Kategori
Berita Daerah

Polres Malaka Segera Pulbaket Kasus Dugaan Korupsi Rp 2,7 Milyar di Distan Malaka

Spiritnesia.com, Malaka – Kepolisian Resort (Polres) Malaka siap mengusut tuntas kasus dugaan korupsi senilai Rp 2,7 Milyar untuk pengadaan sarana prasarana pertanian berupa tracktor pada Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Pertanian (Distan) Kabupaten Malaka yang bersumber dari Dana Alokasi Umum Tahun Anggaran 2021. Polres Malaka juga akan segera mengumpulkan barang bukti dan keterangan (Pulbaket) terkait kasus tersebut.

 

Demikian dikatakan Kapolres Malaka, AKBP Rudy Junus Jacob Ledo,S.H.,S.I.K, kepada tim media ini di ruang kerjanya di Betun pada Senin (01/08/2022).

 

“Masalah ini sudah jadi atensi Polres Malaka untuk ditelusuri. Tadi kita sudah minta kepada Unit Tipikor Polres Malaka melakukan penelusuran (pengumpulan barang bukti dan keterangan atau Pulbaket, red) terkait isu dugaan korupsi yang saat ini lagi viral di medsos,” ujarnya.

 

Menurutnya, Polres Malaka sangat merespon kasus dugaan korupsi senilai Rp 2,7 Milyar pada Distan Malaka, karena kasus tersebut berkaitan erat dengan kebutuhan dasar masyarakat yakni petani. Setelah melakukan Pulbaket, pihaknya akan menggelar perkara guna mengetahui duduk perkara kasus tersebut dan mengambil langkah-langkah penting untuk tindakan selanjutnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (01/08/2022), Anggota DPRD Fraksi Partai Golkar Kabupaten Malaka, Raymundus Seran Klau dan Markus Baria meminta Aparat Penegak Hukum (APH) didesak segera mengusut tuntas Kasus Dugaan Korupsi di Dinas Pertanian (Distan) Kabupaten Malaka Terkait Pengolahan Lahan Pertanian Masyarakat Tahun 2021 Sebesar Rp 2,7 Miliyar.

“APH, baik KPK RI, Jaksa dan Polisi harus merespon dan mengusut kasus dugaan korupsi di Dinas Pertanian karena ada sejumlah alokasi dana operasional dan pemeliharaan alsintan dan kendaraan yang berpotensi dikorupsi dan disalahgunakan oleh Plt. Kadis Pertanian Malaka, VK bersama jajarannya,” ungkap Raymundus Seran Kalau.

Ia menjelaskan, sumber dana yang berpotensi dikorupsi seharusnya dialokasikan untuk Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan tahun 2021. Dana tersebut berasal dari Dana Transfer Umum – Dana Alokasi Umum (DAU) dengan keluaran sub kegiatan, terlaksananya pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan 100 persen dengan waktu pelaksanaan mulai bulan Januari sampai Desember 2021.

Anggota Dewan yang akrab disapa Mundus lebih lanjut memaparkan, sesuai Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Perangkat Daerah (DPPA SKPD ) Tahun Anggaran 2021 menyebutkan terdapat kegiatan Pengelolaan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang harus diusut terdapat dalam Pos Anggaran Belanja Operasi sebesar Rp 2.699.303.260.

Dijelaskan, sesuai pos Belanja Operasi diuraikan, Kode Rekening 5.1.02 Belanja Barang dan Jasa Rp 2.669.309.260, dengan rincian Dalam kode rekening 5.1.02.1 Belanja Barang Rp 1.378.884.260, kode Rekening 5.1.02.01. 01 Belanja Barang Habis Pakai sebesar Rp 1.378.884.260.

Selanjutnya Mundus merincikan, dalam kode rekening 5.1.02.01.01.0004 diuraikan, untuk Belanja bahan bakar dan Pelumas sebesar Rp 824.999.100 dengan rincian Belanja Oli Roda, Oli Gardan, Oli Rotari sebesar Rp 36.480.000, Belanja Bahan Bakar Minyak/Gas Rp 726.000.000, Belanja Bahan Pelumas Rp 62.519.100; Belanja Bahan Pelumas Rp 62.519.100, Gemuk Rp 5.798.100, oli Mesin Sae Rp 19.425.000 dan Belanja oli mesin traktor sedang TR4 (Sedang) Rp 37.296. 000.

Di Pos Anggaran lainnya, lanjut Mundus, dalam Kode Rekening 51.02.01.01.0013 dengan uraian untuk Belanja Suku Cadang – Suku Cadang Alat Angkutan dengan total anggaran Rp 553.855.160 dengan rincian Belanja Jasa Teknisi Traktor Roda 4 Rp.7.500.000, Belanja Ring Seher Traktor Roda 4 Rp 27.000.000 dan Belanja Suku Cadang Traktor Roda 4 sebesar Rp 519.385.160.

Sementara itu dalam Kode Rekening 5.1.02.02.01.0026, lanjut Mundus, dialokasikan anggaran untuk Belanja Jasa Tenaga Administrasi (Honorarium) Operator Traktor Roda 4 sebesar Rp 1.098.000. 000. Honorarium Teknisi Traktor Roda 4 sebesar Rp 73.200.000.

Dalam Pos Perjalanan dinas sesuai Kode Rekening 5.1.02.04.01.0001, beber Mundus, dialokasikan dana Perjalanan Dinas Biasa Rp 149.225.000 dengan rincian Tiket Pesawat Rp 5.000.000 dan Monitoring Pengolahan Lahan Kering Rp 144.225.000; dengan demikian total anggaran Sub Kegiatan seluruhnya sebesar Rp 2.699.309.260.

Anggota DPRD Kabupaten Malaka dari Fraksi Partai Golkar lainnya, Markus Baria Berek kepada wartawan, juga meminta agar KPK, Jaksa dan Tipikor Kepolisian harus proaktif mengusut tuntas dugaan Korupsi di Dinas Pertanian Malaka Tahun 2021 karena berpotensi disalahgunakan Plt. Kadis Pertanian Malaka, Vinsen Kapu bersama jajarannya.

“Dalam pantauan kami di lapangan selama tahun 2021, Dinas Pertanian Kabupaten Malaka tidak melakukan aktifitas pengolahan lahan milik rakyat secara masif menggunakan anggaran-anggaran tersebut di atas,” ungkap Markus Baria Berek.

Menurutnya, pihaknya mengetahui bahwa traktor-traktor itu pada tahun 2021 dikeluarkan dari dinas ke masyarakat tidak memanfaatkan anggaran-anggaran tersebut. “Karena biaya operasional seperti pembelian BBM, biaya Sewa operator dibayar masyarakat pemilik lahan, bayar di muka sebelum tanah mereka diolah dan menurut informasi dikelola tim sukses pilkada,” beber Baria Berek.

Fakta lainnya, lanjut Baria Berek, dalam tahun 2021 ada anggaran Pemeliharaan/Perbaikan Traktor untuk Belanja Suku Cadang – Suku Cadang Alat Angkutan dengan total anggaran Rp 553.855.160. “Namun diduga disalahgunakan dan tidak dimanfaatkan untuk merawat atau memperbaiki traktor-traktor,” ungkapnya.

Ia menjelaskan, dalam Rapat di DPRD tentang LKPJ Bupati Malaka 2021 dalam Paripurna DPRD, Pemandangan Umum Fraksi dan Rapat Komisi, para anggota Dewan sering mempertanyakan banyaknya traktor dan mesin serta alat pertanian milik pemerintah yang rusak.

“Juga diterlantarkan padahal ada pos anggaran untuk perbaikan dan pemeliharaan. Dari total 60 unit traktor milik dinas Pertanian Malaka hanya ada 23 unit yang masih baik dan bisa dimanfaatkan dan selebihnya rusak dan tercecer dimana-mana tanpa diurus,” beber Baria Berek.

Selain itu, lanjut Baris Berek, ada juga mesin dan alat pertanian seperti mesin combine untuk panen, exavator mini milik Dinas dan truk putih untuk operasional dinas serta traktor besar. “Diduga alsintan dan kendaraan tersebut direntalkan Dinas Pertanian kepada pihak ketiga (swasta) untuk cari uang dari rakyat,” ungkapnya.

Fakta -fakta tersebut, kata Baria Berek, menjadi atensi DPRD untuk membentuk Pansus guna menelusuri pemanfaatan aset-aset daerah tersebut. “Selain Pembentukan Pansus, Dugaan korupsi yang disampaikan ini, juga harus jadi atensi APH untuk mengusutnya secara tuntas agar ada efek jera dan pembelajaran bagi setiap dinas pengguna anggaran rakyat,” tegasnya.

