Kategori
Berita Daerah

Dugaan Korupsi Rp 2,7 M di Distan Malaka, DPRD Minta APH Usut

Spiritnesia.com, Malaka – Aparat Penegak Hukum (APH) didesak segera mengusut tuntas Kasus Dugaan Korupsi di Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Malaka Terkait Pengolahan Lahan Pertanian Masyarakat Tahun 2021 Sebesar Rp 2,7 Miliyar.

Permintaan itu disampaikan Anggota DPRD Fraksi Partai Golkar Kabupaten Malaka, Raymundus Seran Klau dan Markus Baria Berek kepada wartawan secara terpisah, Minggu (31/7/22).

“APH, baik KPK RI, Jaksa dan Polisi harus merespon dan mengusut kasus dugaan korupsi di Dinas Pertanian karena ada sejumlah alokasi dana operasional dan pemeliharaan alsintan dan kendaraan yang berpotensi dikorupsi dan disalahgunakan oleh Plt. Kadis Pertanian Malaka, VK bersama jajarannya,” ungkap Raymundus Seran Kalau.

Ia menjelaskan, sumber dana yang berpotensi dikorupsi seharusnya dialokasikan untuk Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan tahun 2021. Dana tersebut berasal dari Dana Transfer Umum – Dana Alokasi Umum (DAU) dengan keluaran sub kegiatan, terlaksananya pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan 100 persen dengan waktu pelaksanaan mulai bulan Januari sampai Desember 2021.

Anggota Dewan yang akrab disapa Mundus lebih lanjut memaparkan, sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Perangkat Daerah (DPPA SKPD ) Tahun Anggaran 2021 menyebutkan terdapat kegiatan Pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang harus diusut terdapat dalam Pos Anggaran Belanja Operasi sebesar Rp 2.699.303.260.

Dijelaskan, sesuai pos Belanja Operasi diuraikan, Kode Rekening 5.1.02 Belanja Barang dan Jasa Rp 2.669.309.260, dengan rincian Dalam kode rekening 5.1.02.1 Belanja Barang Rp 1.378.884.260, kode Rekening 5.1.02.01. 01 Belanja Barang Habis Pakai sebesar Rp 1.378.884.260.

Selanjutnya Mundus merincikan, dalam kode rekening 5.1.02.01.01.0004 diuraikan, untuk Belanja bahan bakar dan Pelumas sebesar Rp 824.999.100 dengan rincian Belanja Oli Roda, Oli Gardan, Oli Rotari sebesar Rp 36.480.000, Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas Rp 726.000.000, Belanja Bahan Pelumas Rp 62.519.100; Belanja Bahan Pelumas Rp 62.519.100, Gemuk Rp 5.798.100, oli Mesin Sae Rp 19.425.000 dan Belanja oli mesin traktor sedang TR4 (Sedang) Rp 37.296. 000.

Di Pos Anggaran lainnya, lanjut Mundus, dalam Kode Rekening 51.02.01.01.0013 dengan uraian untuk Belanja Suku Cadang – Suku Cadang Alat Angkutan dengan total anggaran Rp 553.855.160 dengan rincian Belanja Jasa Teknisi Traktor Roda 4 Rp.7.500.000, Belanja Ring Seher Traktor Roda 4 Rp 27.000.000 dan Belanja Suku Cadang Traktor Roda 4 sebesar Rp 519.385.160.

Sementara itu dalam Kode Rekening 5.1.02.02.01.0026, lanjut Mundus, dialokasikan anggaran untuk Belanja Jasa Tenaga Administrasi (Honorarium) Operator Traktor Roda 4 sebesar Rp 1.098.000. 000. Honorarium Teknisi Traktor Roda 4 sebesar Rp 73.200.000.

Dalam Pos Perjalanan dinas sesuai Kode Rekening 5.1.02.04.01.0001, beber Mundus, dialokasikan dana Perjalanan Dinas Biasa Rp 149.225.000 dengan rincian Tiket Pesawat Rp 5.000.000 dan Monitoring Pengolahan Lahan Kering Rp 144.225.000; dengan demikian total anggaran Sub Kegiatan seluruhnya sebesar Rp 2.699.309.260.

Anggota DPRD Kabupaten Malaka dari Fraksi Partai Golkar lainnya, Markus Baria Berek kepada wartawan, juga meminta agar KPK, Jaksa dan Tipikor Kepolisian harus proaktif mengusut tuntas dugaan Korupsi di Dinas Pertanian Malaka Tahun 2021 karena berpotensi disalahgunakan Plt. Kadis Pertanian Malaka, Vinsen Kapu bersama jajarannya.

“Dalam pantauan kami di lapangan selama tahun 2021, Dinas Pertanian Kabupaten Malaka tidak melakukan aktifitas pengolahan lahan milik rakyat secara masif menggunakan anggaran-anggaran tersebut di atas,” ungkap Markus Baria Berek.

Menurutnya, pihaknya mengetahui bahwa traktor-traktor itu pada tahun 2021 dikeluarkan dari dinas ke masyarakat tidak memanfaatkan anggaran-anggaran tersebut. “Karena biaya operasional seperti pembelian BBM, biaya Sewa operator dibayar masyarakat pemilik lahan, bayar di muka sebelum tanah mereka diolah dan menurut informasi dikelola tim sukses pilkada,” beber Baria Berek.

Fakta lainnya, lanjut Baria Berek, dalam tahun 2021 ada anggaran Pemeliharaan/Perbaikan Traktor untuk Belanja Suku Cadang – Suku Cadang Alat Angkutan dengan total anggaran Rp 553.855.160. “Namun diduga disalahgunakan dan tidak dimanfaatkan untuk merawat atau memperbaiki traktor-traktor,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, dalam Rapat di DPRD tentang LKPJ Bupati Malaka 2021 dalam Paripurna DPRD, Pemandangan Umum Fraksi dan Rapat Komisi, para anggota Dewan sering mempertanyakan banyaknya traktor dan mesin serta alat pertanian milik pemerintah yang rusak.

“Juga diterlantarkan padahal ada pos anggaran untuk perbaikan dan pemeliharaan. Dari total 60 unit traktor milik dinas Pertanian Malaka hanya ada 23 unit yang masih baik dan bisa dimanfaatkan dan selebihnya rusak dan tercecer dimana-mana tanpa diurus,” beber Baria Berek.

Selain itu, lanjut Baris Berek, ada juga mesin dan alat pertanian seperti mesin combine untuk panen, exavator mini milik Dinas dan truk putih untuk operasional dinas serta traktor besar. “Diduga alsintan dan kendaraan tersebut direntalkan Dinas Pertanian kepada pihak ketiga (swasta) untuk cari uang dari rakyat,” ungkapnya.

Fakta -fakta tersebut, kata Baria Berek, menjadi atensi DPRD untuk membentuk Pansus guna menelusuri pemanfaatan aset-aset daerah tersebut. “Selain Pembentukan Pansus, Dugaan korupsi yang disampaikan ini, juga harus jadi atensi APH untuk mengusutnya secara tuntas agar ada efek jera dan pembelajaran bagi setiap dinas pengguna anggaran rakyat,” tegasnya.

Menurutnya, proses hukum terhadap dugaan korupsi tersebut menjadi ujian bagi APH di Kabupaten tersebut. “Karena di Malaka hanya bisa ungkap korupsi Dana Desa yang nilainya kecil-kecil tetapi untuk kerugian negara yang sifatnya besar terkesan APH tutup mata dan tiarap,” kritik Baria Berek. (SN/Tim)

Kategori
Berita Daerah

Salahgunakan Pinjaman Daerah Rp 76,7 M oleh Pemprov, Disorot DPRD NTT

Spiritnesia.Com, Kupang – Penggunaan dana Pinjaman Daerah Tahun Anggaran 2021 (dana Pemberdayaan Ekonomi Nasional/PEN) senilai Rp 76.784.950.029,93,- (tujuh puluh enam miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta dua puluh sembilan ribu sembilan puluh tiga sen) diduga disalahgunakan alias digunakan tidak sesuai dengan peruntukkannya (untuk pembangunan jalan, embung, dan SPAM) sesuai kontrak antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dan PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI).

