Kategori
Berita Daerah

Kredit Rp 100 M dari Bank NTT, PT. Budimas Pundinusa Hanya Setor Bunga

Spiritnesia.com, Kota Kupang – PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Hal ini terungkap dalam pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono.

“Debitur Ir. Arudji Wahyono) adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar yang mana ketiga-tiganya dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga,” demikian pendapat Direktur Kepatuhan, Hilarius Minggu.

Pendapat itu diberikan Hilarius Minggu untuk menanggapi pengajuan kredit KMK (tahap 2, red) PT. Budimas Pundinusa Rp 30 Milyar untuk trading (perdagangan, red) rumput laut (untuk jangka waktu 12 bulan). “Secara adminstratif, berdasarkan Credit Risk Checklist yang dibuat oleh Risk Control Kantor Pusat, kredit tersebut dinilai Hight Risk,” tulis Minggu.

Dalam pendapatnya, Minggu menyatakan sependapat dengan tanggapan Kadiv Manajemen Risiko bahwa kredit tersebut mempunyai risiko yang tinggi (Hight Risk) baik dari risiko kredit, risiko operasional, risiko kepatuhan, risiko hukum dan risiko reputasi.

Minggu juga mengungkapkan bahwa agunanan yang digunakan oleh PT. Budimas Pundinusa (untuk kredit Rp 100 Milyar dan tambahan kredit Rp 30 Milyar, red), bukan milik debitur. “Agunan yang digunakan bukan milik debitur sehingga apabila kredit terjadi wanprestasi maka Bank akan mengalami kesulitan untuk menjual agunan,” tulisnya.

Selain itu, Minggu juga mengungkapkan bahwa 3 kredit terdahulu dengan total plafond Rp 100 Milyar, tidak dijaminkan pada lembaga penjamin sehingga sangat beresiko apabila kredit terjadi wanprestasi.

Seperti diberitakan sebelumnya, diduga ada rekayasa fiktif kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah

Dominikus M. Bele : Otonomi Daerah Hanya Berorientasi Melahirkan Raja Kecil di Wilayah Belu

Spiritnesia.Com, BElU – Belakangan ini mulai terdengar Nada Sumbang yang diekspresikan Rakyat Daerah Otonom sembari mengkritisi Otonomi Daerah hanya berorientasi melahirkan berbagai raja kecil di Wilayah Kabupaten Belu.

Demikian pernyataan kritis
Pengamat demokrasi, Dominikus M. Bele, S. IP., M. Sos dalam rilis tertulis yang diterima Media ini pada Selasa (19/04/2022).

“Tak dapat dihindari pada beberapa Daerah tertentu, besarnya naluri untuk menjadi Raja kecil berdampak adanya konflik Horizontal, baik dalam proses demokrasi maupun berbagai upaya untuk melahirkan perubahan-perubahan yang bermartabat di era new normal saat ini,” tulisnya.

Oleh karena itu lanjutnya, sudah saatnya perlu digagas kembali tentang demokratisasi dari bentuk mekanisme musyawarah dan mufakat untuk mengembalikan dan memulihkan kembali implementasi otonomi daerah yang sesungguhnya yang telah diatur secara konstitusional hingga pada kebijakan-kebijakan Pro rakyat menjadikan fondasi yang kokoh agar tampang otonomi daerah Kabupaten Belu sebagai salah satu Kabupaten di Pulau Timor yang merupakan teras terdepan, ini nampak adanya kemajuan dari berbagai aspek pembangunan, pemberdayaan maupun kesejahteraan sosial bagi daerah dan masyakarat secara umum.

“Sebagaimana dalam refleksinya pada falsafah hidup bangsa Indonesia yang diabstraksikan founding fathers, yang terangkum dalam rumusan sila ke-4 (Pancasila) yang berbunyi; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sehingga rumusan norma tersebut mengetengahkan otonomi daerah secara demokratis,” jelasnya.

Oleh karena itu, sambungnya, perlu dilakukan demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan yang paling menarik, penuh dengan keanekaragaman dan kekacauan, yang memberikan kesamaan derajat pada setiap individu yang berbeda (Plato,2005). Sehingga demokrasi menggaungkan kedudukan yang egaliter dalam rangka merepresentasikan daerah otonom sebagai entitas negara kesatuan  terutama Kabupaten Belu sebagai garda perbatasan RI-RDTL.

Selain itu demokrasi menjadi wujud keterpaduan dan adanya sinergitas yang khas sesuai falsafah bahwa Belu yang diartikan secara harafiah Belu adalah teman/kawan. Refleksi akan hal ini maka integritas dan etika profesionalisme para pemimpin daerah otonom dan aparatur penyelenggaraan pemerintahan, harus mengedepankan etos kerja dan gotong royong secara terpadu dan terintegrasi, harmonisasi hubungan kerja dan menjaga keseimbangan antar elemen-elemen hingga stakeholder, imbuhnya.

Menurut Dominikus, cara utama yang paling efektif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat ialah melalui penyelenggaraan otonomi daerah yang bersih dan demokratis serta pemerataan pembangunan yang berkeadilan.

Menyimak pada hal tersebut maka tampang implementasi melalui teras otonomi daerah yang jelas, terarah dan terukur adalah dengan meningkatkan kesadaran kolektif dan menjunjung aspek kelembagaan, bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu.

“Artinya mewujudkan kesejahteraan rakyat diselenggarakan secara akuntabel, transparan, berkepastian hukum, dan partisipatif, akan dapat meredamkan  terusiknya kekuasaan karena resistensi (gerakan) daerah,” tegasnya.

Karena perlu diingat bahwa kesan ketidakadilan akan melahirkan/timbul resistensi hingga dampak pada kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan, sehingga perlu pertajam dan menggagas serta mengembalikan demokrasi yang menjadi potensi utama pendukung/kekuatan bersama sebagai upaya peningkatan pelayanan publik di daerah yang menjadi fokus penerapan otonomi daerah elegan, bermartabat dan berwibawa serta bertanggungjawab di kabupaten Belu sebagai garda perbatasan RI-RDTL, tandas pengamat demokrasi tersebut.

Dengan demikian dapat menampilkan tampang teras rumah otonomi daerah tampang terpesona, indah dipandang, teduh dalam pijakan, nikmat dalam ekspresi karena nampak terdahulu dari semuanya ada pada teras otonomi daerah, yang seyogyanya menampilkan penyelenggaraan otonomi daerah bermuara pada peri berkeadilan dan peri kemanusiaan  yang adil guna mewujudkan kesejahteraan sosial.

Akhir kata, perlu diingat secara bersama-sama dan seksama serta bijaksana bahwa otonomi daerah adalah bagian dari semangat berdemokrasi.

(Penulis : Dominikus M. Bele/SN)