Kategori
Berita Daerah Nasional

Ketua ARAKSI : Kasus Korupsi di NTT Harus Segera Ditangkap dan Diproses

Spiritnesia.Com, Kupang – Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAKSI) Alfred Baun, menyampaikan pernyataan Pers terkait Kasus Korupsi yang di tangani Polda NTT yakni Kasus Rumah Sakit Pratama Boking, Masalah Kasus Korupsi Bawang Merah di Malaka dan Penahan Terhadap 2 Orang Tersangka Kasus Irigasi TTU.

Demikian disampikan ketua ARAKSI Alfred Baun pada saat Siaran Pers di
kantor ARAKSI di Jln. Rote, Kel. Fatubesi, Nusa Tenggara Timur. Jumat, 13/05/2022.

“Jauh sebelumnya itu ada sejumlah kasus yang dibawa oleh ARAKSI kepada Polda NTT untuk penanganan sampai tuntas. Tetapi seiring berjalannya waktu terjadi pergantian Kapolda. Kapolda yang baru juga kita telah meminta menyampaikan surat resmi untuk dilakukan audensi terhadap masalah korupsi di NTT tetapi sampai dengan detik ini tidak ada jawaban dari Polda NTT untuk audiens masalah korupsi di NTT,” ungkap Alfret.

Lebih lanjut Alfred mengukapkan bahwa Masalah korupsi RSP (Rumah Sakit Pratama Boking) yang ditangani oleh Polda NTT dihitung dari penanganan dari Polres TTS sampai dengan detik ini kasus ini ada di tangan Polda NTT sudah 5 tahun penyelidikan yang dilakukan oleh Polda NTT.

“Kami ARAKSI memandang bahwa kasus ini sudah 3 kali pergantian Kapolda untuk menangani kasus ini tetapi pergantian dari Kapolda ke Kapolda kasus ini tidak kunjung selesai,” tuturnya.

Menurutnya Kami ARAKSI memiliki data khusus terhadap penanganan kasus RSP Boking. Namun terkesan sekali bahwa penanganan kasus RSP Boking ini sangat tertutup oleh penyidik Polda NTT dalam hal ini Direktur Kriminal Khusus Polda NTT terkesan tertutup, ungkapnya.

“Kasus RSP Boking ini setelah kami dalami dengan cara ARAKSI tersendiri ternyata kasus RSP Boking dalangnya adalah BUMN.”

Perlu diketahui lanjut Alfred bahwa anggaran perencanaan untuk membangun RSP Boking adalah 21 M tetapi kemudian ditenderkan dan di kontrakan dengan anggaran 17.4 M, dan di kontrakan pada PT. Batu Tungku dari Surabaya, jelas Alfred.

Lanjut Alfret dalam perjalanan pembangunan, kemudian rubuh setelah terjadi penyerahan, dan diserahkan dalam konteks gedung itu rusak kepada Pemerintah Daerah dan diresmikan dalam kondisi rusak oleh Pemerintah Daerah.

Lebih lanjut Alfret juga menjelaskan terait Masalah Kasus Korupsi Bawang Merah di Malaka ini juga mengendap di Polda NTT.

“Padalah lanjut Alfred, setelah Praperadilan kemudian terjadi sprindik ulang dan itu sudah disampaikan kepada ARAKSI bahwa kita print ulang pak Alfred, sprindik ulang kemudian dengan pemeriksaan saksi bahwa sudah sampai dipenyidikan calon-calon tersangka sudah ada, yang jadi pertanyaanya kapan umumkan calon tersangka kasus bawang merah.”

Sementara itu fakta menunjukkan bahwa sudah sprindik ulang, sudah ada kesimpulan karena kerugian Negara jelas, bawang merah terjadi penyitaan anggaran barang bukti disita semua uang yang sudah disita itu buat apa dan dibawa kemana? Kendaraan yang disita disimpan dimana dan kita ingatkan Polda NTT hati-hati dengan barang bukti. BB itu jangan coba-coba hilang di tangan penyidik, tegasnya.

“Jangan sampai lanjutnya kita akan laporkan penyidik Polda NTT ke Mabes Polri,” tegasnya lagi.

Sementara kasus irigasi di TTU tersangkanya 2 orang, dan Polda NTT juga sudah menetapkan tersangka tetapi kenapa sampai sekarang tidak dilakukan penahanan, sudah satu tahun bahkan dua tahun mengapa Polda NTT tetapkan tersangka tapi tidak tahan.

