
Foto istimewa SN
Spiritnesia.com, KUPANG – Upah buruh yang bekerja di puluhan hektar tambak garam milik PT. NRI (Nataga Raihawu Industri, red) dan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua (Sarai) sebesar Rp1.250.000 (Satu Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah) per bulan. Jumlah ini diduga di bawah standar Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sabu Raijua yang saat ini sudah di angka Rp2.186.826 (Dua Juta Seratus Delapan Puluh Enam Ribu Delapan Ratus Dua Puluh Enam Rupiah) per bulan.
Informasi yang dihimpun awak media ini dari data BPS tahun 2022 hingga 2024, standar UMR Kabupaten Sarai sudah berada jauh di atas angka Rp1.250.000/bulan yakni Rp2.186.826. Tahun 2022 UMR Sabu Raijua sebesar Rp1.975.000 (tahun 2022) dan tahun 2023 sebesar Rp2.123.994. Lalu ditahun 2024 ini sudah naik menjadi Rp2.186.826.
Berdasarkan hasil wawancara awak tim media ini dengan sejumlah pekerja di lokasi tambak garam di desa Bodae Kecamatan Sabu Timur dan Desa Wadumedi Kecamatan Hawu Mehara (pada tanggal 14 dan 15 Juni 2024 lalu, red), para buruh tambak mengaku menerima upah Rp1.250.000/bulan dari PT.NRI.
“Kami tidak tahu standar pemerintah untuk buruh seperti kami berapa pak, tetapi yang jelas kami terima Rp1.250.000 per bulan dari perusahaan (PT. NRI, red). Kecil pak, tetapi kami terima saja, habis mau kerja dimana lai (dimana lagi) pak? Cari kerja hari ini di sini susah ama,” aku sumber (pekerja, red) yang menolak menyebutkan namanya kepada media.
Sumber itu mengaku, besaran upah yang diterimanya bersama teman-temannya yang bekerja di tambak garam tersebut, kecil dan hanya cukup untuk membeli kebutuhan pangan yakni beras, untuk hidup sehari-hari. Itu belum termasuk untuk lauk-pauk dan uang sekolah dari anak-anak mereka serta untuk bayar listrik, dsb.
“Walau jumlahnya kecil pak tetapi kami terima. Bagi kami yang penting dapat kerja dan dapat doi (uang, red) ko beli beras. Soalnya tidak cari kerja disini, berarti mati pak. Anak-anak mau sekolah bagaimana, makan bagaimana?” ujarnya.
Kepala Dinas Perindusterian dan Perdagangan (Disperindag) sekaligus Kepala Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (BMPTS) Kabupaten Sarai Raijua, Lagabus Pian yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Rabu, 10 Juli 2024 pukul 13:32 WITA terkait persoalan tersebut, mengarahkan awak media untuk mengkonfirmasi langsung ke Kadis Transmigrasi Koperasi, Ketenagaan Kerjaan dan UMKM (Transkop Naker UMKM), selaku dinas teknis terkait.
Dimintai nomor kontak Kadis Transkop Naker UMKM, Kadis Lagabus Pian pun diam tak menjawab, hingga berita ini diturunkan, awak media ini belum berhasil menghubungi dan mengkonfirmasi Kadis Transkop Naker UMKM Sabu Raijua.
Penasehat PT. NRI, Marthen Dira Tome (MDT) pernah kepada media ini (19 Juni 2024, red) melalui sambungan telepon selulernya menjelaskan, bahwa buruh termasuk semua tenaga kontrak yang ada di daerah Kabupaten Sabu Raijua upahnya sebesar Rp1.250.000. Dan itu berlaku dari sejak dirinya masih menjadi Bupati Sabu Raijua (2011-2016) hingga hari ini. Besaran upah tersebut belum berubah.
Menurutnya, Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua saat ini menerapkan standar UMR (di atas Rp1.250.000 yakni Rp2.186.826, red) yang sebenarnya Pemda Sabu Raijua Sendiri tidak mampu untuk terapkan.
