,” pinta FPAN dalam Pendapat Akhir yang ditandatangani oleh Ketuanya, Rambu K.A. Praing, S.Farm (dari Dapil Sumba).
Hal senada juga disorot oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPRD NTT dalam Pendapat Akhirnya. “Temuan BPK RI Perwakilan NTT memperlihatkan Pemerintah tidak disiplin dalam memanfaatkan dana pinjaman sebesar Rp 76.784.940.029 yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukan penggunaan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujar Jubir FPDIP, Adoe Yuliana Elisabeth, S. Sos (dari Dapil Kota Kupang).
Fraksi PDIP dalam Pendapat Akhir yang ditandatangani oleh Ketua Fraksi, Yunus Takandewa, S. Pd (dari Dapil Sumba, red) dan Sekretaris, Emanuel Kolfidus (dari Dapil Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, red), temuan BPK RI tersebut harus menjadi perhatian serius Pemprov NTT. “Ini menjadi catatan dan peringatan serius bahwa disiplin pengelolaan keuangan daerah harus kembali ditegakkan,” tandas politisi yang biasa disapa Lili Adoe.
Fraksi PDIP menguraikan, pencapaian Pembiayaan Daerah masih jauh dari target. Menurut Fraksi Banteng Moncong Putih, pembiayaan dalam APBD TA 2021 hanya mencapai 25,91 persen atau sebesar Rp 258.865.991.150 (dua ratus lima puluh delapan miliar, dalapan ratus enam pulu lima juta sembilan ratus sembilan puluh satu ribu seratus lima puluh rupiah).
“Ini harus menjadi percermatan pemerintah, sekali lagi berkaitan dengan rasio kemampuan keuangan daerah. Pada titik ini, profesionalitas penggunaan dana Pinjaman Daerah (dana PEN) merupakan syarat mutlak secara khusus pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menggunakan dana pinjaman,” tandas Lili Adoe.
Menurut Fraksi PDIP, dana Pinjaman Daerah merupakan suatu berkah, tetapi dapat menjadi suatu beban berat jika tidak digunakan secara tertib dan bertanggungjawab. “DPRD dan pemerintah tentu tidak ingin meninggalkan suatu beban sejarah untuk masyarakat NTT, berkaitan dengan geliat pinjaman daerah dan penggunaannya,” tegas Lili Adoe. (SN/tim)