Kategori
Berita Daerah

Pegiat Anti Korupsi Pertanyakan Kinerja OJK dan Kejati NTT Terkait Kasus MTN Rp 50 M Bank NTT

Spiritnesia.Com, Jakarta – Pegiat Anti Korupsi yang tergabung dalam organisasi Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN Flobamora) dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK Indonesia) mempertanyakan kinerja lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dinilai gagal mengawasi aktifitas bisnis perbankan Bank NTT, dalam pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP dengan cupoun rate 10% atau senilai Rp 10,5 Milyar, yang menyebabkan total kerugiaan negara dan daerah senilai Rp 60,5 Milyar. Pegiat anti korupsi juga mempertanyakan kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT dalam penanganan kasus tersebut yang hingga hari ini tanpa hasil.

Demikian disampaikan Ketua AMMAN Flobamora, Roy Watu Pati dan Ketua GRAK, Gabrial Goa dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Sabtu (23/04/2022) terkait kasus gagal bayar MTN Rp 50 Milyar oleh PT. SNP kepada Bank NTT.

“Sebagai masyarakat NTT yang peduli pembangunan bumi Flobamora, patut kita menggugat kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas bisnis perbankan Bank Daerah tersebut yang kecolongan bahkan kita nilai gagal mengawasi dugaan praktek korupsi dalam proses pembelian MTN Rp 50 Milyar itu. OJK bahkan bersikap masa bodoh terhadap dugaan adanya keterlibatan sejumlah oknum dalam kasus tersebut yang hingga saat ini masih bercokol ditampuk kepemimpinan bank NTT. Lalu Aparat Penegak Hukum/APH, khususnya Kejati NTT yang menangani  kasus tersebut juga seakan ‘macan ompong’ tanpa power untuk mengusut oknum yang diduga bertanggungjawab atas kasus tersebut,” tulis duo aktifis anti korupsi itu.

Menurut Roy dan Gab,  jika mempelajari kronologi pembelian surat hutang tersebut secara teliti, publik akan menemukan secara jelas, bahwa pembelian MTN Rp 50 Milyar bank NTT dari PT. SNP terdapat pelanggaran paling fundamental untuk sebuah proses investasi yaitu tidak adanya uji kelayakan investasi sebelum melakukan investasi. Padahal, uji kelayakan sangat berguna agar Managemen Bank mengetahui bagaimana kemampuan calon debiturnya dan bank mesti memiliki keyakinan berdasarkan hasil penilaian terhadap debiturnya atau yang di kenal dengan istilah due dilligence.

“Bagaimana bisa pembelian MTN bernilai fantastis yakni Rp 50 M tidak memiliki studi kelayakan atau due diligence . Halo OJK & APH (Kejati NTT, red) bagaimana pendapatmu? Bank NTT juga tidak melakukan checking apakah PT. SNP memiliki pinjaman pada bank lain atau tidak? Sebagai pembanding, untuk memberikan kredit kepada ASN yang gajinya sudah pasti melalui bank NTT saja, wajib dilakukan checking apakah calon debitur memiliki pinjaman pada bank lain atau tidak yang dikenal dengan istilah SLIK (Sistim Layanan Informasi Keuangan). Adalah fakta bahwa PT. SNP memiliki rekening pinjaman pada bank lain tidak terendus. Ini kelalaian atau kesengajaan? Halo OJK & APH tolong ini dicheck ke bank NTT, apakah ini taat aturan atau tidak?” kritiknya.

Duo pegiat anti korupsi itu juga menjelaskan, pembelian MTN Rp 50 Milyar merupakan aktifitas investasi yang diduga tanpa dasar kebijakan tertulis sebagai instrumen investasi. Yang dimiliki bank NTT (saat itu atau saat pembelian MTN Rp 50 M, red) adalah kebijakan Penempatan Uang Antar Bank (PUAB). Bank NTT kala itu  juga belum memiliki kebijakan penempatan uang pada bank. PT. SNP pun bukan lembaga keuangan bank. Pertanyaannya, bagaimana mungkin bank NTT bisa nekat melakukan investasi yang belum didukung dengan kebijakan internalnya sendiri?

