Spiritnesia.com, KUPANG – Diduga penarikan panjar sebesar Rp1,5 Miliar Divisi Corsec Bank NTT untuk talangi biaya Perayaan HUT Kelahiran Pancasila di Kabupaten Ende pada 1 Juni 2022 yang dilaksanakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT), itu atas perintah lisan Dirut Bank NTT (saat itu dijabat Aleks Riwu Kaho, red), tanpa memperhatikan mekanisme internal bank tentang pemberian panjar kepada pihak ketiga.
Demikian informasi yang dihimpun tim media ini dari sumber sangat layak dipercaya di internal bank NTT ketika dikonfirmasi terkait Konfirmasi Hasil Pemeriksaan PT. BPD NTT, dan terkait proses penarikan panjar Rp1,5 Miliar bank NTT untuk perayaan HUT Kelahiran Pancasila 1 Juni 2022.
“Dugaan kami penarikan dana panjar 1,5 M itu tanpa sepengetahuan Dir IT & Ops. Penarikan itu oleh Divisi Corsec diduga atas perintah lisan Dirut bank NTT, ke Divisi Corsec. Lalu Divisi Corsec perintahkan Divisi Umum utk bayar,” jelas sumber itu, yang menolak namanya disebutkan.
Menurutnya, penarikan panjar Rp1,5 Miliar diduga atas dasar perintah lisan Dirut Bank NTT, karena proses penarikan panjar tersebut tidak sesuai mekanisme di internal bank NTT terkait pemberian panjar. Regulasi internal bank NTT khususnya SK Direksi Nomor 23 Tahun 2027 juga tidak mengatur soal pemberian panjar kepada pihak ketiga, untuk kemudian dikembalikan dalam jangka waktu tertentu.
“Di bank itu ada dua panjar yakni panjar umum dan panjar khusus, tetapi hanya untuk internal bank. Panjar umum hanya dapat dilakukan untuk kepentingan bank, dan panjar khusus hanya untuk keperluan bank yang mendesak, misalnya biaya perawatan dan sebagainya sebagaimana berita itu,” jelasnya.
Jadi, lanjutnya, dugaan perintah lisan Dirut Bank NTT untuk penarikan panjar oleh Divisi Corsec itu bagian dari indikasi penyalahgunaan kekuasaan, yang dapat mengarah pada dugaan perbuatan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Buktinya, kata sumber itu, sudah dua tahun sejak tahun 2022 hingga hari ini panjar sebesar Rp1,5 Miliar itu belum dapat dipertanggungjawabkan bank NTT, karena panjar itu belum dikembalikan oleh Pemprov NTT.
Pemegang Saham Seri B Minta APH Turun Tangan Pemegang Saham Seri B, Amos Corputy melalui telepon selulernya kepada tim media ini pada Minggu, 10 November 2024 pukul 09:47 WITA terkait panjar tersebut, dengan tegas meminta OJK RI menyerahkan kasus tersebut ke Aparat Penegak Hukum/APH (Kejati NTT, red) untuk diproses hukum.
“OJK harusnya menyerahkan ke APH untuk proses hukum kasus ini, bukan diam saja dan nonton dari tahun ke tahun. Padahal dia tahu ini perbuatan oknum yang merugikan bank,” tandasnya.
Amos juga menegaskan, bahwa Kadiv Corsec Bank NTT (saat itu Endry Wardono, red) harus ditangkap dan diproses hukum atas kasus yang merugikan bank NTT itu, karena ia merupakan pihak yang melakukan penarikan panjar tersebut.
“Corsec Endry Wardono harus ditangkap dan diproses hukum, dicopot dari jabatannya. Plt. Dirut harus ambil tindakan tegas, bukan diam saja,” tambahnya.
Salah satu pemegang saham seri B Bank NTT lanjut mengkritisi OJK RI dan Plt. Dirut Bank NTT yang tahu kasus tersebut sudah berjalan dua tahun, tetapi terkesan diam dan membiarkan tanpa menyerahkan atau melaporkan kasus tersebut ke APH.
“OJK kalau tahu itu indikasi perbuatan pidana korupsi kenapa diam saja sudah dua tahun, dan tidak serahkan ke aparat penegak hukum untuk diproses. Plt, Dirut juga kenapa diam saja. Ini ada indikasi perbuatan korupsi, karena tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak bisa tinggal diam saja begitu,” tegas Amos.
Menurut Amos, kasus panjar Rp1,5 Miliar untuk talangi biaya HUT Kelahiran Pancasila Tahun 2022 yang tak dapat dipertanggungjawabkan oknum di bank NTT, merupakan salah satu dari sekian kasus panjar di berbagai kantor cabang Bank NTT, yang belum terungkap ke public hingga hari ini, dan didiamkan.
