Spiritnesia.com, JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia (OJK RI) diminta tidak mendiamkan kasus dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT senilai Rp100 Miliar, pasca kalah praperadilan dari mantan Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT, Absalom Sine dan Beny R. Pelu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Juli 2024 lalu.
Permintaan itu disampaikan Ketua KOMPAK (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi) Indonesia, Gabriel Goa dalam rilis tertulisnya kepada media ini pada Senin, 12 Januari 2024.
“Meski kalah di praperadilan dari Absalom Sine Cs, itu bukan berarti alasan bagi OJK RI untuk diamkan kasus PT. Budimas Pundinusa Rp100 Miliar. OJK perlu memproses ulang (lakukan penyelidikan ulang, red) kasus tersebut dengan mengikuti prosedur penanganan hukum yang tepat dan benar serta melengkapi bukti-bukti yang ada,” jelas Gabriel Goa.
Menurut Gabriel Goa, putusan Pengadilan Negeri Pusat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Sidang Prapradilan (Nomor: 7/Pid.Pra/2024/PN. Jkt.Pst) pada Jumat, 19 Juli 2024 yang mengabulkan gugatan Absalom Sine dan Beny R. Pelu, bukan lah menjadi alasan bagi OJK NTT untuk berhenti memproses hukum kasus tersebut, melainkan menjadi dorongan bagi OJK kembali melengkapi dokumen bukti yang ada dan menyelidiki kembali (penyelidikan ulang, red) kasus kredit PT. Budimas Pundinusa.
Alasannya, kata Gabriel, hal itu demi keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat NTT yang telah diproses hukum dan divonis hukuman pidana terkait pidana perbankan atau kasus korupsi di Bank NTT.
“Harus ingat, banyak orang yang sudah diproses hukum dan vonis serta menjalani hukumannya akibat dugaan kredit macet atau kredit fiktif di bank NTT. Kredit Rp100 Miliar PT. Budimas Pundinusa bukan uang sedikit. Uangnya hilang begitu saja, tetapi para terduga pelaku selalu lolos. Hukum harus adil bagi seluruh warga negara,” ujarnya.
Terkait kasus kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp100 Miliar, Gabriel mengungkapkan bahwa OJK RI pernah secara resmi menginformasikan kepada KOMPAK Indonesia, bahwa OJK RI telah melimpahkan berkas perkara kasus Kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp100 Miliar ke Kejaksaan Agung RI.
Dari sebab itu, KOMPAK Indonesia lanjut mengkonfirmasi informasi OJK RI itu ke Kejagung RI melalui surat resmi pada 19 November 2024. Namun dalam balasan surat resmi Kejagung RI ke KOMPAK Indonesia pada 20 Desember 2024 (Nomor: B-5345/F.2/Fd.2/12/2024), Kejagung membantah informasi tersebut.
“Bahwa Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus tidak pernah menerima berkas perkara tindak pidana korupsi atas nama PT. Budimas Pundinusa dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” ujar Gabriel mengulang surat Kejagung RI ke Kompak Indonesia.
Lanjutnya, “bahwa terkait perkara PT. Budimas Pundinusa dengan tersangka atas nama Absalom Sine, S.E alias Abe dan Beny Rinaldy Pellu yang penyidikannya dilakukan oleh Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS OJK adalah merupakan perkara tindak pindana umum dan saat ini penuntutannya dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Kupang.”
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kupang, Hotma Tambunan, S.H., M.Hum melalui Kasi Intel Kejari Kota Kupang, Rindaya Sitompul, S.H yang dikonfirmasi awak media pada Selasa, 14 Januari 2024 menjelaskan, bahwa benar tersangka AS dan BRP dan barang bukti diserahkan oleh Penyidik OJK ke Kejari Kota Kupang pada 2 Juli 2024. Kemudian dibuatkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 4 Juli 2024.
Namun seperti dikethaui bersama, lanjutnya, bahwa ada putusan praperadilan (Pengadilan Negeri Pusat pada 19 Juli 2024, red) yang menyatakan bahwa penetapan tersangka (AS dan BRP) tidak sah.
“Kan begitu, sehingga kejaksaan mengembalikan berkas perkara ke Otoritas Jasa Keuangan tanggal 20 Agustus 2024 dengan permintaan untuk dilakukan penyelidikan kembali,” tegasnya.
Menurut Rindaya, Kejari Kota Kupang sementara ini menunggu hasil penyelidikan kembali dari OJK RI terkait kasus dugaan krediti fiktif PT. Budimas Pundinusa.
Sementara itu, Kepala Kantor OJK RI Wilayah NTT, Jeparmen Menalu yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Selasa, 14 Januari 2025 pukul 17:25 WITA menjelaskan, bahwa penyelidikan ulang terhadap kasus dugaan krediti fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp100 Miliar adalah wewenang OJK Pusat.
“Itu kewenangan kantor pusat. Karena penyidikan dugaan tindak pindana perbankan adalah kewenangan Dikrektorat Penyidikan Jasa Keuangan OJK Kantor Pusat,” tulisnya menjawab wartawan.
Jeparmen menegaskan, bahwa OJK NTT tidak memiliki kewenangan terkait penyelidikan atau penyidikan tindak pidana perbankan. “Tidak ada kewenangan OJK NTT terkait hal itu, itu murni kewenangan OJK Pusat,” tandasnya.
Pernah diberitakan sebelumnya oleh berbagai media (04/07/2024), OJK RI dalam Kerjasama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareskrim Polri menetapkan Absalom Sine (Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT periode 2015-2020 merangkap Plt Dirut Bank NTT periode 2018-2019) dan Beny Rinaldy Pellu (Kepala Divisi Pemasaran Kredit BPD NTT periode November 2016 s.d. September 2019) sebagai tersangka kasus dugaan kredit fiktif PT Budimas Pundinusa senilai Rp100 Miliar.
“Keduanya diduga dengan sengaja menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam proses pemberian tiga fasilitas kredit kepada debitur a.n. PT Budimas Pundinusa (PT BMP) dengan total plafon Rp100 miliar. Fasilitas kredit tersebut terbagi menjadi tiga yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) Standby senilai Rp32 miliar, Kredit Investasi (KI) Jadwal Pembayaran (KI-JP) senilai Rp20 miliar dan KMK-RC senilai Rp48 miliar,” jelas Kepala departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK RI, Tongam L Tobing dalam siaran pers tertulis tanggal 04 Juli 2024.
Absalom Sine dan Benny R. Pelu kemudian mengajukan praperadilan terhadap OJK RI terkait penetapan mereka sebagai tersangka. Selanjutnya hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam Sidang Prapradilan (Nomor: 7/Pid.Pra/2024/PN. Jkt.Pst) pada Jumat, 19 Juli 2024 memutuskan mengabulkan permohonan Absalom Sine dan Benny R. Pelu.
Hakim pada prinsipnya menyatakan bahwa penetapan Absalom Sine, S.E sebagai Tersangka oleh OJK RI tidak sah, dan tidak berdasarkan hukum, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (**)