Spiritnwsia.com, Ende – Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Ende, AKBP I Gede Johni Mahardika, S.H, S.IK, MH menegaskan bahwa proses hukum terhadap PT. Novita Karya Taga sebagai salah penambang ilegal di Desa Sanggaroro, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT akan tetap dilanjutkan.
Demikian ditegaskan Kapolres Mahardika kepada tim media ini di ruang kerjanya pada 27 Juli 2023.
“Proses hukum ini telah berjalan, polisi tidak berani mengambil kebijakan yang menyalahi aturan lagi. Dan beberapa kasus tersebut saya sudah perintahkan prosesnya untuk ditindaklanjuti,” tegas Kapolres Mahardika.
Ia menjelaskan, proses penyelidikan terhadap PT. Novita Karya Taga masih terus dilanjutkan. “Kami masih terus melakukan langkah-langkah penyelidikan dengan memeriksa saksi dan keterangan ahli,” tegas Kapolres Mahardika.
Apalagi, lanjutnya, ada kasus serupa yang sudah naik ke tahap penyidikan. “Sehingga prosesnya tetap berjalan dan segera selesai dan kita akan limpahkan ke kejaksaan,“ tandas Mahardika.
Menurut Kapolres Mahardika, pihaknya tidak akan gegabah dalam mengambil keputusan terkait proses penyelidikan kasus tersebut yang sedang berjalan. “Saya tidak akan gegabah mengambil keputusan. Prosesnya sudah berjalan bukan belum berjalan. Dan adakah solusi lain? Kepolisian tidak punya niatan untuk menghambat pembangunan,” ujarnya.
Polri, jelasnya, merupakan bagian dari pemerintah. “Polri akan berperan agar pembangunan, khususnya di Kabupaten Ende tetap berjalan. Namun proses hukum terhadap para penambang ilegal ini sudah berjalan, maka sebagai Kapolres, harus hati-hati dalam mengambil tindakan,” katanya.
Dari ketiga kasus tambang ilegal yang diusut Polres Ende, paparnya, satu kasus diantaranya telah naik ke tahap penyidikan. “SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, red) bersama tersangkanya sudah disampaikan ke Kejaksaan Negeri Ende,” beber Mahardika.
Sementara untuk PT. Novita Karya Taga dan CV. Sumber Kasih, jelas Mahardika, saat ini masih penyelidikan. “Dalam proses penyelidikan semua pihak akan dimintai keterangan untuk melengkapi apakah memenuhi unsur melawan hukum. Minimal memiliki dua alat bukti. Kalau sudah memenuhi dua alat bukti, pasti akan naik ke tahap penyidikan,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, penyidik Polres Ende telah memasang police line/garis polisi peralatan dan material di tambang ilegal milik PT. Novita Karya Taga di Desa Zanggaroro, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, NTT. Hal yang sama juga dilakukan penyidik Polres Ende terhadap lokasi tambang ilegal, kendaraan, dan peralatan milik beberapa perusahaan lainnya.
Henderina Lede selaku Direktur PT. Novita Karya Taga mengaku bahwa perusahaannya telah mengantongi seluruh dokumen perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, namun setelah diteliti ternyata dokumen yang dimiliki oleh PT. Novita Karya Taga itu baru sebatas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi bukan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi (OP) seperti yang dipersyaratkan dalam Undang-Undang Minerba.
Kadis ESDM NTT, Drs. Joel Adoe mengatakan, perusahaan yang melakukan kegiatan eksploitasi tambang galian C sebelum memiliki IUP OP merupakan pelanggaran Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ancaman pidananya paling lama 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 Milyar.
Sementara itu, menurut Koordinator TPDI NTT, Meridian Dewanta Dado, SH, PT. Novita Karya Taga sepertinya sengaja pura-pura tidak paham bahwa pada tahapan eksplorasi dilarang melakukan tahapan operasi produksi tanpa seizin pemerintah, sebab tindakan potong kompas tersebut merupakan kejahatan sesuai Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Meridian, Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan : “Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.00O.000.O00,O0 (seratus miliar rupiah).
“Oleh karena terdapat fakta hukum yang sangat meyakinkan terkait dugaan tindak pidana tambang Galian C ilegal yang dilakukan oleh PT. Novita Karya Taga, maka publik menunggu ketegasan dan keberanian Kapolres Ende AKBP I Gede Ngurah Joni Mahardika, S.H.,S.I.K.,M.H. untuk menerapkan Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara terhadap pihak Direktur dan Komisaris PT. Novita Karya Taga” tandasnya.
Menurutnya, Direktur dan Komisaris PT. Novita Karya Taga layak menjadi tersangka Pasal 160 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, sebab Direktur adalah pihak yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, dan dialah pihak yang paling berhak mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. (SN/Tim)