Hal itu menjadi sorotan Partai Amanat Nasional (FPAN) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) pada Pendapat Akhir Fraksinya  terhadap Tanggapan Gubernur NTT terkait Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) NTT Tahun Anggaran (TA) 2021 pada Senin (20/6/22) lalu.

“Sehubungan dengan Pemanfaatan Pinjaman PEN yang tidak sesuai dengan Akta Perjanjian Kredit PT. SMI sebesar Rp 76.784.950.029,93,- (tujuh puluh enam miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta dua puluh sembilan ribu sembilan puluh tiga sen) Fraksi PAN menegaskan, Pemprov NTT segera mencari dana penggantinya,” ujar Sekretaris FPAN, Sayful Sengaji, ST (dari Dapil Flotim, Lembata, Alor) sekaligus Juru Bicara Fraksi.

Jika dana Pinjaman Daerah (Pinjaman PEN) ini tidak diganti oleh Pemprov, lanjut FPAN, maka PT. SMI akan memotong anggaran dari proyek-proyek yang sedang dilaksanakan hingga tahun 2022. “Jika dana Pindajam Daerah dan Pinjaman PEN ini tidak diganti oleh Pemprov maka akan ada ruas jalan, embung atau SPAM seperti yang tercantum dalam Akta Perjanjian Kredit dengan PT. SMI No. PERJ-12-7/SMI/0821, yang akan terancam tidak diselesaikan,” tulis FPAN.

Oleh karena itu, Fraksi PAN DPRD NTT meminta kepada Pemprov agar membuat laporan tersendiri tentang Pinjaman Daerah kepada DPRD.  “Baik tentang pinjaman Bank NTT dan Pinjaman Reguler PT. SMI Tahun 2020 maupun pinjaman PEN pada PT. SMI tahun 2021, khususnya yang berhubungan dengan pencairan, pemanfaatan, progress fisik dan keuangan kegiatan yang dibiayai, pengembalian pokok pinjaman dan bunganya,” tandas Sengaji.

Selain itu, Fraksi PAN juga meminta untuk memberikan kepada DPRD dokumen yang berkaitan dengan Akta Perjanjian Kredit dengan Bank NTT dan PT. SMI.  “Baik Pinjaman Reguler maupun Pinjaman PEN dan Adendumnya agar dapat diikuti dengan baik oleh DPRD,” pinta FPAN dalam Pendapat Akhir yang ditandatangani oleh Ketuanya, Rambu K.A. Praing, S.Farm (dari Dapil Sumba).

Hal senada juga disorot oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) DPRD NTT dalam Pendapat Akhirnya. “Temuan BPK RI Perwakilan NTT memperlihatkan Pemerintah tidak disiplin dalam memanfaatkan dana pinjaman sebesar Rp 76.784.940.029 yang digunakan tidak sesuai dengan peruntukan penggunaan dana pinjaman Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN),” ujar Jubir FPDIP, Adoe Yuliana Elisabeth, S. Sos (dari Dapil Kota Kupang).

Fraksi PDIP dalam Pendapat Akhir yang ditandatangani oleh Ketua Fraksi, Yunus Takandewa, S. Pd (dari Dapil Sumba, red) dan Sekretaris, Emanuel  Kolfidus (dari Dapil Sikka, Ende, Nagekeo, Ngada, red), temuan BPK RI tersebut harus menjadi perhatian serius Pemprov NTT.  “Ini menjadi catatan dan peringatan serius bahwa disiplin pengelolaan keuangan daerah harus kembali ditegakkan,” tandas politisi yang biasa disapa Lili Adoe.