Menurutnya, proses hukum terhadap dugaan korupsi tersebut menjadi ujian bagi APH di Kabupaten tersebut. “Karena di Malaka hanya bisa ungkap korupsi Dana Desa yang nilainya kecil-kecil tetapi untuk kerugian negara yang sifatnya besar terkesan APH tutup mata dan tiarap,” kritik Baria Berek. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Telah Disupervisi KPK, Polda NTT Didesak Lanjutkan Lidik Kasus Beras JPS Covid Rp 71,7 oleh PT. Flobamor

Spiritnesia.Com, Jakarta – Kepolisian Daerah (Polda) NTT didesak untuk segera melanjutkan Penyelidikan Kasus Dugaan Korupsi Proyek Pengadaan Beras Jaring Pengaman Sosial (JPS) Covid-19 yang dilaksanakan oleh PT. Flobamor dengan nilai sekitar 71,7 Milyar. Kasus tersebut telah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dan telah disupervisi lembaga anti korupsi tersebut.

Demikian desakan Ketua Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam siaran persnya yang diterima Tim Media ini via pesan WhatsApp/WA pada Selasa (14/6/22) kemarin. Menurutnya, Kapolda NTT, Irjen Pol. Setyo Budiyanto untuk melanjutkan proses penyelidikan (Lidik) kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid-19 yang dilaksanakan oleh PT. Flobamor.

“GRAK, Kompak dan Amman Flobamora telah mengadukan kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS ini ke KPK. Dan kami diberikan informasi oleh KPK melalui surat resmi bahwa kasus ini sedang dalam koordinasi dan supervisi KPK dengan Polda NTT. Namun, sampai sejauh ini belum ada progres berarti untuk proses hukumnya. Oleh karena itu, kami mendesak Kapolda NTT dapat melanjutkan atau membuka kembali penyelidikan kasus yang menjadi temuan BPK RI,” tandasnya.

Ia menjelaskan, kasus tersebut sempat dilidik oleh polda NTT pada pertengahan tahun 2021. “Dirut PT. Flobamor dan Kadis Sosial NTT sempat dipanggil untuk diperiksa oleh penyidik Tipidkor Pokda NTT. Tapi tiba-tiba kasus ini tidak ada kelanjutannya, sepertinya hilang ditelan bumi,” ungkap Yohanes.

Untuk diketahui, bahwa adanya dugaan korupsi dalam pengadaan beras JPS Covid 19 ini merujuk pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah oleh Badan Pemeriksa Keuangan di Nusa Tenggara Timur tahun 2020 (IHPD NTT 2020) dan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Kepatuhan Atas Penanganan Pandemi Corona Virus Disease-2019 (covid-19) tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kupang (LHP BPK Nomor: 157/LHP/XIX.KUP/12/2020; Tanggal : 22 Desember 2020. Dalam Temuan tersebut, BPK RI membeberkan bahwa beras JPS Covid-19 yang diadakan dan dibagikan PT. Flobamor tidak sesuai dengan spesifikasi atau kualitas beras yang tertera dalam kontak. Pengadaan beras yang tertera dalam kontrak adalah beras kualitas premium (super, red). Namun diduga beras yang diadakan dan dibagikan PT. Flobamor adalah beras kualitas medium (menengah, red).

Jumlah pengadaan beras tahap 1 dan 2 adalah sebanyak 5.390.040 kg (4.651.440 kg + 738.600 kg), sehingga apabila beras yang didistribusikan tidak memenuhi kualitas premium maka terdapat potensi selisih harga beras premium dan medium pengadaan beras JPS senilai Rp.18.056.634.000,00 (Rp.3.350 × 5.390.040 kg) atau sekitar Rp 18 Milyar.

Berdasarkan ketentuan tentang harga eceran tertinggi (HET) beras di Provinsi NTT bulan November 2020 diketahui bahwa HET beras premium senilai Rp.13.300,00/kg. Sedangkan HET beras medium (setingkat di bawah beras premium) adalah senilai Rp. 9.950/kg, sehingga terdapat selisih harga minimal senilai Rp.3.350,00/kg.
BPK RI dalam LHP-nya mengungkapkan, PPK tidak melakukan pemeriksaan pekerjaan dan pengujian kualitas barang. Padahal sesuai ketentuan yang diatur dalam Surat Pesanan/SPK, PPK melaksanakan pemeriksaan terhadap kesesuain volume, waktu, kondisi dan fungsi dan hal lainnya. Berdasarkan wawancara dengan PPK, diketahui bahwa PPK tidak melakukan pemeriksaan pekerjaan selama proses pengadaan dan tahap akhir pekerjaan. Tim distribusi beras yang bertugas memeriksa kondisi beras yang disediakan oleh pihak ke tiga dari aspek kualitas dan kuantitas juga tidak melakukan tugasnya.
Selain itu, papar BPK RI, berdasarkan keterangan dari direktur PT. Flobamora (Agustinus Z. Bokotei, red) selaku penyedia, tidak melakukan pemeriksaan kualitas beras yang disalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) di 22 kab/kota, baik di gudang penyalur maupun di titik distribusi selama tahapan pengadaan sebagaimana diatur dalam kontrak (SPK) dan Peraturan Gubernur NTT Nomor 56 tahun 2020 tanggal 17 September 2020 tentang petunjuk teknis pemberian JPS dampak COVID 19 di Provinsi NTT.

“Kami tidak tahu mengapa kasus ini tiba-tiba kasus ini sepertinya hilang ditelan bumi. Kami juga tidak tahu alasan mengapa kasus ini tidak diproses hukum lebih lanjut ketika Irjen Pol Lotharia Latif menjabat sebagai Kapolda NTT. Padahal pada waktu itu, Ditreskrimsus Polda NTT sempat mengeluarkan Surat Panggilan terhadap Direktur Utama (Dirut) PT. Flobamor dan Kadis Sosial NTT untuk diperiksa,” beber Yohanes.

GRAK berharap kasus ini segera diselidiki kembali oleh Polda NTT di bawah kepemimpinan Bapak Irjen Pol. Setyo Budiyanto. “Kalau soal kasus korupsi, kapasitas dan kemampuan Kapolda NTT yang sekarang tidak diragukan lagi. Track record Beliau sebagai Koordinator Supervisi dan Direktur Penyidikan KPK tidak perlu diragukan lagi. Kita harap kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid-19 yang menjadi perhatian Bapak Presiden dan KPK ini dapat diusut tuntas dimasa kepemimpinan Beliau. Kami dukung penuh untuk itu,” tandas Yohanes.

Selain telah disupervisi KPK, Yohanes juga meminta agar kasus ini diselidiki kembali karena diduga kuat kasus ini ada kaitan dengan kasus dugaan percobaan pembunuhan terhadap jurnalis dan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowapem) NTT, Saudara Fabianus Latuan.

“Setahu saya, Kasus dugaan korupsi beras JPS Covid 19 ini pertama kali diangkat oleh saudara Fabi Latuan dan kawan-kawan sejak tahun 2020 lalu. Kasus dugaan korupsi ini mengindikasikan adanya ‘borok’ dalam pengelolaan PD. Flobamora selama masa kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat. Bukan menjadi rahasia lagi kalau jajaran direktur dan komisari PT. Flobamor adalah orang-orang ‘dekat’ pak gubenur”, ungkap Yohanes.

Pemberitaan tentang kasus dugaan korupsi pengadaan beras Rp 71,7 Milyar tersebut, kata Yohanes, menjadi awal perhatian para aktivis Anti Korupsi terhadap PT. Flobamor. Setelah itu, Fabian Latuan dkk juga memberitakan dugaan adanya deviden Rp 1,6 M yang tidak disetor PT. Flobamor.

Karena itu, Yohanes menduga, penyerangan/percobaan pembunuhan terhadap Fabian Latuan ada kaitannya dengan pengungkapan kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS Covid oleh PT. Flobamor. “Saya menduga percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabian Latuan juga ada kaitannya dengan kasus ini,” katanya.

Terlepas dari dugaan-dugaan adanya kaitan kasus dugaan percobaan pembunuhan terhadap Fabi Latuan, papar Yohanes, tujuan terpenting dilanjutkannya Lidik kasus dugan korupsi pengadaan beras JPS Covid 19 tersebut adalah demi keadilan, penegakan hukum dan pemberantasan korupsi di NTT. “Kami harap Bapak Kapolda NTT dapat mengemban tugas dan tanggungjawabnya dengan penuh komitmen. Salah satu tugas dan tanggungjawab yang harus dituntaskan adalah terkait kasus dugaan korupsi pengadaan beras JPS covid 19 oleh PT. Flobamor. Masyarakat NTT pasti mendukung Bapak,” tegas Yohanes. (SN/tim)