“Halo OJK & Kejati NTT dimana kalian? Pembelian MTN itu tidak masuk dalam rencana bisnis bank, padahal  OJK mewajibkannya melalui POJK Nomor 5 /POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Bab II tentang cakupan rencana bisnis pasal 11 Rencana pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f paling sedikit meliputi: 1)Rencana penghimpunan dana pihak ketiga; 2)Rencana penerbitan surat berharga; 3)Rencana pendanaan lainnya,” kritiknya lagi.

Menurut Gab dan Roy, pelanggaran yang lain terkait proses pembelian MTN Rp 50 Milyar yaitu PT. Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk   mengetahui   alamat   kantor   dan   mengenal lebih jauh atas pengurus/manajemen PT. SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT. SNP baru terjadi setelah PT. SNP mengalami permasalahan gagal bayar. “Halo OJK dan Kejati NTT mengapa ini dibiarkan? Halo OJK dan Kejati NTT apakah bank boleh demikian?” ujar Roy dan Gab.

Berikut, kata Roy dan Gab, PT Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak pembelian MTN. “Hallo Kejati NTT dan OJK, dimana kalian ketika melihat audit BPK yang terang benderang seperti ini?” tanya mereka.

Berikut para pegiat anti korupsi itu menguraikan kronologi penerbitan MTN yang berujung macet alias gagal bayar.
1)Tanggal 22 Maret tahun 2018 , Bank NTT melakukan penempatan dana dalam bentuk pembelian Medium Term Note (MTN) / surat berharga jangka pendek dari PT. SNP (Sunprima Nusantara Pembiayaan). Penempatan dana non bank yang dilaksanakan oleh PT Bank NTT pada tahun 2018 dalam bentuk pembelian MTN senilai Rp 50 miliar, dengan coupon rate 10,55% selama 2 tahun dengan rincian sebagai berikut:

2)Tanggal 02 Mei 2018 , PT. SNP Finance mengajukan permohonan pailit , melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikabulkan oleh PN Jakpus pada tanggal 4 Mei 2018.

3)Pada tanggal 23 Mei 2018, bank NTT menunjuk Advokat dan konsultan hukum pada kantor ANC & Co. advocate & solicitor sesuai dengan surat kuasa Nomor 19/DIR/VI/2018 untuk mewakili dan atau mendampingi dan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana maupun perdata dalam kasus PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Piutang) PT SNP.

4)Tanggal 31 Oktober 2018, PT. Bank NTT melakukan proses hapus buku MTN dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) MTN Rp 7,62 miliar.

5)Tanggal 21 Desember 2018, selanjutnya mengajukan surat persetujuan SOP Hapus Buku Surat Berharga kepada Dewan Komisaris PT Bank NTT dengan surat Direktur Pemasaran Dana nomor 605/DIR-DTs/XII/2018 .

6)Tanggal 26 Desember 2018 , Komisaris Utama melalui surat nomor 134/DK Bank NTT/XII/2018 menyetujui permohonan SOP Hapus buku yang di ajukan oleh Direktur Pemasaran Dana .

7)Tanggal 28 Desember 2018, Divisi treasury PT. Bank NTT mengusulkan penghapusbukuan Surat Berharga MTN PT. SNP dengan membentuk CKPN kedua senilai Rp42.372.533.584,00.

8)Tanggal 31 Desember 2018 ,Direksi PT. Bank NTT menyetuji usulan Penghapus bukuan tersebut dengan Surat Keputusan nomor 147 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Penghapus Bukuan Surat berharga Tahun Buku 2018 atas MTN PT. SNP senilai Rp50 miliar.

9)Tanggal 4 Januari 2020  BPK Melakukan audit pada Bank NTT. Salah satunya BPK merekomendasika kepada:
a)Dewan  Komisaris  dalam  RUPS  agar  meminta  Jajaran  Direksi  PT. Bank  NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT. SNP senilai Rp 50.000.000.000,00, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan
b)Direktur Utama agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence. (SN/tim).