Fraksi PDIP menguraikan, pencapaian Pembiayaan Daerah masih jauh dari target. Menurut Fraksi Banteng Moncong Putih, pembiayaan dalam APBD TA 2021 hanya mencapai 25,91 persen atau sebesar Rp 258.865.991.150 (dua ratus lima puluh delapan miliar, dalapan ratus enam pulu lima juta sembilan ratus sembilan puluh satu ribu seratus lima puluh rupiah).

“Ini harus menjadi percermatan pemerintah, sekali lagi berkaitan dengan rasio kemampuan keuangan daerah. Pada titik ini, profesionalitas penggunaan dana Pinjaman Daerah (dana PEN) merupakan syarat mutlak secara khusus pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang menggunakan dana pinjaman,” tandas Lili Adoe.

Menurut Fraksi PDIP, dana Pinjaman Daerah merupakan suatu berkah, tetapi dapat menjadi suatu beban berat jika tidak digunakan secara tertib dan bertanggungjawab. “DPRD dan pemerintah tentu tidak ingin meninggalkan suatu beban sejarah untuk masyarakat NTT, berkaitan dengan geliat pinjaman daerah dan penggunaannya,” tegas Lili Adoe. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Kapolda NTT Diminta Terapkan Hukuman Mati Bagi Koruptor Kasus Beras JPS Covid-19 Rp 71,7 M

Spiritnesia.Com, Jaya Pura – Advokat asal NTT di Jaya Pura, Papua, Matheus M. Sare melaporkan kasus Pengadaan Beras Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 dengan nilai sekitar Rp 71,7 Miliar yang dilaksanakan oleh PT. Flobamor di Dinas Sosial NTT ke Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT. Kapolda diminta selidiki (Lidik) kasus tersebut dan menerapkan pasal hukuman mati karena diduga melakukan tindak pidana korupsi pada proyek Beras JPS Covid-19 (proyek dalam keadaan tertentu/darurat/penanggulangan bencana, red).

Laporan dan permintaan itu disampaikan Pelapor sebagai advokat dari Kantor Advokat & Konsultan Hukum, Matheus M. Sare, S.H & Rekan ke Kapolda NTT, cq. Direktur Reserse Krimsus Polda NTT melalui Surat Elektroniknya pada 17 Juni 2022. Perihal Surat adalah Permohonan Proses Hukum Dugaan Tindak Pidana Korupsi Beras JPS Covid-19 Tahun 2020.

“Berdasarkan peristiwa dan fakta hukum yang terungkap terhadap dugaan tindak pidana korupsi keuangan Negara RI dalam Pengadaan Beras JPS Covid-10 Tahun 2020 bagi masyarakat NTT pada Dinas Sosial Provinsi NTT oleh PT. Flobamor-Kupang melalui pemberitaan dalam link berita ini pada Media Suara Flobamora (terlampir), maka oleh karena itu kami selaku warga negara RI, mohon kepada Bapak selaku Kapolda NTT melalu Pejabat Penegak Hukum Pemerintah RI yang berwenang pada Polda NTT dalam hal ini Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTT untuk segera melakukan penyelidikan dan penyidikan perkara a quo (tersebut, red),” tulis Matheus dalam surat elektroniknya.

Menurut Matheus, pada Tahun 2021 terhadap dugaan tindak pidana korupsi perkara tersebut telah dilaporkan oleh Gerakan Republik Anti Korupsi (Grak) oleh Ketua GRAK an. Yohanes Hegon Kelen pada KPK RI dan telah ada Supervisi dari KPK RI kepada Polda NTT.

“Terhadap dugaan tindak pidana korupsi perkara a quo diduga para pelaku tindak pidana korupsi yaitu pejabat pemerintah daerah Povinsi NTT dan Pihak Korporasi dalam hal ini Pimpinan PT. Flobamor telah merugikan keuangan negara RI dengan cara, Bersama-sama melawan Hukum dan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, sarana dan prasarana yang ada padanya karena jabatan pada keadaan tertentu yaitu penanganan ekonomi rakyat NTT akibat dari dampak Virus Covid-19,” papar Matheus.

