Terkait MTN Rp 50 Miliar, Mantan Dirut Bank NTT Sebut Belum Ada SOP Pembelian Surat Berharga ke Pihak Ketiga

Spiritnesia.com, Kupang – Belum ada Standar Operasional Procedure/SOP untuk penempatan surat berharga ke pihak ketiga non Bank saat pembelian Medium Term Notes (MTN) Rp 50 miliar pada tahun 2018 dari PT. SNP. Yang ada saat itu adalah SOP untuk penempatan surat berharga ke lembaga keuangan Bank. Dan surat Izak Rihi (Mantan Dirut Bank NTT tahun 2019 hingga 20 Mei 2020, red) ke BPK yang menyatakan bahwa pembelian MTN telah sesuai SOP, yang dimaksudkan yaitu SOP yang telah mengalami pengkinian (telah mengalami pembaharuan atau dibaharui, red) setelah terjadi temuan BPK terkait Pembelian MTN.

Demikian tanggapan tertulis Izak Eduard Rihi pada Selasa (21/03/2023) atas pernyataan Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho dalam press conference Bank NTT seusai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tahun Buku 2022 dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) tahun 2023 PT. Bank NTT (20/03), terkait pembelian MTN Rp 50 Miliar bank NTT dari PT SNP.

“Bahwa Tanggapan Hasil Pemeriksaan yang saya tanda tangani tersebut menyatakan, telah dilaksanakan sesuai SOP yang telah dilakukan PENGKINIAN (pembaharuan atau dibaharui, red). Bukan SOP/Buku pedoman PT. Bank NTT tahun 2011 dan perubahan tahun 2013 dan 2017 tentang pelaksanaan bidang treasury yang belum mengatur pelaksanaan penempatan surat berharga pada pihak ketiga non bank.  Pengkinian SOP yang dimaksud antara lain adalah SOP Penempatan Dana ke Lembaga Keuangan Non Bank yang sebelumnya belum ada, sehingga Temuan BPK RI tentang Pembelian MTN Rp 50 M yang terjadi sebelum pengkinian SOP merujuk Hasil Pemeriksaan BPK RI tersebut,” tulis Izak Rihi.

Menurutnya, sesuai hasil pemeriksaan BPK terhadap dokumen penempatan dana, ditemukan bahwa Bank NTT di Tahun 2018 melakukan penempatan dana dalam bentuk pembelian MTN, saat Aleks Riwu Kaho (Direktur Utama Bank NTT saat ini, red) sedang menjabat sebagai Kepada Divisi Treasury. Dan Saat itu, SOP/Buku pedoman PT Bank NTT tahun 2011 dan perubahan tahun 2013 dan 2017 tentang pelaksanaan bidang treasury yang belum mengatur pelaksanaan penempatan surat berharga pada pihak ketiga non bank.

“Sedangkan Saya menjabat Direktur Utama pada Juni 2019 sampai dengan Mei 2020, sehingga sesuai LHP BPK RI tersebut, Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury/ Aleks Riwu Kaho yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence, merekalah yang diduga bertanggung jawab terhadap hal tersebut,” tulisnya lagi.

Izak Rihi mengungkapkan, bahwa dalam pertemuan  tanggal 13 Januari 2020 antara BPK RI dan Bank NTT tentang Tanggapan Hasil Pemeriksaan yang dihadiri oleh Direktur Utama dan Direktur Pemasaran Kredit serta Divisi Pengawasan/SKAI, Direktur Pemasaran Dana (saat itu dijabat Aleks Riwu Kaho, red) tidak hadir.  Dalam pertemuan tersebut, Tim Pemeriksa BPK RI mengkonfirmasi Tanggapan Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Izak Rihi (Dirut Bank NTT saat itu, red), dan menjelaskan hasil pemeriksaan Pembelian MTN PT. SNP Rp 50 Miliar.

“Hasilnya sebagai berikut: a)Mengingatkan agar Direktur Utama tidak ‘tertipu’ oleh staff terkait pembelian MTN tersebut. b)PT. SNP memiliki 2 (dua) fasilitas yaitu fasilitas kredit di 14 bank termasuk Bank Mandiri Rp 1,2 T dan memiliki rekening afiliasi kredit di bank Mandiri. Sehingga, apabila curator mengambil alih akan menjadi hak Bank Mandiri / Creditur Concurent atas fasilitas kredit tersebut.  b)Sedangkan Bank NTT hampir tidak mungkin mengambil alih karena bank NTT adalah Pembeli MTN yang berhak atas underlying fidusia atau jaminan aset bernilai yang diduga fiktif di Bank BNI  46, sehingga MTN Rp 50 M tidak bisa ditarik,” bebernya.

