
Spiritnesia.com, Kupang – Ribuan massa aksi dari berbagai elemen mahasiswa, organisasi kepemudaan (OKP), dan masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Cipayung Plus NTT melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aksi yang berlangsung sejak pagi itu menyuarakan sejumlah tuntutan mendesak kepada Presiden Prabowo Subianto dan DPR RI untuk segera mengambil langkah nyata terhadap berbagai isu nasional dan lokal yang dianggap krusial, Senin, (01/09/2025).
Aksi ini berlangsung damai meski sempat diwarnai ketegangan antara peserta aksi dan aparat keamanan. Massa membawa berbagai spanduk dan poster berisi kecaman terhadap kebijakan pemerintah pusat dan DPR RI.
Adapun poin tuntutan massa aksi adalah sebagai berikut;
1. Mendesak pengesahan RUU yang dianggap penting dan progresif seperti RUU Perampasan Aset, RUU Masyarakat Adat, serta perbaikan RUU KUHAP. Massa juga menuntut penuntasan berbagai kasus pelanggaran HAM yang masih mandek.
2. Menuntut Presiden Jokowi bertanggung jawab atas situasi negara, termasuk menghentikan tindakan represif aparat terhadap demonstran dan membebaskan massa aksi yang ditahan tanpa syarat.
3. Mendesak pencopotan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo serta menolak rencana kenaikan tunjangan anggota DPR RI yang dinilai tidak berpihak pada rakyat.
4. Menuntut penurunan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dianggap membebani masyarakat kecil.
5. Mendesak pengusutan tuntas pembunuhan Affan Kurniawan dan Reza Pratama, serta menuntut pencabutan surat edaran DPR yang membatasi peliputan media di parlemen.
6. Menolak keterlibatan TNI dalam pengamanan aksi massa, serta menuntut pemerintah menghentikan praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang masih marak di NTT.
7. Menolak proyek eksploitasi sumber daya dengan mendesak pencabutan SK No. 357 tentang penetapan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi, dan SK KLK No. 2268 K/30/MEM/2017 terkait penetapan hutan laut Tumbes menjadi kawasan produksi tetap.
Dalam pernyataannya, perwakilan Aliansi Cipayung Plus menegaskan bahwa aksi ini adalah bentuk kegelisahan rakyat terhadap arah kebijakan nasional yang dinilai jauh dari kepentingan publik.
“Negara harus hadir, bukan dengan represi, tapi dengan keadilan. Kami menolak diam saat rakyat terus dikorbankan,” pungkasnya.