Oleh karenanya, lanjut Matheus, para pelaku tindak pidana korupsi perkara tersebut telah melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 3 UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau Lazim disebut UU Tipikor jo. Pasal 55 KUHP jo. 56 KUHP.

Menurut Matheus, karena dugaan korupsi tersebut terjadi dalam proyek dalam keadaan tertentu (pandemi Covid-19) maka para terduga pelaku dapat dikenakan tuntutan Pidana Mati. “Oleh karena hukum terhadap dugaan tindak pidana korupsi perkara a quo dilakukan oleh para pelaku tindak pidana korupsi pada keadaan tertentu, maka dapat dijatuhkan/dihukum dengan Pidana Mati sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor,” tandasnya.

Matheus menjelaskan, dalam dugaan tindak pidana korupsi perkara tersebut telah ada alat bukti tulisan surat berupa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI terhadap kerugian negara RI. “Oleh karena itu dapat mempermudah Pejabat Penegak Hukum Pemerintah RI pada Polda NTT dalam hal melakukan penyelidikan untuk mencari alat bukti tambahan agar dapat memperoleh 2 (dua) alat bukti permulaan cukup untuk ditingkatkan pada penyidikan yaitu penetapan tersangka bagi diduga para pelaku tindak pidana korupsi,” bebernya.

Ia memaparkan, menurut hukum unsur-unsur pidana korupsi dalam perkara tersebut telah terpenuhi yaitu, antara lain unsur :
1). Setiapa orang;
2). Korporasi;
3). Bersama-sama;
4). Kerugian Keuangan Negara RI;
5). Meyalahgunakan Kewenangan, Sarana, Kesempatan ada padanya karena Jabatan dengan melawan hukum;
6). Menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi;
7). Keadaan tertentu yaitu penyaluran beras JPS Covid-19 Tahun 2020 untuk mengatasi ekonomi rakyat NTT akibat dampak virus Covid-19.

Dengan demikian, kata Matheus, tidak ada alasan hukum yang patut bagi Pejabat Penegak Hukum Pemerintah RI/Negara baik pada Polda NTT maupun pada KPK RI untuk tidak melakukan penyelidikan dan/ penyidikan.

Selain daripada itu, lanjutnya, hal yang terpenting harus/wajib dipertimbangkan oleh pejabat Penegak Hukum Negara RI yang berwenang bahwa akibat pemberitaan yang dilakukan oleh Fabianus Latuan selaku Jurnalis yang berintegritas tinggi yang hampir hilang nyawanya di tangan diduga Para Preman Bayaran. “Bahwa selain itu perkara a quo diduga sangat berkaitan erat dengan dugaan tindak pidana percobaan pembunuhan berencana atau pengeroyokan atau penganiayaan berat yang dialami korban an. Fabianus Latuan, dimana saat ini dalam proses hukum,” ungkap Matheus.

Matheus menduga, dugaan tindak pidana korupsi tersebut melibatkan para penguasa pada Pemda Provinsi NTT. “Oleh sebab itu besar harapan kami terhadap perkara a quo segera diproses hukum dan diusut tuntas dari hulu hingga muara, karena hal tersebut penting dan patut demi hukum mengingat akan hak hukum bagi rakyat NTT, akibat dampak dari virus Covid-19 Tahun 2020,” tulisnya.

Menurutnya, yang perlu dihindari adalah timbulnya preseden buruk bagi penegakan hukum di Negara RI. “Jangan sampai rakyat RI, khususnya rakyat NTT menilai bahwa hukum positif milik negara RI diadakan hanya untuk menghukum rakyat RI yang lemah dan untuk melindungi oknum-oknum yang berkuasa di Negara RI yaitu penguasa dan pejabat negara RI atau pejabat pemerintah RI atau pihak swasta yang memiliki finansial,” tandas Matheus. (SN/tim)