Spiritnesia.com, JAKARTA – Undangan (panggilan) RUPS Luar Biasa (LB) Bank NTT oleh Komisaris Independen Bank NTT, Frans Gana dinilai tidak saha, karena ‘menabrak’ alias melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 40 tahun 2003 Tentang Perseroan Terbatas (PT). Seharusnya yang berhak mengeluarkan undangan RUPS adalah Direksi. Dewan Komisaris (Dekom) hanya boleh keluarkan undangan RUPS, bilamana dalam jangka waktu 15 hari direksi tidak undang Pemegang Saham untuk RUPS.
Hal itu disampaikan Pemegang Saham Seri B Bank NTT, Amos Corputy melalui sambungan telepon selulernya kepada media ini pada Rabu malam, 13 November 2024.
“Akan tetapi Frans Gana sendiri satu orang masa disebut Dewan Komisaris? Lalu dia kan secara aturan sudah selesai jabatannya sejak 10 Juni 2024 lalu, dia bukan lagi Komisaris Bank NTT. Lalu dia buat undangan dan tanda tangani lalu undang untuk RUPS LB? Ini parah. Jadi seperti saya bilang, jika dipaksakan padahal maladministrasi, maka RUPS ini tidak sah dan dampak hukumnya banyak,” tegasnya.
Amos menjelaskan, bahwa pasal 108 ayat 5 UU Nomor 40 Tahun 2023 jelas menegaskan, bahwa perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.
Sementara itu, lanjutnya, dalam konteks Bank NTT hari ini, selain Frans Gana selaku Komisaris Independen, ada Kosmas Lana yang telah ditetapkan oleh RUPS LB tanggal 8 Mei 2024 sebagai Komisaris Utama (Komut) Bank NTT. Kosmas Lana juga telah dinyatakan lulus fit and proper test dari OJK berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK (Nomor KERP-135/D.03/2024) per tanggal 4 November. Jadi secara otomatis Kosmas Lana adalah Komut Bank NTT hari ini tanpa harus menunggu pelantikan.
“Seharusnya untuk memenuhi jumlah dewan komisaris bank NTT, Pemegang Saham terlebih dahulu segera melantik Kosmas Lana sebagai Komut. Setelah Komut ada, maka unsur minimal Dekom telah terpenuhi. Dan Dekom bisa menandatangani pemanggilan RUPS. Satu orang Frans Gana tidak bisa disebut Dekom. Lagi pula status jabatannya sudah tidak jelas setelah 10 Juni 2024 lalu. Makanya saya bilang ini tidak sah,” tegasnya lagi.
Amos Corputy bahkan menduga, undangan atau pemanggilan RUPS Bank NTT yang terkesan dadakan dan mendesak memberi kesan, adanya skenario kepentingan Frans Gana untuk mengamankan posisinya (memperpanjang jabatannya selaku Komisaris Independen Bank NTT, red) dan kepentingan lain para oknum tertentu dibalik RUPS tersebut.
“Dugaan kita, tujuan mereka paksakan cepat-cepat RUPS ini yaitu menggeser posisi pak Komut Kosmas Lana dan sejumlah orang tertentu di posisi strategis bank NTT hari ini, walau dengan menabrak aturan. Kita duga ada tekanan kekuatan oknum tertentu di luar bank NTT, yang punya kepentingan besar di bank NTT. Ini yang harus diwaspadai oleh para pemegang saham bank NTT,” jelasnya.
Dugaannya demikian, kata Amos, karena RUPS LB Bank NTT dipaksakan dilakukan di tengah situasi politik PIlkada serentak NTT yang tinggal 13 hari. Seharusnya PJ Gubernur NTT selaku Pemegang Saham Pengendali dan Pemegang Saham bank NTT bijak memikirkan hal ini, karena rata-rata Pemerintahan Kabupaten/Kota di NTT hari ini umumnya dipimpin oleh penjabat. Belum ada kepala daerah definitif.
“Jika dipaksakan RUPS hari ini dengan agenda Lelang Jabatan Pengurus dan Rotasi Sunan Pengurus, maka itu juga tidak efektif, mengingat setelah Pilkada 27 November, datang Gubernur definitive maka susunan pengurus akan berubah lagi sesuai kemauan PSP dan Pemegang Saham lainnya. Jadi motifnya apa mereka paksa RUPS lusa?” kritik mantan Dirut Bank NTT itu.
“Pasti ada kepentingan baru dia (Komisaris Independen bank NTT, red) tabrak sembarang aturan itu. Pelaksanaannya RUPS LB ini lewat daring. Semua pemegang saham harus hadir dan semua harus setuju. Kalau satu saja pemegang saham tidak hadir dan tidak setuju, maka RUPS batal,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabriel Goa melalui rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Kamis, 14 November 2024, menanggapi undangan RUPS LB Bank NTT oleh Komisaris Independen Bank NTT, Frans Gana.
Menurutnya, undangan RUPS LB Bank NTT tersebut tidak sah, karena ditandatangani dan dikeluarkan oleh Komisaris Independen Bank NTT yang sudah selesai masa jabatannya. Juga diduga bermuatan politik, karena dilaksanakan dalam situasi persiapan menjelang Pilkada Serentak di NTT tanggal 27 November 2024.
“Ini penyalahgunaan kekuasaan dan atau maladministrasi yang wajib ditindak tegas Ombudsman RI, Mendagri dan OJK serta diproses hukum KPK RI, karena Pemegang Saham Pengendali dan Komisaris Independen diduga kuat berkolusi dengan para mantan Pejabat Bank NTT dan Penguasa untuk cawe-cawe,” tulis Gabriel.
Komisaris Independen Bank NTT, Frans Gana yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WA pada Kamis (14/11) kritik Pemegang Saham Seri B Bank NTT dan Ketua KOMPAK Indonesia tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi awak tim media ini.
Sebelumnya pada Rabu (13/11), Frans sempat menanggapi dengan meminta media untuk mendalami Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK) Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum.
“Terima kasih, tolong dalami PJOK 17 Tahun 2023 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi Bank Umum,” tulisnya singkat.
Ia lanjut meminta wartawan untuk bertanya lebih lanjut ke Direktur Kepatuhan Bank NTT. Ia juga menegaskan, dirinya menghindari konflik kepentingan tertentu. “Boleh tanya pak Dirkep, saya menghindari conflict of interest, mks” tulisnya. (Tim)