Spiritnesia.com, Kupang – Sekertaris daerah (Sekda) Provinsi NTT, Domu Warandoy mengatakan, keterlibatan PT Flobamor dalam mengelola TN Komodo dan Pulau Padar didasari Memorandum of Understanding (MoU) bersama Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
Menurutnya, PT Flobamor yang merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemprov NTT diberikan kepercayaan untuk mengelola secara profesional dan bertanggung jawab terhadap konservasi TN Komodo dan Pulau Padar.
“Sehingga bisa memberi harapan dan memberikan positif dalam mendorong kepercayaan masyarakat dari konservasi yang didambakan. Dengan begitu, tujuan pariwisata berbasis konservasi, bukan hanya sumber daya manusia melainkan juga sarana dan prasarana,” kata Sekda Domu Warandoy saat membacakan sambutan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dalam Pertemuan Bakohumas IV Lingkup Pemprov NTT yang dilaksanakan oleh Biro Administrasi Pimpinan Sekretariat Daerah Provinsi NTT di Hotel Ima, Kota Kupang, Kamis (11/08/2022).
Sekda Domu mengatakan, pada akhir bulan November 2021 lalu, dilakukan MoU antara Pemerintah provinsi NTT dengan Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) untuk mengelola TN Komodo.
“Ada salah satu pasal dalam MoU itu yang menyebut Pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur dapat memberi kewenangan kepada BUMD untuk melakukan pengelolaan dan MoU dengan KLHK. Tetapi wajib hukumnya untuk membuat Perjanjian Kerja Sama (PKS), kemudian rencana pelaksanaan program, dan kegiatan tahunan. Semua itu sudah dibuat,” katanya.
Karena itu, kata dia, pemerintah provinsi NTT menetapkan PT Flobamor untuk mengelola TN Komodo.
“Ada MoU-nya. Pemprov NTT dapat memberikan kepada BUMD untuk mengelola,” katanya.
Ia mengatakan kenaikan tarif masuk TN Komodo semata hanya untuk melakukan konservasi. Itu merupakan salah satu upaya pemerintah untuk berfokus pada perlindungan spesies dari kepunahan dan pemulihan habitat. Karena itu Komodo mesti harus terus dilakukan konservasi.
Menurutnya, keputusan konservasi terhadap TN Komodo, telah diawali dengan proses dan penelitian ilmiah yang matang dan mendalam serta analisis akademik oleh pakar dari berbagai Universitas terkemuka di Indonesia.
“Yang mempertimbangkan banyak aspek. Pemerintah provinsi NTT meminta para ahli dan akademisi untuk melakukan kegiatan, sehingga dari hasil kajian itu memberikan rekomendasi kepada pemerintah provinsi untuk membatasi jumlah kunjungan di dua pulau yaitu TN Komodo dan Padar,” katanya.
Ia menegaskan, kebijakan penerapan konservasi TN Komodo adalah sebuah upaya konstruktif yang sebenarnya bukan untuk kepentingan konservasi saja, tetapi berdampak positif bagi pemerintah daerah. Baik usaha lokal maupun warga lokal.
Kata dia, Komodo adalah termasuk harta paling mahal, karena itu membutuhkan perawatan yang mahal pula. Kemahalan tersebut tidak hanya dalam hal biaya konservasi, tetapi membutuhkan kesadaran dan kerelaan kita semua untuk menjaga lingkungan hidup sebagai habitat komodo.
“Upaya konservasi adalah karena komodo termasuk harta yang paling mahal. Jika jumlah kunjungan lebih dari nilai maksimal akan menyebabkan jasa ekosistem berkurang. Sebagai contoh perubahan tingkah laku komodo secara genetik,” pungkasnya.
Hadir pada kesempatan itu Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT, Sonny Libing, Direktur Operasional PT Flobamor, Abner Ataupah, ASITA, Kadin, Unsur Forkompinda NTT,dan para pelaku Pariwisata.(*)