Kategori
Berita Daerah Ekonomi Kriminal

Diduga Pegawai Bank NTT Cabang Soe Lakukan Mafia Uang Nasabah Kredit KUR 

Spiritnesia.com, TTS – Praktisi Hukum sekaligus Pemerhati Masalah Sosial TTS, Ampera Seke Selan, SH., MH. Menduga Pegawai Bank NTT Cabang Soe menggelapkan uang Nasabah KUR sebesar 180 Juta rupiah. Nasabah melakukan pinjaman 20 juta dengan jaminan sertifikat tanah namun pegawai Bank melakukan transaksi 200 juta dan ia gelapkan 180 juta.

 

Demikian disampaikan oleh Ampera Seke Selan Pemerhati Sosial TTS pada hari Jumat, 12/08/2022 di sekitaran Desa Tublopo.

 

” Saya minta Kepala Cabang Bank NTT Soe harus bertanggung jawab penuh terkait proses transaksi perbankan yang merugikan nasabah KUR atas nama Debby E. Talan yang melakukan pinjaman 20 juta tetapi transaksi 200 juta. Diduga Pegawai atas nama AK gelapkan 180 juta,” jelas Praktisi Hukum itu.

 

Menurutnya pihak Bank harus bertanggung jawab atas tindakan oknum AK pegawai Bank NTT Cabang TTS,  Ampera meminta pihak Bank harus ditindak sesuai aturan berlaku. Praktisi Hukum sekaligus Pemerhati Masalah Sosial TTS Ampera Seke Selan juga meminta Penyidik Polres TTS untuk ditindak lanjuti laporan yang sudah masuk itu, jelasnya.

 

Lanjutnya hal ini diketahui saat Debby Talan melaporkan AK dan DN ke Polres TTS terkait kasus penipuan tersebut. Laporan Polisi dengan nomor: STTLP/B/09/I/2022 Polres TTS Polda NTT, jelasnya

 

Pada tempat berbeda Debby E. Talan kepada tim media ini bahwa dirinya telah ditipu oleh pegawai Bank NTT Cabang Soe yakni AK dan DN karena sebagai nasabah peminjam uang yang bekerja sama dengan Bank NTT dirinya ingin pergi ke Bank NTT untuk mengurus administrasi namun ditahan oleh AK selaku pegawai Bank NTT dengan berkata “sonde (tidak) usah Pi (pergi) biar saja saya yang urus kebetulan saya pegawai Bank NTT Cabang Soe yang mengurus pinjaman,” ucap Debby Talan mengulang kata-kata AK Pegawai Bank NTT itu.

 

Demikian disampaikan oleh Debby Talan kepada media ini di kediamannya di RT/RW 011/006/ Desa Tublopo, Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur pada hari Sabtu, 06/08/2022.

 

“Semua berkas administrasi saya serahkan kepada AK dengan nominal pinjaman Rp. 20.000.000 dengan sertifikat tanah sebagai jaminan, namun setelah saya menerima surat dari Bank ternyata nominalnya Rp. 200.000.000 (dua ratus juta) padahal saya meminjam 20. 000.000 (dua puluh juta), karena merasa tertipu maka saya langsung ke Polres TTS untuk melaporkan ke- 2 orang itu,” bebernya.

 

Menurut Debby Talan bahwa dirinya sudah mengajukan keberatan dan penolakan atas informasi pelaksanaan lelang agunan ke – 2 yakni pada tanggal 16 Maret 2022 oleh Bank NTT Cabang Soe, yang mengeluarkan surat  pemberitahuan dan ditujukan kepada DN tentang rencana pelaksanaan lelang agunan dengan tembusan kepada dirinya sebagai pemilik sertifikat jaminan, jelasnya.

 

“Tujuan KUR dari pemerintah untuk membantu kami rakyat kecil untuk usaha kecil-kecil tapi dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu dan mengorbankan kami, hal ini sama saja sudah jatuh tangga tertimpa tangga lagi,” kesal Debby.

