Terkait Pilkada Belu, Ahli Hukum Pidana Sebut KPU Harus Berdiri di Atas Kepentingan Masyarakat 

Spiritnesia.com, Jakarta – Ahli hukum pidana Mikhael Feka, S.H, M.H menyoroti penghentian penyidikan kasus pidana yang melibatkan pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Belu nomor urut 1. Dan menyebut bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) Belu harusnya bersikap netral dan tidak berpihak pada salah satu Pasangan Calon (Paslon).

Hal ini disampaikan Ahli Hukum Pidana Nusa Tenggara Timur, Mikhael Feka S.H, M.H kepada media ini melalui sambungan telepon seluler pada Senin, 10/03/2025.

“Kita minta supaya penyelenggara dalam hal ini KPU bersikap netral di sana. Tidak boleh bersikap seperti Lawyernya di calon dari Paslon yang bermasalah”, tegas Mikhael Feka.

Sementara itu, ketika saat dimintai pendapatnya terkait beberapa poin yang disampaikan Kuasa Hukum KPU Belu dalam sidang sebelumnya.

Ia membeberkan bahwa, Penyelenggara Pemilu, itu menyelenggarakan dan berdiri di atas semua kepentingan pasangan calon tidak boleh kemudian berdiri di ‘salah satu Paslon’. Dan pada prinsipnya terkait dengan syarat-syarat itu merupakan tanggungjawab si bakal calon.

“Kita bicara prinsip dulu, karena Paslon itu sendiri yang urus segala administrasinya di Kepolisian, Pengadilan, Dia sendiri juga yang bawa semua persyaratan itu ke KPU kemudian diawasi oleh Bawaslu dan masyarakat. ‘Kecuali orang lain yang mengurus’. Itu tanggungjawab mutlak sebetulnya ada pada kejujuran calon masing-masing. Entah itu Calon Kepala Daerah maupun Calon Wakil Kepala Daerah,” ujarnya.

Pertanyaannya, lanjut Feka, adalah bagaimana kemudian, diketahui setelah masa untuk pengaduan masyarakat?

“Jadi sebetulnya, tidak ada batasan untuk itu. Tidak ada batasan, bahwa kapan saja kemudian masyarakat mengetahui. Misalkan pada tahapan itu kemudian tidak ada pengaduan, tidak ada laporan dari masyarakat, itu karena memang masyarakat belum mengetahui tentang adanya dugaan pelanggaran itu. Sehingga ketika pada tahapan mana saja masyarakat mengetahui, atau Paslon atau timnya mengetahui, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Bahwa karena tahapan sudah selesai pada tahapan untuk masyarakat kemudian masyarakat tidak ajukan keberatan?,” sorot Mikhael.

Ia menilai bahwa cara berpikir seperti itu yang sebenarnya keliru.

“Tidak. Itu keliru dan salah besar. Bukan begitu cara berpikirnya. Intinya bahwa pada saat mana saja, kemudian masyarakat tahu, atau misalkan Paslon atau timnya tahu tentang adanya suatu dugaan pelanggaran terkait dengan ketentuan persyaratan dalam pasal 7, pada saat itupun dia dapat memprosesnya,” terangnya.

Ia menjelaskan, sebetulnya itu bukan salah KPU melainkan Paslon.

“Bukan salah KPU, tapi salah Paslon, dari calon yang  bersangkutan. Sehingga kemudian ditemui ada calon yang tidak jujur dan seterusnya, KPU tidak boleh bertindak seolah-seolah untuk membela mati-matian Paslon  tersebut. KPU harusnya menerangkan apa saja bahwa pada tahapan itu dan seterusnya hingga sampai saat Paslon menyerahkan berkasnya, prosesnya lengkap atau tidak. Tapi kemudian tidak boleh bertindak seolah-olah seperti lawyernya si calon yang bermasalah. Tampilkan seadanya biarlah Hakim Konstitusi yang menilai,” kata Mikhael.

Toh, lanjut Feka, Kejahatan mau lari secepat kilat, keadilan akan tetap menjadi pemenang.

Sebelumnya, dalam sidang lanjutan perkara gugatan Pilkada Belu 2024 dengan agenda mendengarkan keterangan Termohon dan pihak terkait di MK pada Kamis, 23 Januari 2025, KPU Belu melalui Kuasa Hukumnya, Thomas Mauritus Djawa membacakan seluruh jawaban Termohon dan menyebutkan bahwa Pelanggaran Administrasi hasil kajian Bawaslu Kabupaten Belu terbukti sebagai pelanggaran administrasi Pemilihan yang dilakukan oleh Pasangan Calon nomor 1, yakni Calon Wakil Bupati atas nama Vicente Hornai Gonsalves.

Menurut KPU Kabupaten Belu, rekomendasi Bawaslu kepada pihaknya itu tidak tepat karena prosedur formal dalam tahapan pencalonan telah dilaksanakan sesuai tata cara, prosedur dan mekanisme sebagaimana diatur dalam Undang – undang Pemilihan dan Peraturan KPU Nomor 8/2024, serta dalam tahapan dimaksud tidak terdapat komplain dari masyarakat, saran perbaikan maupun rekomendasi oleh Bawaslu Kabupaten Belu.

Selain itu, KPU Belu beralasan bahwa kapasitasnya dalam laporan dugaan Pelanggaran Administrasi Pemilihan sebagai saksi, tidak relevan jika rekomendasi terhadap pelanggaran administrasi dimaksud ditujukan kepada Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Belu pada tahapan setelah penetapan perolehan suara pasangan calon. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *