Spiritnesia.com, Mbay – Kepolisian Daerah (Polda) NTT diminta untuk mengusut Penambang Liar dan penadah material ilegal yang berasal dari tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo.
Demikian dikatakan 2 orang praktisi hukum, Cezar Bhara Beri dan Petrus Salestinus yang dimintai tanggapannya secara terpisah terkait maraknya tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo, Sabtu (31/7/22) kemarin.
Pengacara yang juga Koordinator Satuan Tugas (Satgas) Anti Korupsi Dewan Pimpinan (DPD) I Partai Golkar NTT, Kasimirus Bhara Beri, SH mengatakan, Polda NTT harus mengusut Tambang liar dan penadah material ilegal di Kabupaten Nagekeo.
“Kami dukung Polda NTT untuk usut tuntas Tambang Liar/Ilegal di Nagekeo. Tapi Saya minta agar Polda NTT juga mengusut para penadah material dari Tambang Kisr/Ilegal. Terutama para kontraktor pelaksana yang saat ini melakukan pekerjaan proyek pemerintah,” ujar Kasimirus.
Satgas Anti Korupsi Partai Golkar NTT, kata Kasimirus, meminta Kapolda NTT Brigjen Setyo Budiyanto untuk segera menertibkan tambang ilegal dan menangkap para pelaku tambang yang berada di Kabupaten Nagekeo. Termasuk penadah material ilegal.
“Sikap tegas dari Polda NTT ini, penting dilakukan agar kegiatan tambang ilegal tersebut jangan sampai bebas merambah Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa, bahkan saat ini telah mengancam keberadaan Bandungan Sutami Mbay itu sendiri,” tuturnya.
Aktivitas tambang liar itu menggunakan alat berat, Exavator. “Itu namanya membangun dan merusak lingkungan sehingga Kapolda NTT harus tegas dan menangkap pelaku tambang ilegal. Jangan sampai penegakan hukum di wilayah Polda NTT ini terkesan tebang pilih. Siapa pun pemilik dan pengelolanya harus diproses hukum kalau memang ada indikasi ilegal,“ tegasnya.
Ia menjelaskan, sesuai aturan yang berlaku, para kontraktor pelaksana proyek pembangunan pemerintah di larang menggunakan material ilegal. “Material ilegal itu material ilegal. “Material ilegal itu dilarang untuk digunakan dalam proyek pemerintah karena tidak bayar pajak ke negara,” tandasnya.
Menurut Kasmirus, Satgas Anti Korupsi DPD I Partai Golkar NTT, telah mendapat laporan dari masyarakat jika pekerjaan Waduk Lambo yang ditangani oleh PT. Waskita Karya (WK) KSO PT. BI dan pekerjaan irigasi Mbay Kiri oleh PT. Fsc itu, diduga material galian C-nya diambil dari tambang liar alias tanpa memilki IUP-OP dari Kementrian ESDM. “Apakah kontraktor menyadari hal ini atau tidak?” kata Kasimirus.
Karena itu, Kasmirus mengingatkan kontraktor agar mengecek kebenaran IUP-OP sebelum membeli material. “Para penjual pasti akan mengaku punya IUP-OP. Karena itu kontraktor harus mengeceknya terlebih dahulu sebelum membeli material. Sebab kontraktor yang menggunakan material seperti pasir, batu, sirtu yang bersumber dari tambang ilegal sama halnya menjadi penadah barang curian atau disebut penadah,” ajarnya.
Ia memaparkan, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengatakan bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lain-lain, bagi yang melanggar, maka sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan atau denda sebesar Rp 100 miliar. “Jadi jika ada kontraktor yang secara sengaja menggunakan material dari tambang liar/ilegal bisa di jerat dengan undang-undang yang berlaku,” tegasnya.
Bahkan, lanjut Kasimirus, pihaknya akan menyurati Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia untuk memutuskan kontrak kerja dengan para kontraktor yang menggunakan material ilegal. “Para kontraktor bebas membeli batu, pasir atau sirtu dari siapa saja asalkan berasal dari quari atau galian C yang memiliki IUP-OP,“ tandasnya.
Kasmirus menuturkan, kewenangan pertambangan saat ini memang telah beralih dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Pusat setelah adanya revisi UU Minerba. “UU Minerba yang baru mengatakan semua perizinan dilimpahkan ke pempus, jadi bagi yang mengantongi izin dari pemerintah propinsi itu, dengan sendirinya tidak berlaku lagi,” tegasnya.
Satgas Anti Korupsi Partai Golkar Propinsi NTT, juga mengingatkan kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Bupati Nagekeo, Don Bosco Do bahwa penambangan ilegal saat ini telah menjadi perhatian khusus dari Presiden Jokowi.
“Presiden Jokowi telah menyatakan perang terhadap aktivitas penambangan yang tidak mematuhi aturan. Apalagi akibat penambangan liar/ilegal tersebut, sejumlah wilayah di negara ini dilanda bencana banjir dan tanah longsor yang sebagian besarnya disebabkan kerusakan lingkungan akibat penambangan liar,” ujarnya.
