Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

Polres Labuan Bajo Diminta Tidak Segan Proses Hukum BKH Demi Keadilan Hukum

Spiritnesia.Com, Jakarta – Aliansi NTT Bergerak meminta Kepolisian Resort (Polres) Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) agar tidak segan-segan memproses kasus dugaan penganiayaan karyawan Restoran Mai Cenggo Labuan Bajo, Ricardo T. Cundawan oleh Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), Beny Kabur Harman (BKH). Polres Labuan Bajo sebaliknya diminta segera menuntaskan berkas perkara BKH agar segera dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mabar agar BKH segera diadili demi keadilan hukum bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hal itu disampaikan Koordinator Aliansi NTT Bergerak, Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam rilis tertulis kepada wartawan media ini pada Sabtu (28/05/22).

“Bukti CCTV, saksi kunci dan visum telah dikantongi oleh pihak penyidik (Polres Labuan Bajo, red). Kami berharap agar tim penyidik segera menyelesaikan berkas penyelidikan sehingga segera naik ke meja pengadilan. Kalau berkasnya sudah di pengadilan, ya segeralah adili BKH. Kita mau lihat apakah penegakan hukum ini adil atau tidak? Polri saat ini diuji konsistensinya terhadap keadilan hukum. Jangan sampai hukum justru tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Jangan sampai Polres Labuan Bajo takut memproses laporan kasus BKH hanya karena BKH adalah anggota Komisi III DPR RI yang membidangi hak asasi manusia, dan keamanan. Karena jika demikian, akan menjadi potret ironi penegakan hukum di Indonesia,” tulisnya.

Menurut Hegon Kelen, Aparat Penegak Hukum (Polres Labuan Bajo, red) tidak boleh diintervensi tekanan politik pihak mana pun, dan partai politik untuk mengaburkan objektivitas dan substansi kasus hukum yang menjerat BKH. Apalagi membebaskan BKH dari jerat hukum. Karena hal itu justru akan sangat memalukan bagi wajah penegakan hukum di Indonesia.

“Kita tahu bahwa Pak Benny ini salah satu petinggi partai politik dan anggota Komisi III DPR RI, yang menangani bidang Hukum dan HAM. Bagi kita, semua warga negara Indonesia sama di mata hukum, apalagi ini sudah masuk delik umum. Jadi, kita kawal dan pantau kasus ini. Kita mendesak Aparat Penegak Hukum untuk terbuka dalam memproses kasus ini sampai tuntas tanpa adanya intervensi politik dari partai politik mana pun dan dari pihak manapun. Kita mau lihat apakah penegakan hukum ini adik atau tidak. Jangan sampai hukum dimanipulasi menjadi tajam ke bawah tapi justru tumpul ke atas,” tegasnya.

Hegon Kelen menjelaskan, bahwa peristiwa dugaan penganiayaan karyawan Restoran Mai Cenggo oleh BKH telah viral di media sosial (youtube, FB, intagram, tik-tok dll) dan telah mendapat perhatian seluruh masyarakat Indonesia.

BKH pun telah mengklarifikasi kasus tersebut sesuai versinya. Namun, ketika melihat rekaman CCTV, mayoritas masyarakat Indonesia meragukan klarifikasi BKH yang terkesan mengelak dan membela diri dengan statemen bukan menampar tetapi mendorong.

“Ada dua pertanyaan kita terkait peristiwa ini. Pertama, apakah BKH telah mengatakan sesuai fakta kejadian? Dan yang kedua, Apakah BKH hendak mengelak dari ‘tuduhan’ penganiayaan? Pada CCTV terlihat jelas bahwa ada tindakan penamparan, bukan tindakan mendorong. Itu tidak terbantahkan menurut kami. Dan gerakan menampar itu terjadi kurang lebih sebanyak 4 kali. Jadi, apakah BKH telah mengatakan sesuai fakta kejadian? Bukti CCT, jelas dan tidak terbantahkan. Halo pak BKH, CCTV berbicara lebih dari kata-kata pak BKH,” kritik Hegon Kelen.