 

Polres TTS  telah menanggapi laporan itu dengan positif dan serius sehingga dirinya bersama saksi-saksi sudah diambil keterangan untuk selanjutnya di tetapkan pelaku mafia perbankan itu, jelas Debby Talan.

 

Lanjutnya, Debby berharap agar kasus ini diusut tuntas oleh Polres TTS agar mafia pinjaman KUR tidak terjadi lagi dan menimpa orang lain. Debby Talan juga memohon kepada instansi terkait dalam hal ini Wakil Rakyat (DPRD) TTS untuk memberikan koreksi dan pengawasan agar hal ini tidak terjadi lagi ke depan, tegasnya. (SN/Tim)

Kategori
Berita Daerah

Para Pemegang Saham Ditantang Mantan Dirut Bank NTT Untuk Laporkan Kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH

Spiritneisa.com, Kupang – Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, IR siap diproses hukum dan ditangkap oleh Polda NTT, Kejati NTT dan KPK bila terbukti terlibat  kasus dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Bahkan IR menantang para pemegang saham untuk membuat laporan resmi tentang kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH), baik ke kepolisian, kejaksaan maupu KPK agar masalah tersebut menjadi terang benderang.

Demikian pernyataan resmi IR dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Sabtu (30/07/2022), menanggapi pernyataan pemegang saham seri B Bank NTT, Amos Corputy (29/07/22) yang mendesak APH segera menangkap IR selaku mantan Dirit bank NTT dan JJ selaku Komut BANK NTT terkait kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar.

“Saya siap diproses hukum, bila perlu tatangkap. Kalau Kepolisian, Kejaksaan atau KPK RI menemukan bukti keterlibatan saya dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.  Sebagai warga negara yang taat hukum,  tentu saya bersedia dan siap memberi keterangan kepada APH agar masalah ini bisa jadi terang benderang,” tulisnya.

Izak Rihi menjelaskan, dirinya mendukung niat para Pemegang Saham Bank NTT sesuai Pasal 62 dan Pasal 97 UU  Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT), untuk secara resmi  melaporkan dugaan tindak pidana perbankan dan atau dugaan tindakan pidana korupsi yang diduga dilakukan para pengurus Bank NTT dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

“Pemegang saham jangan hanya bicara di media, silahkan laporkan saja kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH. Kalau memang saya terlibat, silahkan APH proses hukum dan tangkap saya,” tantangnya.

Tidak hanya itu, IR juga menantang para pemegang saham untuk  juga melaporkan kasus Pembelian MTN PT.  SNP Rp 50 M. “Kasus Pembayaran Honor  Komisaris Bank NTT sebagai Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah dan menjadi polemik di masyarakat serta diduga telah merugikan uang perusahaan/negara. Laporkan juga kasus-kasus lainnya di Bank NTT, antara lain kasus 669 kredit fiktif senilai Rp 13,4 M yang merupakan temuan OJK NTT,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (29/07/22), Pemegang Saham Seri B PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT, Amos Corputy meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menangkap dan memproses hukum Mantan Direktur Utama Bank NTT, IR dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait kredit Fiktif Rp 100 Milyar hasil take over Bank NTT dari Bank Artha Graha untuk budidaya sapi bali.

Permintaan tersebut disampaikan Amos Corputy kepada tim media ini pada Jumat (29/07) terkait Kredit PT Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Menurut Corputy, Mantan Dirut IR dan Komut JJ adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pencairan kredit PT. Budmas Pundinusa Rp 100 Milyar yang diduga fiktif.

“Saya sebagai salah satu pemegang saham Seri B mengharapkan agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian segera turun tangan. Segera tangkap dan periksa mantan Direktur Utama Bank NTT, IR sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dan Saudara Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang tugas utamanya bidang pengawasan,” tulis Amos Corputy terkait dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

Corputy mempertanyakan pelaksanakan tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris Bank NTT terhadap pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budimas Pundinusa.

