Kategori
Berita Daerah

Bukan Kontraktor Pelaksana, Hakim Diminta Batalkan Penetapan Tersangka DALR di Kasus PDAM Kupang

Spiritnesia.com, Kupang – Tim Kuasa Hukum/Pengacara tersangka DALR, meminta Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Klas I Kupang untuk membatalkan penetapan tersangka kliennya karena Jaksa Penyidik tidak memiliki bukti permulaan yang cukup. DALR ditetapkan sebagai tersangka tanpa adanya hasil audit yang menunjukan adanya kerugian negara dan DALR bukan kontraktor pelaksana proyek (Direktur yang menandatangani kontrak, re) pada Proyek IKK Tarus (Tahun 2015) dan Pembangunan Reservoar (Tahun 2016) yang bersumber dari Penyertaan Modal Pemkab Kupang ke PDAM Kupang senilai Rp 6,5 Miliar.

Permintaan Tim Kuasa Hukum DALR (Pemohon), Yohanes D. Rihi, Dr. Yanto M.P. Ekon, SH M.Hum, Mariyeta Soruh, SH, MH dan Yohana Lince Aleng, SH, MH dari dari Kantor Advokat/Penasihat Hukum Yohanis D. Rihi, SH & Rekan disampaikan dalam Replik/kesimpulan Sidang Gugatan Pra-Peradilan antara DALR Melawan Jaksa Agung RI cq Kajati NTT, cq. Kajari Oelamasi (Termohon) di Pengadilan Negeri Oelamasi, Kabupaten Kupang, Senin (11/7/2022).

“Pemohon berkesimpulan bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka yang dilanjutkan dengan penahanan tidak dilandasi alat bukti permulaan yang cukup dan secara formil bertentangan dengan Pasal 1 angka 2 KUHAP sebab Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka barulah mencari alat bukti tentang kerugian keuangan negara melalui koordinasi dengan BPKP tetapi saat ini belum ada hasil perhitungan kerugian keuangan negara yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang,” tandas Tim Kuasa Hukum.

Oleh karena itu, lanjut Tim Kuasa Hukun, Pemohon memohon agar Yang Mulia Hakim Pra-Peradilan menjatuhkan putusan yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan hukum bahwa Penetapan Pemohon (DALR) sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kupang Nomor: PRINT-02/N.3.25/Fd.1/04/2020, tanggal 27 April 2022 Jo. Nomor: PRINT-03/N.3.25/Fd.1/03/2022, tanggal 18 Maret 2022 dan Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-02/N.3.25/Fd.1/04/2022, tanggal 27 April 2022 atas nama DALR adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak memiki kekuatan hukum yang mengikat;
3. Menyatakan hukum bahwa segala hasil penyidikan yang dilakukan oleh Termohon terhadap Pemohon terkait dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana penyertaan modal sebesar Rp. 6.500.000.000,- (enam miliar lima ratus juta rupiah) Tahun Anggaran 2015 dan 2016 dari Pemerintah Kabupaten Kupang kepada Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Kupang adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;
4. Menyatakan hukum bahwa Surat Penetapan Tersangka Nomor: B-02/N.3.25/Fd.1/04/2022, tanggal 27 April 2022 atas nama DALR yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
5. Menyatakan hukum bahwa Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-02/N.3.25/Fd.1/04/2022, tanggal 27 April 2022 atas nama Pemohon (DALR) yang diterbitkan oleh Termohon adalah tidak sah dan batal atau dibatalkan demi hukum;
6. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera mengeluarkan Pemohon dari Rumah Tahanan Negara Kupang;
7. Menyatakan tidak sah segala putusan atau penetapan yang dikeluarkan oleh Termohon yang berkaitan dengan penetapan Tersangka dan penahanan terhadap diri Pemohon dan yang sifatnya merugikan Pemohon;
8. Membebankan biaya perkara yang timbul kepada negara.

“Atau Mohon putusan yang seadil-adilnya,” pinta Kuasa Hukum DALR.

Dalam Replik tersebut dijelaskan bahwa Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka dan dilanjutkan dengan penahanan Pemohon karena Pemohon disangka mewakili PT. ANNISA PRIMA LESTARI pada tahun 2015 sebagai Pelaksana Pekerjaaan Penyediaan Air Bersih IKK Tarus dan mewakili PT. CV. CEMPAKA INDAH pada tahun 2016 sebagai pelaksana Pekerjaan Pembangunan Reservoir 100M3 di IKK Tarus.

Pemohon disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maupun Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tidak didasari 2 (dua) alat bukti yang sah, yakni:
1) Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak didasari alat bukti permulaan apapun yang relevan dengan hubungan hukum antara Pemohon dengan Pekerjaan Penyediaan Air Bersih IKK Tarus dan Pembangunan Reservoir 100M3 di IKK Tarus;
2) Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak didasari alat bukti permulaan tentang kerugian keuangan negara.

“Bahwa Termohon menetapkan Pemohon sebagai Tersangka tidak memiliki bukti permulaan apapun yang membuktikan adanya hubungan hukum kontraktual antara Pemohon selaku Penyedia dengan Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan Pekerjaan Penyediaan Air Bersih IKK Tarus dan Pembangunan Reservoir 100M3 di IKK Tarus,” tandas Tim Kuasa Hukum.

Sebaliknya, lanjut Tim Kuasa Hukum, bukti permulaan yang ada berupa Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) Harga Satuan Nomor: 127/PSPAM-AB/PDAM-KPG/IX/2015, tanggal 22 September 2015 telah membuktikan dalam Pekerjaan Penyediaan Air Bersih IKK Tarus yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen adalah ANIK NURHAYATI, ST sedangkan Penyedia adalah HELIANA SUPARWATI sebagai Direktur Utama PT. Annisa Prima Lestari.

“Demikian pula bukti permulaan berupa Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) Harga Satuan Nomor: 124/PDAM-KPG/VIII/2016, tanggal 27 Agustus 2016 telah membuktikan dalam Pekerjaan Pembangunan Reservoir 100M3 di IKK Tarus, yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen adalah TRIS M. TALAHATU, ST sedangkan Penyedia adalah CHAIRUDIN sebagai Direktur CV. Cempaka Indah,” ungkap Tim Kuasa Hukum.

Menurut Tim Kuasa Hukum, satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), berdasarkan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 Jo. Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor: 15 Tahun 2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 4 Tahun 2016 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

“Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional, sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan negara, namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan negara,” tegas Tim Kuasa Hukum.

Kuasa Hukum Peohon menjelaskan, Saksi ahli Pemohon, Dr. SIMPLEXIUS ASA, SH,MH dalam persidangan menerangkan kewenangan Hakim Praperadilan dalam memeriksa sah atau tidaknya penetapan tersangka, tidak hanya memeriksa jumlah (kuantitas) alat bukti permulaan yang dimiliki oleh Termohon selaku Penyidik, melainkan Hakim Praperadilan juga berwenang memeriksa kualitas atau relevansi alat bukti permulaan yang diperoleh penyidik dengan unsur-unsur ketentuan hukum yang disangkakan kepada Tersangka;

“Bahwa Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) Harga Satuan Nomor: 127/PSPAM-AB/PDAM-KPG/IX/2015, tanggal 22 September 2015 telah membuktikan dalam Pekerjaan Penyediaan Air Bersih IKK Tarus yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen adalah ANIK NURHAYATI, ST. Sedangkan Penyedia adalah HELIANA SUPARWATI sebagai Direktur Utama PT. Annisa Prima Lestari,” beber Tim Kuasa Hukum,” tandas Tim Kuasa Hukum.