“Lalu hari ini dia (Pemerintah Sabu Raijua, red) menuntut kami, sementara kami mengikuti apa yang dia bikin (aturan tentang upah buruh, red). Pemerintah sendiri tidak mampu, apalagi kami sendiri,” kritiknya.
Masih menurut MDT, pemerintah Kabupaten Sarai seharusnya tidak menuntut pihak swasta untuk membayar buruh sesuai standar UMR (yaitu sebesar Rp2. 186. 826, red), jika pemerintah sendiri tidak sanggup membayar upah buruh sesuai standar UMR tersebut.
“Itu hanya ahli Taurat yang bisa begitu. Dia bikin sendiri aturan yang dia sendiri tidak laksanakan, tetapi tapi suruh orang lain buat,” kritiknya.
Kata MDT, seharusnya Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua hari ini bersyukur, PT. NRI mengakomodir ratusan warga masyarakat Sabu Raijua bekerja di tambak-tambak garam yang dikelola PT. NRI. “Pemerintah sudah terapkan standar itu kepada berapa orang pekerja?” tantangnya.
Untuk diketahui, berdasarkan pantauan langsung tim media ini di sejumlah lokasi tambak garam (di desa Wadumedi Kecamatan Hawu Mehara dan desa Bodae serta desa Eiada Kecamatan Sabu Timur, desa Liae Kecamatan Liae Kabupaten Sabu Raijua pada Rabu dan Kamis, tanggal 12 dan 13 Juni 2024 lalu, tampak jumlah luas lahan tambak garam yang dikelola langsung Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua melalui dinas teknis terkait lebih sedikit, dibanding luas lahan yang saat ini dikontrak dan dikelola langsung oleh pihak swasta (PT. NRI, red). Padahal letaknya berdampingan dan merupakan bekas tambak yang pernah dikelola langsung Pemda Sabu Raijua.
Di wilayah tambak 19 pantai Bali desa Bodae misalnya, luas lahan tambak garam yang sementara dikelola Pemda Sarai hanya kurang lebih 1 hektar dengan jumlah hasil panen garam belasan ton yang tersimpan/tertutup plastic geomembran dan sebagian sudah terisi dalam karung dan tersimpan di dalam gudang garam.
Di dekat lokasi tambak tersebut (di dekat lahan satu hektar tambak milik Pemda yang sedang beroperasi, red) kurang lebih terdapat belasan hektar lahan tambak garam yang belum beroperasi, dan sementara dibersihkan serta di petak-petak oleh para karyawan yang diduga dipekerjakan PT. NRI.
Belasan hektar tambak garam tersebut tampak belum dipasangi geomembran dan belum sama sekali beroperasi. Informasi yang dihimpun dari masyarakat setempat, hal itu karena hingga saat ini masih menunggu kiriman geomembran dari Jawa.
Kurang lebih selang jarak 150 meter ke arah bawah Utara, ada hamparan tambak garam seluas kurang lebih tujuh (7) hektar milik PT. NRI yang sementara aktif dan berproduksi.
Baik di lokasi tambak yang dikelola langsung pemerintah maupun PT NRI, terdapat sejumlah unit gudang penyimpanan garam yang sebelumnya dibangun Pemda Sarai sejak awal pembangunan tambak, tampak terbengkalai, tak beratap, akibat hantaman badai Seroja tahun 2021 lalu.
Pasca Badai Seroja tahun 2021 hingga saat ini, bangunan-bangunan gudang garam tersebut tidak direnovasi, sehingga tampak mubazir.
Sementara itu, di lokasi berbeda yaitu di lokasi tambak garam desa Eiada jumlah tambak yang sedang beroperasi juga tidak seberapa dibanding luas tambak garam desa Bodae kecamatan Sabu Timur atau desa Wadumedi Kecamatan Hawu Mehara.