Corputy meminta para Pemegang Saham Bank NTT untuk mengambil tindakan dengan memberhentikan seluruh Dewan Komisaris karena tidak becus menjalankan tugasnya.

Investigasi Tim Media ini menemukan, PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Penilaian tersebut terungkap dalam Pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono,

Menurut Minggu, Ir. Arudji Wahyono adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar. Ketiga jenis kredit tersebut dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga.

Berdasarkan Investigas Tim Media ini, diduga ada rekayasa fiktif dalam pemberian kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. Namun ternyata, angsuran tersebut bukan angsuran pokok tap hanya bunga kredit. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Kredit Rp 100 M dari Bank NTT, PT. Budimas Pundinusa Hanya Setor Bunga

Spiritnesia.com, Kota Kupang – PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Hal ini terungkap dalam pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono.

“Debitur Ir. Arudji Wahyono) adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar yang mana ketiga-tiganya dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga,” demikian pendapat Direktur Kepatuhan, Hilarius Minggu.

Pendapat itu diberikan Hilarius Minggu untuk menanggapi pengajuan kredit KMK (tahap 2, red) PT. Budimas Pundinusa Rp 30 Milyar untuk trading (perdagangan, red) rumput laut (untuk jangka waktu 12 bulan). “Secara adminstratif, berdasarkan Credit Risk Checklist yang dibuat oleh Risk Control Kantor Pusat, kredit tersebut dinilai Hight Risk,” tulis Minggu.

Dalam pendapatnya, Minggu menyatakan sependapat dengan tanggapan Kadiv Manajemen Risiko bahwa kredit tersebut mempunyai risiko yang tinggi (Hight Risk) baik dari risiko kredit, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum dan risiko reputasi.

Minggu juga mengungkapkan bahwa agunanan yang digunakan oleh PT. Budimas Pundinusa (untuk kredit Rp 100 Milyar dan tambahan kredit Rp 30 Milyar, red), bukan milik debitur. “Agunan yang digunakan bukan milik debitur sehingga apabila kredit terjadi wanprestasi maka Bank akan mengalami kesulitan untuk menjual agunan,” tulisnya.

Selain itu, Minggu juga mengungkapkan bahwa 3 kredit terdahulu dengan total plafond Rp 100 Milyar, tidak dijaminkan pada lembaga penjamin sehingga sangat beresiko apabila kredit terjadi wanprestasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, diduga ada rekayasa fiktif kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah

Tidak Tersentuh Hukum, Kajati NTT Diminta Berani Proses Hukum Absalom Sine Cs Terkait Kredit Macet Bank NTT Cabang Surabaya

Spiritnesia.Com, Jakarta – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menantang bahkan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Hutama Wisnu, S.H., untuk mengusut keterlibatan Absalom Sine (AS) dan Beny R. Pellu (BRP) dalam kasus kredit macet bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 senilai Rp 126,5 Milyar.   Alasannya, AS dan BRP diduga kuat sangat berperan penting/sangat terlibat dalam proses pencairan kredit tersebut. Karena (saat itu), AS menjabat Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT dan BRP menjabat Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT, namun sampai saat ini keduanya tidak tersentuh hukum.

Demikian pernyataan kritis Advokat PERADI dan Koordinator TPDI, Meridian Dewanta Dado, S.H.MH dalam rilis tertulis yang diterima tim Media ini pada Senin (19/04/2022), terkait dugaan keterlibatan dan proses hukum AS dan BRP dalam kredit macet bank NTT Cabang Surabaya.

“Putusan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang atas Didakus Leba, khususnya dalam bagian pertimbangan hukumnya menegaskan, bahwa AS selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat dan BRP selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat
pada saat itu (tahun 2018, red) merupakan para pejabat pemutus kredit tertinggi dalam proses pemberian fasilitas kredit modal kerja pada Bank NTT Cabang Surabaya.
Haruslah (AS dan BRP, red) ikut bertanggung jawab atau patut dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Namun faktanya sampai saat ini, baik AS maupun BRP tetap terbiarkan bebas tanpa pernah disidik oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” tulisnya.