Diketahui, lanjut Hegon Kelen, korban, Ricardo T. Cundawan telah melaporkan BKH ke Polres Manggarai Barat. BKH setelah tahu dirinya dilaporkan, membuat klarifikasi terbuka yang intinya  menyangkal bahwa dia tidak melakukan penganiayaan.

Lebih lanjut, BKH mengambil langkah melaporkan (melapor balik) korban (Ricardo T. Cundawan, red) ke polisi atas dugaan perbuatan tidak menyenangkan oleh pihak restoran terhadap dirinya dan dugaan pencemaran nama baik, hoaks dan menyebarkan informasi sesat kepada publik.

“Kita mengapresiasi tindakan Pak Benny, sebagai politisi dan anggota DPR RI yang segera memberikan klarifikasi, tapi kok kita jadi ragu setelah lihat rekaman CCTV? Terus, reaksi pak benny dengan melapor balik dengan delik hoaks, apanya yang hoaks? CCTV bukti kuat. CCTV tidak pernah hoaks. Apakah dengan melapor balik, BKH hendak mengelak dari ‘tuduhan’ penganiayaan?”, tanya Yohanes. (SN/TIM)
 

Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

Ancam Bunuh Wartawan, Ketua KWPK NTT, Minta Polres TTS Segera Proses YL

Spiritnesia.Com, Kupang – Ketua Komunitas Wartawan Peduli Kemanusiaan (KWPK), Izack Kaesmetan kecam sikap Yunus Liu yang mengancam wartawan (ST) yang ingin membunuh dan maki-maki dengan kata-kata yang tidak seharusnya. Ia meminta Polres TTS untuk segera proses pelaku.

Demikian disampaikan Oleh Ketua KWPK melalui rilisnya kepada tim  media ini pada hari Rabu, 25/05/2022.

“Perlakuan tidak menyenangkan dialami  oleh ST salah satu awak media online Berita-Cendana.Com yang dicaci maki bahkan diancam untuk dibunuh merupakan bentuk pengekangan terhadap Karya Jurnalistik, oleh karena itu Ketua KWPK Provinsi NTT meminta Polres TTS untuk segera proses pelaku Yunus Liu, Calon Kepala Desa Tesi Ayofanu, Kecamatan Kie, Kabupaten TTS, tegas Izack.

Menurut Izack, tindakan Yunus Liu juga melanggar  pasal 18 (ayat 1) UU Pers, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.

“Pasal 4 ayat (2) bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat (3) bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” jelasnya.

“Jika calon kades YL tidak segera diproses maka saya selaku Ketua KWPK bersama tim Wartawan akan mengambil langkah-langkah tegas,” tulisnya.

Perilaku oknum seperti ini tidak bisa dibiarkan karena akan mengekang kebebasan pers yang notabene dilindungi oleh Undang-undang Pers. Isack berharap agar Pihak Polres TTS dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan aturan ketentuan berlaku, tutupnya.(SN/Tim).

Kategori
Berita Daerah Ekonomi Kriminal Nasional

BPD Toobaun Surati Jaksa Agung, Pertanyakan Proses Tipikor Dana Desa

Spiritnesia.Com, Kupang – Kasus Dugaan Korupsi pengadaan 114 ekor sapi tahun 2014-2019 yang dibiayai dari Dana Desa Desa Toobaun, Kecamatan Amarasi Barat, Kabupaten Kupang, NTT yang dilaporkan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Toobaun sejak 22 Juli 2021 lalu yang hingga kini tidak diproses hukum alias masih ‘tenggelam’ di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT. BPD Toobaun pun mempertanyakan proses hukum kasus tersebut ke Jaksa Agung RI.

Hal itu terungkap dalam Surat BPD Toobaun melalui Kuasa Hukumnya (Advokat Peradi), Yulius D. Teuf, SH kepada Jaksa Agung RI dan jajarannya, serta Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT. Dalam surat tertanggal 13 Mei 2022 tersebut, Teuf mempertanyakan proses penyelidikan/penyidikan kasus dugaan korupsi dana desa To’obaun yang telah dilaporkan oleh BPD To’obaun sejak 22 Juli 2021 lalu.