“Ya karena pelakunya rata-rata oknum yang pegang kendali di setiap kantor cabang hingga kantor pusat itu,” bebernya.
Mantan Kadiv Corsec Bank NTT, Endry wardono yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Senin, 11 November 2024 pukul 10:49 WITA terkait penarikan panjar Rp1,5 Miliar tersebut tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi awak tim media ini.
Dikonfirmasi sebelumnya (10/11) terkait penarikan panjar tersebut, Endry juga tidak menjawab menjawab konfirmasi wartawan, hingga berita ini diturunkan.
Demikian pula mantan Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho yang dikonfirmasi awak tim media ini terkait dugaan perintah lisan terhadap Kadic Corsec Endry Wardono untuk penarikan panjar Rp1,5 Miliar untuk talangi biaya perayaan Hari Kelahiran Pancasila 1 Juni 2022 tidak menjawab, walau telah melihat dan membaca pesan konfirmasi wartawan.
Baik Endry Wardono maupun mantan Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho memilih diam, bahkan hingga berita ini diturunkan keduanya tidak menjawab upaya konfirmasi wartawan tim media ini.
Seperti diberitakan sebelumnya (10/11), berdasarkan Konfirmasi Hasil Pemeriksaan PT. BPD NTT Kantor Pusat, Cabang Utama, dan Cabang Khusus oleh OJK RI Cabang NTT per Tanggal 31 Maret 2024, ditemukan dana panjar sebesar Rp1,5 Miliar (dari total Rp2,5 Miliar) oleh bank NTT kepada Pemprov NTT sebagai talangan untuk membiayai kegiatan perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kelahiran Pancasila di Kota Ende pada 1 Juni 2022. Dana panjar tersebut hingga hari ini tak dapat dipertanggungjawabkan Bank NTT, karena Pemprov NTT belum mengembalikan panjar tersebut. Hal ini dinilai OJK RI melanggar aturan di internal bank NTT.
“Penarikan panjar untuk dana talangan tersebut (kegiatan perayaan Hari Lahir Pancasila Tahun 2022 di Ende oleh Pemprov NTT, red) tidak sesuai dengan asas kewajaran yang tercermin dari jumlah relatif sangat besar Rp1,5 Miliar tanpa adanya pertimbangan yang memadai, tidak mempertimbangkan prinsip kehati-hatian dan asas perbankan yang sehat, dilarang dalam ketentuan internal, serta terdapat potensi kerugian bagi bank (Bank NTT, red), mengingat panjar tersebut tidak dapat dikembalikan oleh Pemerintah Nusa Tenggara Timur setelah melampaui 2 (dua) tahun,” jelas OJK dalam konfirmasi hasil pemeriksaannya.
Menurut OJK sebagaimana konfirmasi hasil pemeriksaannya itu, pemberian panjar sebesar Rp1,5 Miliar oleh Bank NTT sebagai talangan dana kepada Pemprov NTT untuk membiayai kegiatan perayaan Hari Lahir Pancasila tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian, yang dapat menimbulkan kerugian bagi bank NTT.
“Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang berpotensi menimbulkan kerugian bagi bank (Bank NTT, red) atas penarikan panjar menjadi tidak dapat dipertanggungjawabkan,” tegas OJK.
OJK RI bahkan dengan tegas pula mengatakan, bahwa salah satu prinsip tata kelola perbankan yang baik yaitu adanya tanggungjawab terhadap dana masyarakat yang dikelola oleh bank NTT, mematuhi peraturan yang berlaku dan menghindari segala transaksi yang dapat merugikan bank NTT.
OJK RI juga berpendapat, bahwa seharusnya dana talangan tersebut dapat diberikan melalui mekanisme pemberian kredit kepada Pemprov NTT sesuai dengan mekanisme (aturan internal bank NTT, red) yang berlaku.
Karena jika dana Rp1,5 Miliar itu diberikan dalam bentuk kredit dengan bunga 13 persen per tahun, maka terdapat potensi pendapatan bunga bank yang hilang sebesar Rp390 juta selama dua tahun ini.
OJK RI menilai ada sejumlah potensi pelanggaran (oknum jajaran direksi bank NTT, red) dalam pemberian panjar untuk talang biaya kegiatan perayaan HUT Kelahiran Pancasila 1 Juni 2022.
Pertama, potensi melanggar UU Nomor 20 Tahun 2001 perihal Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kedua, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU Nomor 10 tahun 1998 pasal 29 ayat 2, bahwa bank wajib memelihara Kesehatan bank sesuai dengan ketentuan dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Lalu ayat (3) UU tersebut yaitu dalam memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
Ketiga, PJOK penerapan tata Kelola bagi bank umum pasal 33, pasal 80, pasal 120, pasal 121, pasal 117. (Tim)