Menurut Meridian, pengadilan (pengadilan Tipikor Kupang dan Mahkamah Agung/MA, red) terkait kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 127 milyar berhasil memvonis bersalah Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya Didakus Leba cs dan para debiturnya Muhammad Ruslan cs dengan hukuman penjara 10 tahun hingga 18 tahun.

“Namun AS dan BRP yang namanya terurai dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta terkuak dalam fakta-fakta persidangan justru tidak pernah dilakukan penyidikan guna ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” kritiknya.

Meridian lanjut menjelaskan, bahwa Kejati NTT juga seharusnya telah menggelar proses penyidikan untuk menetapkan Notaris / PPAT, Erwin Kurniawan (EK) dan Maria Baroroh (MB) sebagai tersangka dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya. Sebab, keduanya berperan besar dalam proses pembuatan akta-akta sebagai bagian dari proses persyaratan kredit serta proses pencairan kredit di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya.

“Namun Kejati NTT tidak pernah melakukan proses penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh dan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal contoh kasus lain, misalnya dalam kasus korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan – Kabupaten Manggarai Barat, yang merugikan negara senilai Rp 1,3 trilyun, Kejati NTT justru telah memposisikan Notaris / PPAT atas nama Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai salah satu pelaku utama, terkait perannya selaku Notaris / PPAT dalam pembuatan akta-akta peralihan hak atas tanah pada Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) itu,” bebernya.

Meridian lanjut menjelaskan, bahwa publik NTT terheran-heran dan bertanya, ‘mengapa dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya itu Kejaksaan Tinggi NTT tidak berani menyentuh peran dan keterlibatan Absalom Sine cs??? Apakah karena Absalom Sine berstatus sebagai suami dari salah seorang Jaksa di Kejaksaan Tinggi NTT??? Apakah ada indikasi permainan suap dan pemerasan oleh oknum-oknum Jaksa untuk meluputkan dan membebaskan Absalom Sine cs dari jerat hukum???” kritiknya lagi.

Meridian Dado pun kembali mengingatkan, bahwa Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin saat melantik Hutama Wisnu sebagai Kajati NTT pada tanggal 2 Maret 2022 lalu memberi pesan penting kepada Kajati Hutama Wisnu, yaitu wajib segera mengakselerasi dan mengakurasi berbagai persoalan di daerah dengan mengidentifikasi, mempelajari, menguasai, dan menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang ditangani demi mewujudkan proses penegakan hukum yang berkeadilan, profesional dan bermartabat sehingga memberikan keadilan substantif yang dirasakan oleh masyarakat.

Kajati NTT Hutama Wisnu wajib menghadirkan kembali institusi Kejati NTT sebagai lembaga yang dipercaya oleh publik dan mampu memberikan pelayanan prima dan tuntas dalam upaya pemberantasan korupsi di wilayah NTT.

“Oleh karena itu, Kajati NTT, Hutama Wisnu harus berani untuk segera menggelar proses penyidikan terhadap Absalom Sine cs dalam kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan negara senilai Rp. 127 miliar,” tegasnya lagi.

Kajati Hutama Wisnu, kata Meridian, juga harus bernyali untuk mengusut tuntas keterlibatan Absalom Sine dalam kasus lain di Bank NTT yaitu: kasus pencairan kredit fiktif senilai Rp 100 Milyar atas nama PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT (Rp 32 M untuk take over kredit dari Bank Artha Graha, Rp 48 M dan penambahan Rp 20 M untuk usaha pembibitan dan penggemukan sapi).

“Sebab, selaku Direktur Pemasaran Kredit sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Dirut Bank NTT pada saat itu, Absalom Sine dinilai sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas pencairan kredit bernilai fantastis ke PT. Budimas Pundinusa,” tandasnya. (SN/tim)