“Berdasarkan Pasal 41 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka BPD To’obauan sebaga pelapor tindak pidana korupsi telah atau sudah pernah memohon informasi tentang perkembangan penanganan tindak pidana korupsi yang dilaporkan ke Kejati NTT pada tanggal 22 Juli 2021 tetapi sampai dengan saat ini Kejati NTT tidak memberikan Jawaban atas pertanyaan BPD To’obaun selaku pelapor tindak pidana korupsi tersebut,” tulis Teuf dalam suratnya.

Menurut Teuf, seharusnya Kejati NTT sudah melakukan penyelidikan selambat-lambatnya 2 minggu setelah menerima pengaduan masyarakat tentang kasus korupsi.

“Berdasarkan Surat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) RI Nomor: B-125/F/Ft.2.1/2004, tertanggal 20 Februari 2004, pada point 2 surat tersebut tertulis bahwa Apabila Kejaksaan menerima laporan atau temuan kasus korupsi, maka dalam waktu 2 (dua) minggu harus segera menentukan sikap yaitu apabila sudah ada alat bukti awal sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti terutama adanya dokumen-dokumen, maka agar segera dilakukan penyidikan,” tulisnya.

Dalam suratnya, Teuf yang juga pensiunan Jaksa ini yakin bahwa Kejati NTT dapat segera menindaklanjuti laporan kliennya. “Saya percaya bahwa dalam waktu 2 (dua) minggu setelah menerima surat ini, penyidik Kejati NTT akan segera melakukan penyidikan terhadap dugaan tindak pidana korupsi Dana Desa Toobaun tahun 2014-2019 yang telah diterima Kejati NTT sejak 22 Juli 2021 yang lalu,” tandasnya.

Yulius Teuf yang dikonfirmasi Tim Media ini terkait suratnya ke Kejati NTT pada Jumat (22/5/22) mendesak pihak Kejati NTT untuk segera menindaklanjuti pengaduan dugaan kasus korupsi Dana Desa Toobaun berupa pengadaan 114 ekor sapi yang diduga fiktif.

“Saya harap Kejati NTT tidak tebang pilih dalam menindak dugaan pidana korupsi Dana Desa Toobaun, karena sepengetahuan saya, Kejati NTT telah mengusut dan menindaklanjuti berbagai kasus dugaan korupsi dana desa di NTT,” harapnya. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Tidak Tersentuh Hukum, Kajati NTT Diminta Berani Proses Hukum Absalom Sine Cs Terkait Kredit Macet Bank NTT Cabang Surabaya

Spiritnesia.Com, Jakarta – Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) menantang bahkan mendesak Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Nusa Tenggara Timur (NTT), Hutama Wisnu, S.H., untuk mengusut keterlibatan Absalom Sine (AS) dan Beny R. Pellu (BRP) dalam kasus kredit macet bank NTT Cabang Surabaya tahun 2018 senilai Rp 126,5 Milyar.   Alasannya, AS dan BRP diduga kuat sangat berperan penting/sangat terlibat dalam proses pencairan kredit tersebut. Karena (saat itu), AS menjabat Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT dan BRP menjabat Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT, namun sampai saat ini keduanya tidak tersentuh hukum.

Demikian pernyataan kritis Advokat PERADI dan Koordinator TPDI, Meridian Dewanta Dado, S.H.MH dalam rilis tertulis yang diterima tim Media ini pada Senin (19/04/2022), terkait dugaan keterlibatan dan proses hukum AS dan BRP dalam kredit macet bank NTT Cabang Surabaya.

“Putusan Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Kupang atas Didakus Leba, khususnya dalam bagian pertimbangan hukumnya menegaskan, bahwa AS selaku Direktur Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat dan BRP selaku Kepala Divisi Pemasaran Kredit Bank NTT Kantor Pusat
pada saat itu (tahun 2018, red) merupakan para pejabat pemutus kredit tertinggi dalam proses pemberian fasilitas kredit modal kerja pada Bank NTT Cabang Surabaya.
Haruslah (AS dan BRP, red) ikut bertanggung jawab atau patut dimintai pertanggungjawaban hukumnya. Namun faktanya sampai saat ini, baik AS maupun BRP tetap terbiarkan bebas tanpa pernah disidik oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” tulisnya.

Menurut Meridian, pengadilan (pengadilan Tipikor Kupang dan Mahkamah Agung/MA, red) terkait kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 127 milyar berhasil memvonis bersalah Pimpinan Bank NTT Kantor Cabang Surabaya Didakus Leba cs dan para debiturnya Muhammad Ruslan cs dengan hukuman penjara 10 tahun hingga 18 tahun.

“Namun AS dan BRP yang namanya terurai dalam Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), serta terkuak dalam fakta-fakta persidangan justru tidak pernah dilakukan penyidikan guna ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi NTT,” kritiknya.

Meridian lanjut menjelaskan, bahwa Kejati NTT juga seharusnya telah menggelar proses penyidikan untuk menetapkan Notaris / PPAT, Erwin Kurniawan (EK) dan Maria Baroroh (MB) sebagai tersangka dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya. Sebab, keduanya berperan besar dalam proses pembuatan akta-akta sebagai bagian dari proses persyaratan kredit serta proses pencairan kredit di Bank NTT Kantor Cabang Surabaya.

“Namun Kejati NTT tidak pernah melakukan proses penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Erwin Kurniawan dan Maria Baroroh dan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal contoh kasus lain, misalnya dalam kasus korupsi Pengelolaan Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) di Kerangan – Kabupaten Manggarai Barat, yang merugikan negara senilai Rp 1,3 trilyun, Kejati NTT justru telah memposisikan Notaris / PPAT atas nama Theresia Dewi Koroh Dimu sebagai salah satu pelaku utama, terkait perannya selaku Notaris / PPAT dalam pembuatan akta-akta peralihan hak atas tanah pada Aset Tanah Pemda Kabupaten Manggarai Barat seluas 30 hektare (ha) itu,” bebernya.

Meridian lanjut menjelaskan, bahwa publik NTT terheran-heran dan bertanya, ‘mengapa dalam Kasus Korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya itu Kejaksaan Tinggi NTT tidak berani menyentuh peran dan keterlibatan Absalom Sine cs??? Apakah karena Absalom Sine berstatus sebagai suami dari salah seorang Jaksa di Kejaksaan Tinggi NTT??? Apakah ada indikasi permainan suap dan pemerasan oleh oknum-oknum Jaksa untuk meluputkan dan membebaskan Absalom Sine cs dari jerat hukum???” kritiknya lagi.

Meridian Dado pun kembali mengingatkan, bahwa Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin saat melantik Hutama Wisnu sebagai Kajati NTT pada tanggal 2 Maret 2022 lalu memberi pesan penting kepada Kajati Hutama Wisnu, yaitu wajib segera mengakselerasi dan mengakurasi berbagai persoalan di daerah dengan mengidentifikasi, mempelajari, menguasai, dan menyelesaikan berbagai persoalan yang sedang ditangani demi mewujudkan proses penegakan hukum yang berkeadilan, profesional dan bermartabat sehingga memberikan keadilan substantif yang dirasakan oleh masyarakat.

Kajati NTT Hutama Wisnu wajib menghadirkan kembali institusi Kejati NTT sebagai lembaga yang dipercaya oleh publik dan mampu memberikan pelayanan prima dan tuntas dalam upaya pemberantasan korupsi di wilayah NTT.

“Oleh karena itu, Kajati NTT, Hutama Wisnu harus berani untuk segera menggelar proses penyidikan terhadap Absalom Sine cs dalam kasus korupsi Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Pada Bank NTT Cabang Surabaya yang merugikan negara senilai Rp. 127 miliar,” tegasnya lagi.

Kajati Hutama Wisnu, kata Meridian, juga harus bernyali untuk mengusut tuntas keterlibatan Absalom Sine dalam kasus lain di Bank NTT yaitu: kasus pencairan kredit fiktif senilai Rp 100 Milyar atas nama PT. Budimas Pundinusa di Bank NTT (Rp 32 M untuk take over kredit dari Bank Artha Graha, Rp 48 M dan penambahan Rp 20 M untuk usaha pembibitan dan penggemukan sapi).

“Sebab, selaku Direktur Pemasaran Kredit sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Dirut Bank NTT pada saat itu, Absalom Sine dinilai sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas pencairan kredit bernilai fantastis ke PT. Budimas Pundinusa,” tandasnya. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

KOMPAK Dukung Kajari TTU Proses Hukum Kontraktor Nakal Yan Pinjam Pakai ‘Bendera’ Perusahaan

Spiritnesia.Com, Jakarta – Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) mendukung penuh langkah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Timor Tengah Utara (TTU), Robert J. Lambila, S.H., MH untuk memproses hukum para oknum ‘kontraktor nakal’ yang sering melakukan praktek ‘Pinjam Bendera’ alias pinjam nama dan badan hukum perusahaan lain dalam tender pengerjaan proyek-proyek di daerah yang bersumber dari dana APBD maupun APBN.

Demikian pernyataan Ketua KOMPAK INDONESIA, Gabrial Goa dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Jumat (07/04/2022).

“Kami dari KOMPAK INDONESIA mendukung Kepala Kejaksaan Negeri TTU bekerjasama dengan Lembaga Penggiat Anti Korupsi dan Pers yang berintegritas untuk memberantas praktek-praktek kongkalikong memenangkan proyek-proyek APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten TTU titipan Pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif kepada Kontraktor-Kontraktor Nakal melalui “Pinjam Bendera”yang sesuai ketentuan pengadaan Barang dan Jasa,” tulisnya.

Menurutnya, komitmen dan tekad kuat Kajari TTU, Roberth J.Lambila,SH,MH untuk memproses hukum oknum kontraktor nakal yang sering melakukan praktek pinjam meminjam “bendera” perusahaan guna memenangkan tender Pengadaan Barang dan Jasa di Kabupaten TTU (Timor Tengah Utara) patut didukung total Penggiat Anti Korupsi dan Rakyat TTU. Tujuannya, agar perusahaan-perusahaan lokal lain di TTU yang berintegritas juga mendapatkan kesempatan yang sama mengakses proyek yang sama.

“Fakta membuktikan ada banyak proyek APBN dan APBD (baik Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota) sering dimenangkan Kontraktor-Kontraktor Titipan Pejabat Birokrasi dan Pejabat Legislatif serta Pejabat Penegak Hukum. Praktek kongkalikong dalam penguasaan proyek-proyek tersebut mengakibatkan perusahaan-perusahaan lokal yang berintegritas tidak dapat mengakses proyek-proyek dimaksud,” ujarnya.

Gab Goa juga mengungkapkan, bahwa KOMPAK INDONESIA mendukung Kajari TTU untuk segera menangkap dan memproses hukum Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Alkes di RSUD Kefamenanu.

Ketiga, mendesak Kajari TTU memproses hukum HT dan jaksa KM demi menjaga harkat dan martabat serta wibawa Aparat Penegak Hukum dan Perusahaan-Perusahaan yang berintegritas di TTU dan NTT. (Sn/tim)

Kategori
Berita Daerah

Proses Kasus MTN Rp 50 M Bank NTT, Kejati Tunggu Penelusuran Aliran Dana oleh PPATK

Spiritnesia.Com, KUPANG – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai saat ini masih menunggu laporan hasil penyelidikan/penelusuran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang aliran transaksi keuangan terkait kasus kerugian keuangan negara/daerah akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar bank NTT pada PT. SNP.

Demikian penjelasan Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) NTT, Hutama Wisnu, S.H.,MH melalui Kasipenkum Kejati NTT, Abdul Hakim, S.H., MH saat ditemui tim media pada pekan lalu (30/03/2022).

“Mengenai MTN itu sampai sekarang masih menunggu laporan dari PPATK. Itu kalau tidak salah sekitar 16 rekening yang disuruh lacak. Yang sudah keluar cuma 6 atau 7 rekening. Pokoknya di bawah 10 lah. Nah ini yang sementara PPATK bekerja karena 1 rekening itu bisa makan waktu berapa lama,” ungkapnya.

Menurutnya, lambatnya proses penanganan kasus MTN Rp 50 Milyar oleh Kejati NTT karena penelusuran atau pelacakan sejumlah rekening yang diduga merupakan arah aliran uang pembelian MTN Rp 50 Milyar Bank NTT membutuhkan waktu yang lama. “Hambatan selama ini di PPATK karena buku rekening itu masih dianalisis, mau 5 huruf pun tercatat itu, nah itu dilihat semua,” tegasnya.

Abdul juga mengungkapkan, bahwa kasus MTN Rp 50 Milyar sudah diexpos (gelar perkara, red) diinternal Kejati NTT sebelum Kajati lama (Dr. Yulianto, S.H.,MH) pindah atau meninggalkan NTT.

“Expos interen saja untuk menentukan bagaimana kasus ini (MTN Rp 50 Milyar, red) apa masih mau dilanjut lagi atau stop? Disampaikan hambatan-hambatannya. Ya pasti lanjut terus. Tapi kalau keputusan lanjut, bagaimana?” tandasnya.

Menurutnya, Kejati NTT masih mendalami untuk memastikan apakah kasus MTN Rp 50 Milyar masuk pidana perbankan ataukah pidana khusus (korupsi/kerugian negara, red). “Bahwa ini susah pembuktiannya, atau mungkin ada tersangkut dengan perkara pidana lain bukan pidana khusus, kan bisa saja. Undang-undang perbankan ada. Beda tipis kaya penipuan dan penggelapan ini,” jelasnya.

Abdul Hakim mengakui, bahwa kemungkinan kasus MTN Rp 50 Milyar masuk dalam kerugian keuangan negara, tetapi juga butuh disertai bukti-bukti yang kuat dan akurat. “Betul kerugian negara, tapi kita kan nggak tahu resiko bisnisnya berapa? Platform bank Rp 100 Milyar? Rp 200 Milyar? Rp 50 Milyar? atau Rp 10 Milyar aja? Resiko bisnisnya. Karena jangan sampai oke terbukti (kerugian keuangan negara, red), tetapi jika tidak terbukti di Mahkamah Agung? Maka itu kita cek, gitu aja,” katanya.

Ia menjelaskan, bahwa jika kasus MTN Rp 50 Milyar jatuh pada pidana perbankan, maka ranah penyelesaiannya oleh Polri bukan Kejaksaan. “Ada aturannya nggak yang dia langgar? Kalau tidak ada aturannya berarti urusan Polri. Bisa saja ke undang-undang perbankan, masalah kerugiannya dikembalikan ke Negara. Kalau bukan aturan perbankan yang dia langgar, itu bisa langsung cepat sekali sudah (ditangani Kejati NTT, red),” tegasnya.

Abdul Hakim mengungkapkan, bahwa Kejati NTT sangat berhati-hati menangani kasus MTN Rp 50 Milyar bank NTT, karena Kejati NTT harus memastikan kasus tersebut pidana khusus ataukah pidana perbankan . “Memang betul kerugian negara, tapi ada aturan perbankan yang dilanggar nggak? Perbankan seluruhnya dan perbankan Bank NTT ada nggak aturannya?” tandasnya.

Menurutnya, jelas bahwa dunia perbankan memiliki aturan dan Standart Operational Procedure), tetapi terkait MTN Rp 50 Milyar tidak ada SOP. “Dan yang lebih jelas aturan perbankan dan SOP-nya ada semua. MTN kan belum ada. Kalau ada aturan yang dilanggar itu jelas, tidak perlu tunggu-tunggu lagi,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, proses penyelidikan kasus Medium Term Note (MTN) yang merugikan keuangan Bank NTT senilai Rp 60,5 M (berdasarkan LHP BPK RI, red) oleh Kejati NTT belum menunjukan progres yang berarti. Bahkan proses penyelidikan kasus Fraud (kecurangan perbankan, red) ini terkesan ‘tenggelam’ di Kejati NTT.