Demikian juga, papar Tim Kuasa Hukum, Surat Perjanjian Pemborongan (Kontrak) Harga Satuan Nomor: 124/PDAM-KPG/VIII/2016, tanggal 27 Agustus 2016 telah membuktikan dalam Pekerjaan Pembangunan Reservoir 100M3 di IKK Tarus, yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen adalah TRIS M. TALAHATU, ST. “Sedangkan Penyedia adalah CHAIRUDIN sebagai Direkrtur CV. Cempaka Indah,” tegas Tim Kuasa Hukum.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam persidangan Pra-Peradilan tersebut sebelumnya, terungkap bahwa Jaksa Penyidik Kejari Oelamasi tidak memiliki alat bukti yang cukup untuk menetapkan DALR sebagai tersangka dalam proyek IKK Tarus (Tahun 2015) dan Pembangunan Reservoir Tarus (Tahun 2016) yang dibiayai dari dana Penyertaan Modal Pemkab Kupang ke PDAM Kupang. Selain itu, DALR bukan kontraktor pelaksana proyek atau sebagai pihak yang menandatangani kontrak denga Pejabat Pembuat Komitmen. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Suku Puhumaking Desak BPN Flotim Batalkan Penerbitan SHM Lahan Perumahan Korban Seroja di Adonara

Spiritnesia.Com, Kupang – Suku Puhumaking sebagai pemegang hak ulayat di areal pembangunan rumah korban badai Seroja di Desa Saosina, Adonara-Flores Timur (Lamaholot) mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Flores Timur (Flotim), NTT untuk membatalkan proses penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM)/Hak Guna Bangunan (HGB) atau jenis sertifikat lainnya di atas lahan tersebut. Menurut Suku Puhumaking, pihaknya sebagai pemilik ulayat tidak pernah dilibatkan oleh pemerintah dalam proses penggunaan lahan untuk pembangunan perumahan tersebut.

Desakan itu disampaikan dalam surat bersifat penting dan segera kepada Kepala BPN Flotim di Larantuka, Nomor: 003/SP-PS/PUHUMAKING/Adonara, tertanggal 9 Mei 17 Mei 2022, Perihal : Permohonan Pembatalan dan Pembaharuan sertifikat tanah diatas Hak Ulayat Milik Suku Puhumaking di Wilayah adat Saosina Adonara-Lamaholot. Surat tersebut ditandatangani oleh MAHYUDIN ADAM Alias UDIN LAOT sebagai sulung Suku Puhumaking, pemilik hak ulayat suku.

“Kami mohon kepada Bapak berdasarkan kewenangan yang ada SEGERA MEMBATALKAN dan/atau MEMPERBAHARUI SELURUH SERTIFIKAT dimaksud di atas Hak Ulayat milik Suku Puhumaking,” tulis Suku Puhumaking dalam suratnya.

Menurut Suku Puhumaking, jika permohonan tersebut diabaikan dan BPN tidak menjalankan kewenangan yang ada maka apabila dikemudian hari terjadi hal-hal yang tidak diinginkan bersama maka pihaknya sebagai pemilik ulayat tidak bertanggungjawab. “Namun menurut hukum dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Bapak wajib bertanggung jawab,” tandas Suku Puhumaking.

Suku Puhumaking mendesak Kepala Badan Pertanahan Nasioanl Kabupaten Flores Timur untuk segera menindaklanjuti permohonan tersebut demi keadilan hukum dan keadilan sosial bagi kami selaku Pemilik Hak Ulayat. “Karena sejak Leluhur kami hingga generasi kami saat ini, tidak pernah mengeluarkan atau menerbitkan Surat Pelepasan Hak Ulayat kepada setiap orangan” tandas Suku Puhumaking.

Dijelaskan, permohonan pembatalan dan pembaharuan Sertifikat Tanah yang dimaksud adalah pembatalan terhadap seluruh sertifikat yang diduga telah diterbitkan sebelumnya di wilayah hukum Adat Saosina yaitu wilayah Waiwerang dan sekitarnya maupun terhadap para korban banjir di Desa Saosina, Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur oleh pihak badan pertahanan Nasional Kabupaten Flores Timur atau Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Suku Puhumaking memaparkan, menurut hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dimaksud dalalm pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Pasal 2 Jo. Pasal 3 UU nomor 5 tahun 1960 Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, maka selaku pemilik hak ulayat atau dalam bahasa lamaholot disebut Lewetanah Alapeng, patut kami tegaskan bahwa berdasarkan Hukum Adat Adonara-Lamaholot dan Amanat dari Leluhur, Dilarang Menjual Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam di wilayah hukum Adat Adonara-Lamaholot termasuk milik suku Puhumaking kepada setiap orang baik pribadi maupun Badan Hukum Milik Negara Republik Indonesia atau swasta.