Hal senada juga dikatakan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, S.H. Menurut Advokat Peradi ini, perilaku penambangan tanpa izin di kabupaten Nagekeo pada hakekatnya telah memenuhi unsur yang dapat diancam dengan hukuman pidana.
Salestinus mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak melakukan pungutan reterbusi galian C dari tambang liar. Jika pemerintah melakukan pungutan dari tambang ilegal tersebut, maka kata Petrus, perbuatan tersebut masuk kategori pungutan liar, karena memungut sesuatu tanpa landasan hukumnya.
“Hati-hati, pungli adalah saah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Junto Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Pungli adalah termasuk tindakan kejahatan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” tandas Salestinus.
Kemudian pasal 105, dikatakan bahwa penjualan mineral yang tergali dikenai iuran produksi atau pajak daerah sesuai ketentuan perundang-undangan. “Dalam pasal 161 (b), setiap orang yang memiliki izin pertambangan dan jika tidak melaksanakan reklamasi pasca tambang dan penempatan dana jaminan reklamasi, bisa dipidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 milyar,” paparnya.
TPDI, kata Salestinus, selain meminta kepada jajaran Polda NTT juga meminta kepada Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Pripinsi NTT untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang yang berada di Bendungan Sutami. “Balai Wilayah Sungai NT 2, jangan menjadi penonton. Karena jika tidak ada sikap tegas dari Balai, maka masyarakat bisa berasumsi mendapat upeti dari kegiatan tambang ilegal tersebut,” kritiknya.
Menurutnya, kegiatan tambang ilegal yang berada di Bendungan Sutami Mbay oleh AS, Direktur CV. KJM masing-masing di Lailewa, Natarale, Todomeze, Desa Dhawe yang berjarak 1.000 meter dari bendungan Sutami, Kecamatan Aesesa dan SIS, Direktur CV. Mbay Indah akan berdampak pada keberadaan bendungan. “Jika sewaktu-waktu bendungan Sutami ini jebol maka ribuan warga yang akan merasak dampaknya,” kata Salestinus.
Bendungan Sutami di Mbay, lanjutnya, adalah salah satu aset negara. Hal yang perlu diperhatikan oleh Balai wilayah sungai (BWS) Propinsi NTT adalah, kegiatan tambang ilegal atau pengerukan galian C di bendungan Sutami itu berpontensi membuat jebol bendungan. “Nah, jika sewaktu-waktu terjadi banjir bandang dan bendunganya jebol, maka habislah semua warga dan lahan pesawahaan dan pemukiman warga disekitar itu,” kata Salestinus.
Selain itu, aktivitas tambang ilegal oleh kedua pengusaha itu, akan menurunkan kualitas air baku bendungan. “Padahal, keberadaan air bendungan itu dipakai oleh masyarakat dengan tingkat kebutuhan 7.800 L/detik dan mengaliri lahan pertanian seluas 6500 HA.,” ujarnya.
Menurut Petrus, sebelum kegiatan proyek dilaksanakan dalam proses lelang salah satu syarat dalam dokumen lelangnya adalah kontarktor harus menggunakan material batu dan pasir yang legal dengan mengantongi dukungan kuari yang memiliki IUP-OP. Hanya saja kata Petrus, dalam pelaksanaan di lapangan pembangunan Waduk Lambo itu, PT. Waskita Karya KSO Bumi Indah tergolong ‘nakal’ mendatangkan material ilegal agar bisa meraup keuntungan karena bebas pajak dan murah operasionalnya.
Dirinya sependapat jika Polda NTT segera turun tangan menutup seluruh kegiatan tambang ilegal di Nagekeo lantaran tabiat itu bukan lagi kejahatan tambang ilegal melainkan kejahatan lingkunga. “Jika pengakuan oknum AS bahwa material dijual kepada PT. Waskita Karya KSO Bumi Indah untuk pembangunan Waduk Lambo, maka ini sudah merupakan kejahatan lingkungan bukan lagi kejahatan tambang ilegal. Jadi TPDI minta Polda NTT segera turun tangan menangani hal ini karena merupakan kewenangan mereka,“ tandas Salestinus.
Seperti yang diberitakan tim media ini sebelumnya, Tim Media ini mengidentifikasi keberadaan 10 tambang luar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Sebanyak 7 titik teridentifikasi berada di DAS Aesesa. Bahkan 2 titik berada dalam area genangan Bendung Aesesa.
Para penambang tidak memiliki IUP-OP. Mereka melakukan kegiatan tambang hanya berdasarkan WIUP yang sudah kadaluarsa. Tim Gabungan Inspektur Tambang Kementerian ESDM (2 orang), Polda NTT (2 orang) dan BWS NT 2 (1 orang) telah memeriksa keberadaan tambang liar/ilegal di Nagekeo.
Sementara itu, Koordinator WALHI NTT, Umbu Wulang meminta Pemkab Negekeo dan Polda NTT untuk menutup tambang liar/ilegal di Nagekeo. PT. MMU sebagai pemegang IUP-OP di Nagekeo juga meminta Bupati untuk menutup tambang liar/ilegal karena meresahkan. (SN/tim)