Para pegiat anti korupsi terus mendesak Kejati NTT untuk mempercepat proses hukum kasus yang merugikan Bank NTT hingga Rp 60,5 M. Mantan Kajati NTT, Yulianto sempat berjanji untuk mempercepat proses hukum kasus tersebut dengan melakukan ekspose/gelar perkara.

Berdasarkan LHP BPK RI Tahun 2019, setidaknya ada 7 pelanggaran yg dilakukan dalam proses pencairan dana untuk pembelian MTN (Surat Pengakuan Hutang PT. SNP), yakni :
• Bahwa berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020 tersebut menemukan banyak pelanggaran atas pembelian MTN tersebut diantaranya :
1. Pembelian MTN tersebut tidak dilakukan uji kelayakan atau Due Diligence;
2. Pembelian MTN tersebut tidak masuk dalam RBB (Rencana Bisnis Bank) tahun 2018;
3. Tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal Pengurus PT. SNP. Pertemuan dengan pengurus baru dilakukan setelah PT SNP mengalami gagal bayar MTN.
4. Hanya berpedoman pada mekanisme penempatan dana antar bank karena PT. Bank NTT belum memiliki pedoman pembelian dan batas nilai pembelian MTN.
5. Tidak melakukan telaah terhadap laporan keuangan audited PT. SNP tahun 2017 tapi hanya berpatokan pada peringkatan yang dilakukan PT Pefindo tanpa memperhatikan press realease PT Pefindo yang menyatakan bahwa peringkatan hanya berdasarkan laporan keuangan tahun 2017 PT. SNP yang belum diaudit. Dengan demikian, mitigagasi terhadap resiko pembelian MTN tidak dilakukan secara baik;
6. Tidak melakukan konfirmasi kepada Bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan penolakan tersebut. Konfirmasi hanya dilakukan kepada bank yang melakukan pembelian MTN PT. SNP;
7. Tidak memperhatikan Kolektibilitas PT. SNP pada SLIK OJK. (SN01/tim)

Kategori
Berita

Pegiat Anti Korupsi Minta Kejati NTT Segera Proses Hukum Aleks Riwu Kaho Terkait Kasus MTN Rp 50 Milyar

Sritnesia.Com, JAKARTA – Pegiat Anti Korupsi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN) FLOBAMORA dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (Kompak) Indonesia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera mennagkap dan menahan serta memproses hukum mantan Kepala Divisi (Kadiv) Treasury Bank NTT, Aleks Riwu Kaho (saat ini Dirut Bank NTT, red), karena dinilai bertanggung jawab atas kerugian bank NTT akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP. Aleks Riwu Kaho selalu Kepala Divisi Treasury bank NTT (saat itu, red) diduga sengaja bahkan lalai dengan menandatangani (menyetujui, red) pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP yang merugikan keuangan negara dan daerah serta keuangan masyarakat NTT.

Demikian disampaikan Ketua AMMAN FLOBAMORA, Roy Watu Pati dan Ketua Kompak Indonesia, Gabrial Goa dalam rilis tertulis kepada tim media ini, pada Senin (21/03/2022).

“Kami minta Kejati NTT untuk abaikan keputusan para pemegang saham dalam hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank NTT Tahun 2022 di Labuan Bajo kali lalu, bahwa kasus kerugian bank NTT akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar di PT. SNP sebagai risiko bisnis. Kami minta Kejati tangkap dan tahan serta proses hukum Aleks Riwu Kaho. Keputusan RUPS (terkait MTN Rp 50 Milyar sebagai business judgement rules, red) kemarin terkesan hanya trik untuk melindungi terduga pencuri uang negara dan daerah serta rakyat dari jeratan hukum,” tulis duo pegiat anti korupsi.

Menurut Roy Watu Pati dan Gabrial Goa, kasus kerugian bank NTT melalui pembelian MTN Rp 50 Milyar merupakan tindakan kejahatan perbankan yakni perampokan uang negara dan daerah serta masyarakat NTT, yang diduga dilakukan dengan sengaja oleh sejumlah orang dengan tujuan memperkaya diri atau sekelompok orang.

