Spiritnesia.Com, KUPANG – Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H., MH dan Kuasa Hukumnya, Silvester Nahak, S.H dan Wilfridus Son Lau, S.H.,M.H, red disuruh belajar lagi tentang Hukum dan Undang-Undang Pers.
Demikian pernyataan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem), Fabian Paulus Latuan pada Rabu (30/03/2022) menanggapi pernyataan penasehat hukum Bupati Malaka, SN (via sejumlah media online) yang mengatakan bahwa laporannya terhadap wartawan media Sakunar.Com, YGS adalah murni tindak pidana/delik pidana penyebaran berita bohong (hoax).
“Yang saya tahu, Bupati Malaka dan Pengacaranya itu orang-orang yang mengerti hukum, sarjana hukum, master hukum, bahkan doktor hukum, kok nggak ngerti tentang lex spesialis dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini nggak ngerti apa pura-pura nggak ngerti. Kalau masih belum mengerti tentang lex spesialis dan Undang-Undang Pers, belajar lagi lah supaya bisa membedakan antara delik pidana dan delik Pers,” tegasnya.
Menurut Fabian, masalah yang dilaporkan Bupati Malaka melalui pengacaranya adalah delik pers murni. “Yang dilaporkan ke Polres Malaka adalah produk jurnalistik/berita yang ditulis wartawan Sakunar.Com, YGS. Kalau berita yang ditulis oleh wartawan dan ditayangkan oleh media yang resmi (berbadan hukum dan bekerja sesuai undang-undang pers dan KEJ, red), maka itu adalah delik pers,” paparnya.
Bupati Malaka dan PH-nya, kata Fabian, harus bisa membedakan antara delik pidana dan delik pers. “Ngerti nggak tentang lex specialis derogat legi generali (hukum yang bersifat khusus yang mengesampingkan hukum yang bersifat umum, red)? Jadi, undang-undang pers adalah undang-undang pers adalah undang-undang khusus yang mengatur tentang kerja jurnalistik dan produk jurnalistik. Sehingga ketika ada masalah yang berkaitan dengan kerja jurnalistik dan produk jurnalistik, maka undang-undang yang dipakai adalah undang-undang pers,” tandasnya.
Sedangkan, lanjut Fabian, KUH Pidana dan Undang-undang ITE adalah undang-undang yang bersifat umum. “Jadi jangan paksakan masalah atau delik pers diproses dengan undang-undang yang bersifat umum. Kan ada undang-undang khusus tentang pers nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur tentang kerja jurnalis dan produk jurnalistik serta penyelesaian sengketa/delik pers. Jadi Bupati dan PH luruskan dulu pemahaman hukumnya. Jangan asal bunyi!” kritiknya.
Jurnalis senior ini juga menyatakan kekecewaannya terhadap pemberitaan sejumlah media yang menggiring opini terkait laporan Bupati Malaka tersebut sebagai delik pidana murni. “Saya sangat kecewa ada wartawan, pemred atau media yang memberitakan sengketa/delik pers sebagai delik pidana. Berprofesi sebagai pekerja jurnalistik, tapi tidak paham undang-undang pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kalau wartawan baru sih, mungkin kita masih bisa maklumi. Tapi kalau seorang Pemred (Pemimpin Redaksi) tidak paham undang-undang pers dan KEJ, ini konyol, mau dibawah kemana staf redaksinya? Ini konyol, tidak pantas jadi Pemred. Ini namanya kecelakaan jurnalistik akibat Pemred karbitan yang tidak mau belajar tentang undang-undang pers dan KEJ,” kritiknya lagi.
Lebih lanjut, Fabian mengingatkan para pekerja jurnalistik (wartawan) untuk menjaga marwah profesi wartawan. “Jangan sampai hanya karena iming-iming kerja sama dengan Pemda, lalu menghianati profesimu sendiri. Wartawan itu Watch Dog (anjing penjaga, red) bukan burung beo,” ujarnya sinis.
Seperti diberitakan sebelumnya (29/03/2022), Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (KOWAPPEM) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak (SN), S.H.,MH untuk tidak mengkriminalisasi pers dengan melaporkan wartawan/jurnalis dan atau media ke Polisi terkait pemberitaan. Kerja wartawan/aktifitas jurnalistik atau media dilindungi undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta MoU Dewan Pers antara Dewan Pers (DP) dengan Polri (Nomor 2/DP//MoU/II/2017 Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Jika Bupati SN merasa dirugikan terkait pemberitaan media atau wartawan, maka harus menempuh mekanisme undang-undang pers dan KEJ. bukan langsung mempidanakan wartawan/media, red) apalagi menggunakan undang-undang ITE. Penyidik Polres Malaka juga diminta untuk pahami undang-undang pers dan MoU antara Dewan Pers (DP) dengan Polri, sehingga tidak memproses pidana wartawan mengikuti desakan atau kemauan sang Bupati. (SN.AT/tim)