“Bahwa agar diketahui oleh Bapak Hak Ulayat Milik Suku Puhumaking di wilayah hukum Adat Saosina adalah Waiwerang dan sekitarnya, sebelah timur berbatasan langsung dengan Hak Ulayat Milik Suku Inguliman yang dibatasi dengan jembatan Hitam atau dalam Bahasa Lamaholot disebut GOT MITENENG,” tulis Suku Puhumaking.

Sesuai Amanat dari Leluhur, lanjut Suku Puhumaking, terhadap setiap orang yang datang, tinggal dan menetap di wilayah hukum Adatnya, akan diberikan sebidang tanah untuk ditempati, namun wajib mengikuti Mekanisme dan Prosedur Hukum Adat kami yang telah ditetapkan dan disahkan secara Hukum Adat Adonara-Lamaholot oleh Para Leluhur kami terdahulu yang berada di Tanah Adonara-Lamaholot selaku pemilik hak ulayat atau Lewotanah Alapeng.

“Bahwa oleh karena hukum baik hukum adat adonara-lamaholot maupun hukum positif negara RI, maka terhadap seluruh sertifikat tanah yang telah diterbitkan atau sementara dalam proses berupa hak milik, hak guna bangun, hak guna usaha, hak pakai dan hak garap kepada setiap orang wajib dibatalkan dan/atau diperbaharui dengan melibatkan kami pemilik hak ulayat atau dalam bahasa lamaholot disebut lewotanah alapeng,” tegas Suku Puhumaking.

Tak Boleh Terbitkan Sertifikat Tanah
Salah satu pemegang kuasa hak Ulayat Suku Puhu Making, Lamber Lakang Nara kepada Tim Media ini di Kupang mengatakan, Suku Puhumaking tidak menjual lahan Ulayat tersebut. Pihaknya hanya ingin ada pengakuan dari pemerintah atas hak Ulayat Suku Puhumaking.

“Kami tidak jual tanah ulayat Suku Puhumaking. Jadi pemerintah jangan percaya kalau ada pihak tertentu yang menjual lahan tersebut. Kami perbolehkan untuk bangun rumah dan tinggal tapi atas persetujuan suku Puhumaking. Tapi kami minta agar BPN tidak menerbitkan sertifikat tanah dari perumahan tersebut. Biarkan lahan tersebut tetap menjadi hak Ulayat Suku Puhumaking,” tandasnya.

Hal senada juga ditegaskan pemegang kuasa Ulayat Suku Puhumaking lainnya, Bapak Laot Pitrat yang dihubungi pertelepon pekan lalu. Menurutnya, pemerintah Kabupaten Flotim dan BPN harus menyelesaikan masalah lahan tersebut agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

“Kita tidak ingin timbul masalah dan pertumpahan darah di kemudian hari. Karena itu masalah ini harus disekesaikan” tegasnya.

Informasi yang dihimpun tim media ini, lokasi di Saosina tersebut akan dibangun sebanyak 195 unit rumah tipe 36 oleh Pemerintah Pusat. Luas tanah 108 meter persegi untuk korban badai Seroja di Adonara. Permukiman itu dilengkapi sanitasi komunal, jaringan air bersih, listrik, jalan lingkungan dan balai warga serta siap untuk dihuni.

Secara keseluruhan, di Kabupaten Flores Timur dibangun sebanyak 300 unit di tiga lokasi antara lain di Oyang Barang (50 unit), Saosina (195 unit) dan Nelelamadike (55 unit). (SN/tim)