“Dan itu bukanlah risiko bisnis. Kalau itu risiko bisnis, maka tidak mungkin ia menjadi temuan BPK. Dengan demikian, jika ada indikasi temuan pelanggaran yang merugikan perekonomian negara dan daerah, maka semua pihak harus menghormati dan wajib menindaklanjuti LHP BPK tersebut,” jelasnya.

Kedua pegiat anti korupsi itu menegaskan, bahwa masalah MTN Rp 50 Milyar itu dikatakan resiko bisnis hanya apabila pembelian MTN Rp 50 M itu melalui suatu proses atau mekanisme yang baik dan yang ada di bank NTT. Faktanya, proses pembelian MTN itu tidak demikian. Pembelian MTN tersebut diduga hanya inisiatif dan keputusan beberapa oknum tertentu saja dan tidak diketahui serta tidak disetujui hirarki yang lebih tinggi di bank NTT.

“Dewan Direksi tidak tahu, hanya Kadiv Treasury (saat itu dijabat Aleks Riwu Kaho, red) dan Dirum Keuangan Bank NTT (yang saat itu dijabat Edu Bria Seran, red) yang tahu. Lalu bagaimana bisa dikatakan risiko bisnis. Jangan drama-drama lah dengan uang milik banyak pihak di bank NTT,” pinta keduanya.

Roy dan Gab lanjut membeberkan pelanggaran lain terkait pembelian MTN Rp 50 Milyar berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020, diantaranya yaitu:
1. Pembelian MTN tersebut tidak dilakukan uji kelayakan atau Due Diligence;
2. Pembelian MTN tersebut tidak masuk dalam RBB (Rencana Bisnis Bank) tahun 2018;
3. Tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal Pengurus PT. SNP;
4. Tidak melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan PT. SNP;
5. Tidak melakukan konfirmasi kepada Bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan penolakan tersebut;
6. Tidak memperhatikan Kolektibilitas PT. SNP pada SLIK OJK.

“Dasar ini seharusnya sudah menjadi dasar kuat dan cukup bagi para pemegang saham untuk merekomendasikan kepada Aparat Penegak Hukum (Kejati NTT dan KPK, red) untuk menelusuri kerugian tersebut dan memproses hukum para terduga pelaku. Bukan sebaliknya melindungi para terduga pelaku pencurian uang negara dan daerah serta masyarakat,” kritik duo pegiat anti korupsi.

Sebenarnya terkait pelanggaran tersebut, lanjut mereka, BPK juga telah merekomendasikan 2 hal penting yakni, pertama, Dewan Komisaris dalam RUPS agar meminta Jajaran Direksi PT Bank NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT SNP senilai Rp 50.000.000.000, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan kedua, Direktur Utama (Dirut) agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence.

“Kami sangat kecewa dengan hasil RUPS Labuan Bajo 17 Maret 2022 yang terkesan ada “kerjasama“ yang sedemikian rapi dan menyatakan kerugian Rp 50 Milyar itu hal biasa dalam bisnis. Kami tidak terima kesimpulan RUPS yang menyatakan kerugian Rp 50 Miliar itu hal biasa. Ini penjabat jelas mengangkangi rakyat NTT yang dengan jerih payah menabung di Bank NTT, lalu para pengambil kebijakan (management, red) dengan tanpa beban menghamburkan uang senilai Rp 50 Miliar,” ungkap duo pegiat anti korupsi.

Roy dan Gab mengungkapkan, bahwa pihaknya dan sejumlah organisasi pegiat anti korupsi dalam waktu dekat akan melaporkan kasus ini ke KPK dan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran, jika Kejati NTT terus menerus diamkan kasus tersebut.

“Kami harus lapor ke KPK dan akan gelar demo masal di Bank NTT, jika Kajati NTT tidak segera tangkap Alex Riwu Kaho. Dan jika Pemegang Saham Pengendali dalam hal ini Gubernur NTT tidak segera copot Alex Riwu Kaho,” tegas duo aktivis anti korupsi tersebut. (SN.AT /tim)