“Ini menjadi catatan penting bagi Kapolda NTT karena ini bukan kasus baru melainkan kasus yang sudah bertahun-tahun di tangan Polda NTT,” tegasnya lagi.

Maka itu saya harap untuk DIRKRIRMSUS yang baru untuk segera menetapkan tersangka terhadap kasus RSP Boking dan kasus bawang merah dan lakukan penahan terhadap 2 orang tersangka kasus irigasi TTU yang sudah di tetapkan. (SN/TIM)

Kategori
Berita Daerah

TPDI Tanya Kejagung, Kapan Jaksa Kundrat Mantolas Diproses Pidana?

Spiritnesia.Com, JAKARTA – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) beberapa daftar 10 Jaksa yang pernah diproses pidana terkait kasus dugaan pemerasan. TPDI juga bertanya kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI), kapan Jaksa Kundrat Mantolas (KM) yang di-OTT (Operasi Tangkap Tangan) oleh Satgas 53 Kejagung terkait kasus dugaan pemerasan dan/atau suap terhadap/oleh Direktur PT. Sari Karya Murni (SKM), Hironimus Taolin (HT) diproses hukum (diproses pidana, red) oleh Kejagung?

Demikian diungkapkan Koordinator TPDI, Meridian Dewanta Dado, S.H., dalam rilis tertulis via pesan WhatsApp/WA kepada tim Media ini pada Rabu (06/04/2022), mengkritisi sikap Kejagung terkait sanksi administratif terhadap KM.

“Pemerasan oleh Kundrat Mantolas itu berkaitan dengan upaya membekingi berbagai dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan jalan yang dikerjakan oleh Hironimus Taolin. Atas perbuatannya memeras Hironimus Taolin, maka Kundrat Mantolas hanya dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan awalnya selama satu tahun. Sehingga seluruh masyarakat mempertanyakan kapankah Kundrat Mantolas akan dipidanakan???” tulisnya.

Meridian lebih lanjut membeberkan daftar Jaksa yang pernah diproses pidana terkait kasus dugaan pemerasan dan/atau Jaksa Penerima Suap dan yang telah dipecat tidak dengan hormat, yaitu :

1. Skandal suap dan pemerasan pada tahun 2019 oleh Kepala Seksi (Kasi) Penyidikan pada Kejati DKI Jakarta yaitu Yanuar Reza Muhammad dan mantan Kasubsi Tipikor dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yaitu Fristo Yan Presanto. Keduanya telah divonis terbukti bersalah oleh Pengadilan Tipikor karena melakukan pemerasan senilai total Rp. 2,5 Milyar terhadap seorang bernama M. Yusuf yang berkapasitas sebagai saksi dalam perkara tipikor, yang saat itu sedang ditangani Kejati DKI Jakarta, yaitu kasus penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PT DOK dan Perkapalan Koja Bahari Tahun Anggaran 2012 – 2017.

2. Kasus suap dan pemerasan oleh Jaksa di Kejari Yogyakarta yaitu Eka Safitra dan Jaksa di Kejari Surakarta yaitu Satriawan Sulaksono. Keduanya pada awal tahun 2020, menerima suap senilai Rp 200 juta dari Pengusaha (Kontraktor) PT Widoro Kandang bernama Gabriella Yuan Anna Kusuma, yang mengerjakan Proyek Saluran Air di Yogyakarta. Kedua Jaksa tersebut telah divonis terbukti bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Yogyakarta.

3. Kasus suap dan pemerasan oleh Mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Tengah, Kusnin, yang menerima suap sebesar $294.000 Singapura dari Alfin Suherman dalam penanganan kasus kepabeaan. Alfin Suherman merupakan Penasihat Hukum bos PT Suryasemarang Sukses Jayatama, Soerya Soedarma, yang menjadi terdakwa dalam Kasus Kepabeaan pada tahun 2018 lalu. Selanjutnya Direktorat Jenderal Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah dan DIY melimpahkan perkara itu ke Kejati Jawa Tengah.

Kusnin menerima suap yang berkaitan dengan penyusunan tuntutan dalam persidangan Soerya Soedarma. Soerya Soedarma dituntut hukuman 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun, serta denda sebesar Rp 5 milyar. Atas perbuatannya tersebut Kusnin telah divonis terbukti bersalah oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.

4. Kasus suap dan pemerasan oleh Mantan Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto, yang divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 200 Juta subsider 3 bulan kurungan, karena terbukti bersalah menerima uang dari pengusaha.

Agus Winoto menerima uang suap sebesar Rp 200 juta dari pengusaha atas nama Sendy Pericho, yang meminta agar perkaranya berjalan dengan mulus sesuai rencana pengusaha itu.