Satu unit tambak seluas setengah hektar milik Pemda Sabu Raijua di desa Eiada tampak tak terurus dan mubazir. Hal ini berdasarkan kondisi lapisan geomembran bekas hasil panen garam yang sudah berlumut berwarna kehitaman karena lama dibiarkan terbengkalai. Di samping kiri tambak tersebut terdapat luas satu (1) hektar lahan yang sudah dibersihkan dan disiapkan, tetapi belum dipasangi geomembran.
Dua hamparan lahan tambak tersebut tampak tak dipagar sehingga ternak (sapi dan kambing, red) leluasa masuk keluar tambak, dan mengancam kebersihan lokasi tambak dan garam yang diproduksi.
Di antara dua lahan tambak tersebut, berdiri dua unit bangunan Gudang Garam yang juga sudah rusak, dengan kondisi tanpa atap.
Bergeser ke arah Kecamatan Liae, tim media menemukan kesan tambak dikelola langsung masyarakat dengan kapasitas lahan yang tidak begitu luas, antara ½ hingga satu (1) hektar lahan. Ada yang telah dibersihkan dan di petak, tetapi belum dipasangi plastic geomembran dan juga belum dipagar. Satu hektar lain ditemukan telah dibersihkan dan dipasangi geomembran, hanya karena tidak dipagar, maka ternak sapi masuk dan mengotori plastic geomembran.
Informasi yang diperoleh tim media ini, kebanyakan lahan-lahan tambak garam tersebut dikelola PT. NRI. Sedangkan lahan tambak garam yang dikelola langsung pemerintah Sabu Raijua melalui dinas teknis terkait tidak seberapa. Padahal, sebelumnya lahan tambak garam yang yang dikelola perusahaan itu adalah lahan dimana pemerintah Kabupaten Sarai pernah kontrak dari masyarakat dan berinvestasi anggaran miliaran rupiah untuk pembangunan tambak garam.
Juga informasi yang dihimpun awak media ini, setelah penjualan garam besar-besaran oleh pemerintah Kabupaten Sabu Raijua pada tahun 2017 dan pasca Badai Seroja tahun 2021, Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua membiarkan tambak-tambak itu terbengkalai.
Akibatnya, kemudian masuk PT. NRI mengongtrak lahan tersebut dari masyarakat dan mengelola lanjut tambak garam Sabu Raijua. Hal itu hingga saat ini masih menjadi polemik, karena banyak pihak yang menilai, lahan itu masih merupakan lahan kontrak pemerintah Kabupaten Sarai dan seharusnya ada komuniksi yang baik antara PT. NRI dan Pemda Sabu Raijua, sehingga usaha tambak garam selain berdampak penyerapan tenaga kerja, juga ada PAD bagi Pemda Sarai.
Temuan lain di lokasi tambak Garam desa Wadumedi Kecamatan Hawu Mehara, kurang lebih ada 10 unit tambak garam sedang beroperasi. Tampak ratusan ton garam telah dipanen dan ditumpuk di pinggir petakan tambak.
Sementara itu, tampak kurang lebih belasan pekerja sedang mengisi karung-karung berwarna putih dengan garam yang telah dipanen. Karung-karung putih tersebut bertuliskan, ‘Kualitas Super, Garam Nataga, Produksi Sabu Raijua.’
Pantauan awak media ini, pekerja lain sementara beristirahat setelah melakukan panen garam. Didekati dan diwawancarai awak media ini, buruh/pekerja yang menolak namanya disebutkan mengaku, tambak garam dimana ia bekerja itu adalah milik PT. NRI.
Sumber itu mengaku, dalam satu kali panen (satu hektar lahan tambak garam, red) bisa menghasilkan 15 ton garam, dan panen dilakukan satu kali seminggu. Sumber itu juga mengaku, tambak tersebut milik PT. NRI, bukan milik Pemda Sabu Raijua.
Dengan demikian, jika jumlah tambak garam yang sementara ini beroperasi di Kabupaten Sabu Raijua mencapai kurang lebih 30 hektar, maka diperkirakan usaha tambak garam di Kabupaten Sabu Raijua saat ini telah menyerap kurang lebih 300 orang tenaga kerja/buruh. (**)