Kategori
Berita Daerah

Pegiat Anti Korupsi Desak Gubernur VBL Copot Dirut Bank NTT Karena Gagal Capai Target Laba Bersih Rp 500 M

Spiritnesia.Com, Jakarta – Pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), dan Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan Keadilan (FORMADDA) NTT mendesak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) untuk segera mencopot Dirut Bank NTT, Hary Alexander Riwu Kaho (HARK), karena dinilai sudah 2 (dua) Tahun Buku (2020 dan 2021) gagal mencapai target keuntungan/laba bersih bank NTT sebesar 500 Milyar. Capaian laba bersih bank NTT di 2 tahun kepemimpinan HARK bahkan lebih kecil (Tahun 2020 Rp 236,286 Milyar dan tahun 2021 Rp 228,268 Milyar) dibanding Tahun Buku 2019 yaitu Rp 236,475 Milyar. Selain itu, HARK juga diduga terlibat langsung kasus Pembelian MTN 50 Milyar dan bahkan pernah menjadi tersangka kasus kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu tahun 2013 senilai Rp 2,6 Milyar.

Demikian disampaikan Ketua GRAK dan FORMMADA NTT, Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Selasa (12/04/2022), menyoroti kinerja Dirut Bank NTT, HARK mendongkrak capaian laba bank NTT tahun 2020-2021.

“Mengapa Dirut Bank NTT yang diduga bermasalah dan tidak capai target keuntungan/laba dibiarkan memimpin bank NTT, bahkan cenderung “dibela” oleh Pemegang saham? Ini aneh. Apakah ada kongkalikong antara Dirut Bank NTT dan para Pemegang Saham yang nota bene adalah Kepala Daerah? Mengapa Pak Viktor terkesan mempertahankan HARK? Ada hubungan ‘mesra’ apa diantara mereka? Pak Viktor harus tegas dan segera copot HARK dari dirut Bank NTT,” tulisnya.

Hegon Kelen menjelaskan, bahwa pada tahun 2019, ketika menon-aktifkan mantan Dirut Bank NTT, Izhak Eduard Rihi karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar Gubernur VBL selaku PSP (Pemegang Saham Pengendali) saat itu mengatakan, “Dalam RRUPS tadi kami sepakat non-aktifkan Direktur Utama (Izak Rihi, red). Ini karena target laba yang diberikan tidak tercapai. Jauh di bawah harapan dan sangat kecil. Hanya sekitar Rp 200-an Milyar. Perlu penyegaran dan butuh orang bekerja agak ekstrim yang positif.”

Penonaktifan Dirut Bank NTT itu (Izak Rihi, red), kata Hegon Kelen mengutip penjelasan Gubernur VBL kala itu terkait pencopotan Izak Rihi dari jabatan Dirut Bank NTT, karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar yang sudah disepakati dalam naskah dan komitmen kerja saat Izak dilantik (https://www.gatra.com/news-478082-ekonomi-rups-di-tengah-pandemi-ini-penyebab-dirut-bank-ntt-dicopot-.html).

“Konskwensinya, diganti. Itu saja. Kita perlu kerja yang lebih ekstrim menghadapi tahun yang sulit seperti sekarang. Karena itu harus kerja keras penuhi target apalagi pada tahun 2024 nanti Modal Inti harus mencapai Rp 3 trilyun. Sekarang masih kurang Rp 1,2 trilyun. Karena itu harus kerja keras dengan pola berlari yang harus luar biasa. Langkah yang diambil harus mampu menekan NPL yang ada sehingga tidak menggerus keuntungan di tahun yang akan datang. Untuk itu perlu ada pembenahan-pembenahan dan tim kerja yang baik. Kita tidak butuh superman tapi kita butuh tim yang solid dan support,” beber Hegon Kelen mengulang penjelasan Gubernur VBL saat itu.

Hegon Kelen lanjut menjelaskan, bahwa saat ini publik NTT pun sedang menunggu komitmen Gubernur VBL bagi Bank NTT untuk mencapai target Rp 3 trilyun sebelum masa jabatannya berakhir di tahun 2023. Target yang harus dicapai oleh Bank NTT yaitu memenuhi Modal Inti Minimum paling sedikit Rp 3 trilyun paling lambat tanggal 31 Desember 2024, sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK RI Nomor 12 /POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

“Bagaimana Bank NTT dapat memiliki modal inti sebesar Rp 3 trilyun diakhir tahun 2024 kalau capaian keuntungan/Labanya dua tahun Buku tidak sampai Rp 500 Miliar?” kritiknya.

Hegon Kelen pun bertanya, jikalau bank NTT dibawah kepemimpinan HARK tidak penuhi modal inti sebesar Rp 3 Trilyun, apakah nanti akan ada penyertaan modal yang lebih besar lagi? Karena pasal 8 ayat 5 Peraturan OJK RI nomor 12 /pojk.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum tertulis, “Bagi Bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi Modal Inti minimum paling sedikit Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat tanggal 31 Desember 2024.”

Hegon Kelen juga membeberkan, ketika Bank NTT meraih penghargaan dari dua kategori sekaligus, yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 dan Improving Community Engagement on the Utilization of Banking Services, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi, Muhammad Ihsan saat menyerahkan penghargaan mengatakan, bahwa Gelar pertama yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 diraih Bank NTT karena telah mencatat pertumbuhan aset yang luar biasa, yakni sebesar 15,56%, dari Rp14,7 trilyun pada Desember 2020 menjadi Rp17,1 trilyun pada September 2021. Di samping itu, total laba komprehensif tahun berjalan tumbuh 48,5% dari Rp142,5 milyar pada kwartal III 2020 menjadi Rp 211,8 milyar pada kwartal III tahun 2021. (https://rakyatntt.com/catat-laba-485-bank-ntt-raih-best-bpd-award-tahun-2021/#:~:text=Di%20samping%20itu%2C%20total%20laba,pada%20kwartal%20III%20tahun%202021.) “Ini artinya Bank NTT gagal capai target laba bersih Rp 500 Miliar,” tegasnya.

Hegon Kelen juga melontarkan kritik, bahwa terkait dengan penyertaan modal tersebut, Gubernur VBL sebagai Kepala Daerah dinilai kurang patuh terhadap Peraturan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari LHP BPK Nomor: 91.A/LHP/XIX.KUP/05/2021, yang mana dalam LHP tersebut diuraikan tentang adanya penyertaan modal yang belum diperdakan yaitu:

1. Kepemilikan saham perseroan sebanyak 1.500 lembar pada PT Semen Kupang;

2. Dana cadangan yang dikapitalisasi sebagai penyertaan modal tambahan oleh Bank NTT senilai Rp 27.545.550.000,00

3. Penyertaan modal ke Jamkrida senilai Rp 25.000.000.000,00.

Terkait hal ini, PK merekomendasikan kepada Gubernur NTT agar menginstruksikan kepada Sekretaris Daerah untuk Mengusulkan penetapan Perda terkait 3 hal tersebut.

“Sampai hari ini kita belum tahu apakah rekomendasi dari BPK ini sudah ditindaklanjuti atau belum. Apabila belum dikerjakan, maka ini menjadi catatan buruk dalam pemerintahan Pak Viktor Laiskodat, karena kita tahu bahwa rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah Intinya kita mendesak Pak Viktor Laiskodat sebagai Gubernur NTT untuk lakukan dua hal yaitu: Pertama, copot HARK dari jabatan Dirut Bank NTT dan segera selesaikan ‘masalah’ di Bank NTT. Termasuk dalam hal ini adalah membuat Perda atau payung hukum terkait penyertaan modal di beberapa BUMD”, ujarnya.

Kepada Gubernur VBL, Hegon Kelen berpesan agar “sebelum turun dari jabatannya pada tahun 2023, diharapkan VBL selaku gubernur NTT sekaligus PSP di Bank NTT dapat menyelesaikan masalah di Bank NTT dan memastikan target modal inti Rp 3 trilyun Bank NTT tercapai. Kalau bisa tanpa penyertaan modal. “Kami tidak mau Bank NTT bangkut. Kami desak Pak Viktor untuk segera copot HARK dari jabatannya sebagai Dirut Bank NTT,” tegasnya lagi. (SN/tim)