5. Kasus Staf Tata Usaha Kejari Rembang atas nama Ardiyan Nurcahyo yang menggelapkan Uang Tilang senilai Rp 3 Milyar. Ia dijerat Pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun 2001.

6. Kasus Suap Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan Rudi Indraprasetya, yang menerima uang senilai Rp 250 juta dari Sutjipto Utomo selaku Kepala Inspektorat Kabupaten Pamekasan. Uang suap itu diberikan agar Rudi Indraprasetya menghentikan pengumpulan data dan bahan keterangan terkait kasus dugaan penyelewengan dana desa di Desa Dasok, Pamekasan.

Pada akhirnya, Rudi Indraprasetya dijatuhi hukuman pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

7. Kasus Suap Kasi III Intel Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba, yang tertangkap tangan oleh KPK, dengan barang bukti yang diamankan adalah uang Rp. 10 juta, dan sebelumnya Parlin Purba telah menerima uang sebesar Rp. 150 juta.

Suap yang diberikan kepada Parlin Purba berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan indikasi korupsi pada Proyek Pembangunan Irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu. Selanjutnya Parlin Purba oleh Pengadilan Tipikor Bengkulu divonis lima tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

8. Kasus Suap Jaksa Farizal di Kejati Sumatra Barat, dimana Farizal menerima suap Rp. 365 juta dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto. Uang suap yang diberikan Xaveriandy Sutanto itu untuk mengatur perkara yang disidangkan di Pengadilan Negeri Padang.

Dalam kasus tersebut, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy Sutanto dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan.

Pada 5 Mei 2017, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Padang memvonis Farizal 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta, subsider 4 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti Rp 365 juta.

9. Kasus suap Jaksa di Kejati Jabar yaitu Deviyanti Rochaeni, dimana dia menerima uang suap dalam penanganan kasus korupsi Penyalahgunaan Dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat.

“Uang suap tersebut diberikan secara langsung di ruang kerja Devi Rochaeni yang berlokasi di lantai 4 kantor Kejati Jabar, dan saat ditangkap KPK pada 11 April 2016, ditemukan uang hasil suap sebesar Rp 528 Juta,” tulis Meridian.

Pada 2 November 2016, lanjutnya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Bandung akhirnya memvonis jaksa Devi Rochaeni dengan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan 4 bulan.

10. Kasus suap Jaksa di Kejati Jawa Tengah yaitu Fahri Nurmallo, dimana dia selaku Ketua Tim Jaksa yang menangani kasus korupsi Penyalahgunaan Dana BPJS Kabupaten Subang, Jawa Barat, menerima suap Rp 528 juta dari Ojang (Bupati Subang) agar namanya tidak disebut dalam perkara yang menjerat Jajang di Kejati Jawa Barat.

Pada 2 November 2016, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung akhirnya memvonis Jaksa Fahri Nurmallo dengan hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider kurungan empat bulan.

“Di persidangan Pengadilan, kita saksikan para Jaksa tampil gagah berbalutkan toga hitam membuat tuduhan pada terdakwa. Lalu menuntut terdakwa untuk dijatuhi hukuman penjara hingga hukuman mati. Namun betapa bejatnya, bila para Jaksa yang sudah hidup mumpuni berkecukupan dibiayai oleh negara itu justru duduk di kursi terdakwa karena melakukan pemerasan terhadap pihak-pihak yang diperiksanya? ujarnya.

“Itulah deretan para Oknum Jaksa Pemeras yang perilaku bejatnya telah merusak marwah institusi kejaksaan. Dan kesemuanya telah dipidana dengan instrumen tipikor. Namun anehnya, Oknum Jaksa Pemeras di Kejaksaan Tinggi NTT atas nama Kundrat Mantolas yang melakukan pemerasan terhadap Pengusaha NTT (Kontraktor) atas nama Hironimus Taolin, justru sama sekali tidak dipidanakan,” kritiknya.

Meridian menjelaskan, bahwa modus pemerasan yang dilakukan oleh Jaksa KM terhadap HT adalah sama dengan modus pemerasan yang dilakukan oleh para Oknum Jaksa Pemeras yang telah dipidanakan tersebut. “Dimana Hironimus Taolin diperas sebanyak 20 (dua puluh) kali oleh KM dengan nilai Rp 100 juta setiap kali penyetoran, sehingga jika ditotalkan nilainya mencapai Rp 2 Milyar,” tandasnya. (sn/tim)