Spiritnesia.Com, Kupang – Honor anggota Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan (Fit and Proper Test) calon pejabat di lingkungan Bank NTT dari kalangan eksternal mencapai Rp 20 Juta/Hari. Bahkan anggota Dewan Komisaris Bank NTT yang menjadi anggota tim seleksi calon pejabat di lingkungan Bank NTT (dari kalangan internal, red) juga dibayar hingga Rp 10 juta/hari.
Besaran honorarium tersebut ditetapkan oleh Dewan Komisaris Bank NTT melalui penerbitan Surat Keputusan (SK) Dewan Direksi Nomor: 01.A tertanggal Tahun 2020 tentang Penetapan Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur. SK tersebut ditandatangani oleh Frans Gana sebagai Komisaris Independen/Ketua KRN pada tanggal 14 Mei 2020.
Berdasarkan SK tersebut di atas (yang File PDF-nya diperoleh Tim Media ini dari ‘Orang Dalam’ Bank NTT, red) tertera secara jelas bahwa besaran honor seorang assesor anggota Tim Fit and Proper Test dari kalangan eksternal yang ditetapkan dalam SK tersebut mencapai Rp 20 Juta/Hari. Sedangkan Honor Dewan Komisaris (assesor internal, red) yang menjadi anggota tim seleksi pejabat (kepala divisi dan kepala cabang, red) mencapai Rp 10 juta/hari.
“Segala Biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkan keputusan ini dibebankan pada Anggaran PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur dengan klasifikasi:
1. Untuk Assesor Eksternal setiap kali melakukan assesment diberikan honorarium sebesar Rp 5 (lima) juta per Calon atau dengan minimal honorarium Rp 10 juta/hari atau maksimal 20 juta/hari.
2. Untuk Assesor Internal setiap kali melakukan assesment diberikan honorarium sebesar Rp 2 (dua) juta per Calon atau dengan minimal honorarium Rp 4 juta/hari atau maksimal Rp 10 juta per hari.
3. Pajak ditanggung pihak Bank;
4. Pembayaran Honor dilakukan setelah Laporan dari masing-masing Assesor sudah dilengkapi,” tulis Dewan Komisaris Bank NTT dalam point 5 SK tersebut.
Pemegang Saham Seri B Bank NTT, Amos Corputty yang dimintai tanggapannya pertelepon pagi tadi, membenarkan isi SK 01.A tentang honorarium Dewan Komisaris yang mencapai Rp 10 juta per hari tersebut. “Kalau adik-adik sudah dapat SK 01.A tersebut, yah diberitakan saja,” ujarnya.
Menurutnya, Komut Bank NTT, JJ pernah membantah keberadaan SK itu di salah media. “Bahwa SK 01.A tersebut tidak pernah ada. Bahwa berita yang beredar Cuma hoax. Bantahan ini ‘kan memutarbalikkan fakta. Jadi diberitakan saja apa adanya supaya masyarakat tahu bahwa SK tersebut benar-benar ada,” ujarnya.
Ia menjelaskan, tugas Dewan Komisaris sebagai KRN hanya sebatas pemilihan calon direksi. “Tugas Dewan Komisaris, khususnya Komisaris Independen sebagai Ketua KRN hanya pada sebatas seleksi calon direksi. Honor Dewan Komisaris dalam seleksi calon Direksi pun ditetapkan oleh Dewan Komisaris berdasarkan Keputusan dari RUPS,” ujarnya.
Sedangkan untuk seleksi pejabat seperti kepala divisi dan kepala cabang, lanjut Corputty, merupakan tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi. “Untuk seleksi calon pejabat dan pegawai, itu tugasnya Direksi, bukan Dewan Komisaris. Tapi yang terjadi saat ini, Pegawai Bank NTT yang mau jadi pejabat, mereka 3 (Dewan Komisaris, red) yang seleksi. Tidak ada assesor eksternal (dari luar Bank NTT, red),” ungkapnya.
Menurut Corputty, apa yang dilakukan Dewan Komisaris Bank NTT dengan mengangkat dirinya sebagai assesor Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan calon kepala divisi dan kepala cabang Bank NTT dan menerbitkan sendiri SK Honorariumnya sendiri adalah melawan aturan perbankan. “Itu jelas-jelas sudah ikut campur bahkan telah mengambil alih tugas Dewan Direksi,” tandasnya.
Penerbitan SK 01.A tersebut, jelas Corputty, menyalahi POJK dan UU No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. “Komisaris tidak boleh mencampuri urusan operasional karena itu menjadi tugas dan tanggung jawab Dewan Direksi. Tugas Dewan Komisaris hanya mengawasi jalannya operasional Bank oleh Dewan Direksi,” bebernya.
Komisaris Intervensi Seleksi Pegawai Baru. Tidak hanya itu, lanjut Corputty, Dewan Komisaris juga mengintervensi hingga proses penerimaan pegawai baru Bank NTT (teller dan pegawai lainnya, red). “Untuk seleksi calon pegawai pun, 3 orang Dewan Komisaris juga ikut melakukan seleksi. Mereka jadi tim assesor yang wawancarai sekitar 300 calon pegawai Bank NTT. Ini kacau, mereka sudah terlampau mengintervensi tugas Direksi,” tegasnya.
Anehnya, ungkap Corputty, kegiatan-kegiatan seleksi tersebut juga dilakukan di Hotel Timore. “Kenapa hanya untuk seleksi saja harus pakai hotel? Ini buang-buang biaya saja. Bank NTT ‘kan punya banyak gedung yang bisa dipakai? Apakah karena Komut punya relasi dengan pemilik hotel?” ujarnya.
Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang berusaha dikonfirmasi berulangkali oleh tim media via WA tidak memberikan jawaban hingga berita ini ditayangkan. Bahkan JJ memblokir Nomor WA Tim Media ini.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, seorang pemegang saham seri B, Amos Corputty meminta Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat sebagai Pemegang Saham Pengendali dan para Bupati/Walikota se-NTT sebagai pemegang saham untuk mencopot Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, Juvenil Djodjana dan jajaran Dewan Komisaris karena telah mengintervensi berbagai tugas operasional Dewan Direksi Bank NTT. Intervensi tersebut antara lain, penerbitan SK O1.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan bagi Calon Pejabat (Kepala Divisi dan Kepala Cabang, red).
Menurut mantan Direktur Bank NTT tersebut, keterlibatan Dewan Komisaris Bank NTT dalam Panitia Uji Kelayakan dan Kepatuhan tersebut telah menyalahi peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Begitu juga dengan penerbitan SK 01.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan tersebut karena penerbitan SK tersebut merupakan tugas Dewan Direksi.
“Komut dan jajarannya sudah terlalu mengintervensi operasional Bank NTT. Mereka tidak paham akan tugas dan fungsinya sebagai komisaris sehingga operasional jadi kacau. Karena itu, PSP dan para bupati/walikota sebagai pemegang saham harus segera melaksanakan RUPS LB untuk mencopot dan mengganti Komut dan jajarannya dengan orang-orang profesional yang paham akan tugas dan fungsinya,” tandas Corputty.
Menurut Corputty ada beberapa hal yang diduga dilakukan Dewan Komisaris yang telah mengintervensi tugas operosional Dewan Direksi, antara lain:
1). Membuat SK 01 A agar Komut dan Jajaran Komisaris menerima honor ratusan juta (dalam seleksi pejabat Bank NTT, red);
2). Ikut campur tangan dalam urusan kredit; dan
3). Mengangkat diri sendiri sebagai penanggung jawab penyehatan Kantor Cabang Bank NTT Surabaya. (SN/tim)