Berdasarkan penjelasan Pemeriksa BPK RI tersebut, sebut Izak Rihi, dirinya selaku Dirut Bank NTT saat itu menyatakan menarik dan membatalkan kembali tanggapannya (yang menyetujui bahwa pembelian MTN Rp 50 Miliar PT. SNP sesuai SOP, red). Selanjutnya dirinya sependapat dengan BPK RI, agar dalam Hasil Akhir Pemeriksaan BPK sebagai berikut: bahwa belum adanya dasar SOP penempatan Surat berharga pada lembaga keuangan non bank, mengakibatkan pembelian MTN senilai Rp 50 Miliar berpotensi merugikan PT. Bank NTT dan potensi pendapatan yang hilang atas coupon rate senilai Rp 10.5 Miliar.  Hal itu disebabkan: a)Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury tidak melaksanakan due diligence atas investasi pembelian MTN; dan b)Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury melakukan pembelian (MTN) walaupun Buku pedoman PT Bank NTT tahun 2011 dan perubahan tahun 2013 dan 2017 tentang pelaksanaan bidang treasury belum mengatur pelaksanaan penempatan surat berharga pada pihak ketiga non bank.

Berdasarkan rekomendasi BPK RI tersebut, sebut Izak lagi, dirinya selaku Dirut Bank NTT saat itu telah memberikan sanksi kepada Dealer dan Kepala Sub Divisi Domestik dan Internasional. Sedangkan kepada Kepala Divisi Treasury yaitu Aleks Riwu Kaho belum dilakukan, karena Aleks saat itu telah menjadi Direktur Pemasaran Dana.

Terkait telah ditindaklanjutinya semua rekomendasi BPK RI atas temuan MTN, Izak Rihi menjelaskan, bahwa berdasarkan hasil pemantauan tindak lanjut atas pemeriksaan BPK, bank NTT telah menindaklanjuti rekomendasi BPK RI dengan rincian sebagai berikut : 1)Sesuai rekomendasi sebanyak 203 (87,12%); 2. Belum sesuai rekomendasi sebanyak 22 (9,44%); 3)Belum ditindaklanjuti sebanyak 0 (0,00%); 4)Tidak dapat ditindaklanjuti dengan alasan sah sebanyak delapan (3,43%).

“Jadi belum diberikannya sanksi kepada Kepala Divisi Treasury (saat itu yaitu Aleks Riwu Kaho, red) termasuk kategori pada point 2 yaitu belum sesuai rekomendasi sebanyak 22 (9,44 persen),” tegasnya.

Sedangkan terkait penjelasan bahwa RUPS sejak tahun 2019 dan tahun 2020 telah memutuskan bahwa persoalan MTN Rp 50 Miliar sebagai risiko bisnis, menurut Izak Rihi itu belum menjadi keputusan RUPS, karena keputusan tersebut tidak ada dalam akta RUPS tersebut. Dan, kalau itupun ada, keputusan tersebut juga bertentangan dengan UU PT. Tahun 2007 karena Resiko Bisnis hanya untuk Direksi, bukan Kepala Divisi apalagi Keputusan pembelian MTN tersebut sesuai LHP BPK dilakukan oleh Kepala Divisi Treasury.

Untuk diketahui, sebelumnya (20/03) dalam press conference Bank NTT seusai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan Tahun Buku 2022 dan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) tahun 2023 PT. NTT Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho menjelaskan, bahwa seluruh rekomendasi BPK terkait pembelian MTN Rp 50 Miliar Bank NTT sudah ditindaklanjuti. Publik dipersilahkan untuk melihatnya di laman BPK RI. “Jadi tolong beritakan itu yang benar. Jangan bentuk opini yang tidak benar,” kritik Aleks.

Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho juga menjelaskan, bahwa dalam RUPS sejak tahun 2019 dan 2020 sudah memutuskan, bahwa persoalan MTN Rp 50 Miliar adalah resiko bisnis. Dan upaya recovery sampai saat ini masih terus dilakukan oleh bank dan oleh curator beserta 354 investor. “Dan itu pun karena perintah keputusan pengadilan, bahwa dia (PT.SNP, red) telah pailit.

Dirut Aleks Riwu Kaho juga mengungkapkan, bahwa Izak Rihi selaku Dirut Bank NTT saat itu (saat terjadi pemeriksaan dan temuan BPK RI terkait MTN Rp 50 Miliar, red) dalam suratnya ke BPK RI menyatakan bahwa proses pembelian MTN sudah sesuai SOP. (SN/tim).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *