Kategori
Daerah Kriminal Nasional

Kapolda NTT Diminta Perintahkan Dirkrimsus Junjung Tinggi Undang-Undang Pers dan Petieskan Laporan Dirut Bank NTT

Spiritnesia.com, Jakarta – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, S.H., M.H. diminta untuk memerintahkan Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda NTT untuk menjunjung tinggi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan mempetieskan laporan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho (HARK) terhadap Dirut dan Pemred KORANTIMOR.COM (FPL dan KDO) terkait dugaan penghinaan/pencemaran nama baik melalui media eletronik (diduga terkait pemberitaan media online KORANTIMOR.com, red). Sebaliknya, mengarahkan HARK untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana perintah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yaitu melayangkan hak jawab atau hak klarifikasi, jika HARK merasa dirugikan terkait pemberitaan.

Demikian permintaan Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA sekaligus Ketua KOMPAK INDONESIA (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia), Gabriel Goa dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Jumat (12/08/2022).

“Terpanggil untuk membela Pers sebagai salah satu pilar demokrasi dan lembaga kontrol terhadap kebijakan publik dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Penguasa, maka kami dari Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian) mendesak Kapolda NTT perintahkan Dirkrimsus Polda NTT dan jajarannya untuk menjunjung tinggi UU Pers dan MoU Kesepakatan antara Dewan Pers dan Mabes Polri, agar menganjurkan kepada Dirut Bank NTT melakukan Hak Jawab dan Hak Koreksi kepada media yang bersangkutan, bukan langsung Lapor ke Polda NTT. Jadi proses laporan Dirut Bank NTT itu harus dioetieskan demi hukum dan kebebasan pers,” tandasnya.

Menurut Gabriel Goa, Polda NTT dalam menangani pengaduan masyarakat (termasuk Dirut bank NTT, HARK, red) terkait sengketa pers seharusnya berpedoman pada MoU Dewan Pers dan Polri Tahun 2022 (Nomor 3/DP/MoU/III/2022) Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Ia menjelaskan, pada pasal 4 ayat 2 MoU Dewan Pers dan Polri tersebut ditegaskan, bahwa apabila pihak KEDUA yaitu Polri menerima perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom atau produk pers lainnya antara wartawan/media dengan masyarakat, maka Polri dapat mengarahkan Pihak pelapor/pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi dan pengaduan kepada PlHAK PERTAMA yaitu Dewan Pers.

“Jadi Dirkrimsus Polda NTT harus mengarahkan HARK untuk mengikuti mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bukan serta merta menerima saja laporan pelapor dan memprosesnya tanpa analisis koridor hukum yang tepat. Apalagi menggunakan UU ITE mengikuti kemauan pelapor untuk selesaikan sengketa pers. Itu keliru dan salah kapra namanya,” kritiknya.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pasal 6, lanjutnya, menegaskan bahwa Pers nasional melaksanakan peran pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum (point d); Pers nasional memperjuangkan keadilan (point e) dan wartawan dalam menjalankan profesinya juga mendapatkan perlindungan hukum.

“Jika HARK merasa dirugikan terkait pemberitaan media korantimor.com yang ditulis wartawan, maka sebagaimana perintah pasal 1 ayat 11 dan 12 UU Pers, HARK perlu melayangkan hak jawab dan atau hak koreksi. Dan media atau Pers bersangkutan juga wajib melayani hak jawab dan hak koreksi sebagaimana perintah UU Pers pasal 5 ayat 2 dan 3. Wartawan Indonesia juga melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional sebagaimana diatur dalam KEJ pasal 11. Jadi keliru jika HARK buru-buru dan bernafsu melaporkan wartawan ke polisi hanya karena berita yang ditulis seorang wartawan, apalagi menggunakan Undang-Undang ITE untuk mempersoalkan produk pers,” kritiknya lagi.

Sangat disayangkan, ujarnya lebih lanjut, pihak Polda NTT tidak memahami atau bahkan diduga pura-pura tidak tahu adanya MoU antara Dewan Pers dan Polri Tahun 2022 terkait Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Ketua Pembina Padma Indonesia itu juga mendukung total Pers yang berani membongkar kejahatan korupsi berjamaah di NTT dan konspirasi upaya pembunuhan Pers Pejuang di Indonesia, khususnya di NTT.

“Kami juga mendesak Solidaritas Masyarakat Dunia melawan Kriminalisasi Hukum dan Diskriminasi HAM terhadap Wartawan dan Wong Tjilik di NTT yang diduga kuat dibekingi oleh Kaum Kuat Kuasa dan Kuat Modal,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (12/08), Direktur Utama (Dirut) dan Pemimpin Redaksi (Pemred) media online Koran Timor.Com, FPL dan KDO dilaporkan Harry Alexander Riwu Kaho (Direktur Utama/Dirut Bank NTT, red) ke Polda NTT terkait dugaan pencemaran nama baik di media eletronik.

Hal itu diketahui melalui Surat Undangan Klarifikasi yang dikeluarkan Direskrimsus Polda NTT (Nomor B/640/VIII/2022/Direskrimsus tertanggal 09 Agustus 2022) terkait laporan Harry Alexander Riwu Kaho tanggal 16 Mei 2022 tentang dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

“Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, diminta kepada saudara untuk dapat memberikan keterangan sebagai saksi kepada penyidik / penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT terkait dengan perkara dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilaporkan oleh saudara Hary Alexander Riwu Kaho, S.H., M.H sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” tulis Ditreskrimsus Polda NTT.

Dalam Surat Panggilan yang ditandatangani oleh Wadir Krimsus Polda NTT, AKBP Khairul Saleh, SH, SIK, M.Si tersebut, para pimpinan media online diminta menghadap penyidik/penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT, Ipda Joel Ndolu, S.H/Brigpol A. Muhammad Tupong pada Kamis (11/08/2022) pukul 10.00 Wita.

Dirut dan Pemred media online KORANTIMOR.com, FPL dan KDO yang dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya undangan klarifikasi dari Ditreskrimsus Polda NTT. Namun, keduanya mengaku belum tahu jelas apa maksud dan konteks undangan klarifikasi Ditreskrimsus Polda NTT terkait laporan dugaan pelanggaran UU ITE tentang pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud laporan HARK.

“Isi Surat Undangannya tidak jelas. Berita yang mana? Atau konten mana yang mencemarkan nama baiknya (HARK)? Di media eletronik yang mana? Harus jelas, apakah di media online? WhatsApp? FB? Di Instagram kah? Atau YouTube? Penyidik harus mampu membedakan antara media berita online dan media sosial (medsos). Jangan salah kaprah,” kritik FPL.

Karena isi Surat Undangan tidak jelas, lanjut FPL, pihaknya menolak untuk menghadiri undangan tersebut. “Kami tolak untuk hadir. Isi undangan klarifikasi itu harus jelas sehingga kami bisa mengetahui masalahnya dan mempertimbangkan secara hukum, apakah kami perlu hadir atau tidak? Karena kalau berkaitan dengan pemberitaan atau karya jurnalistik atau sengketa/delik pers, wartawan tidak bisa dijerat dengan Pasal-Pasal dalam KUHP atau UU ITE,” tandasnya.

FPL sangat menyesalkan minimnya pemahaman penyidik kepolisian terkait UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers terkait prosedur penyelesaian Sengketa Pers. “Kalau penyidik kepolisian tidak paham UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers, yah begini jadinya. Laporan Sengketa Karya jurnalistik dipaksakan untuk diproses dengan UU ITE. Bagi saya, baik yang melapor dan menerima serta memproses laporan pidana Sengketa Jurnalistik, sama-sama tidak paham,” kritiknya.

Hal senada juga dikatakan Pemred Koran Timor.Com, KDO. Menurutnya, jika yang dimaksudkan Ditreskrimsus Polda NTT terkait undangan klarifikasinya adalah terkait pemberitaan atau produk jurnalistik yang ditayang di media online korantimor.com yang mana HARK merasa dirugikan, maka harus diproses sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Mou (Nota Kesepahaman, red) Antara Dewan Pers dan Kapolri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 – Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“Polda NTT wajib mengarahkan pelapor yaitu HARK (Dirut Bank NTT saat ini, red) untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Pers dan MoU tersebut. Bukan asal terima laporan sengketa pers lalu panggil wartawan dan diperiksa. Itu namanya kriminalisasi pers,” tegas KDO.

Sesuai MoU Kapolri dan Dewan Pers, papar KDO, sudah sangat jelas. “Ketika polisi mendapat pengaduan pidana terkait Sengketa Pers, maka tugas polisi adalah mengarahkan pelapor saudara HARK untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bukan lagi memaksakan kerangka pasal UU ITE untuk menyelesaikan Sengketa Pers,” tandas dua wartawan yang dikenal aktif memberitakan kasus dugaan korupsi di bank NTT. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

GMKJ NTT Minta Polisi Tetapkan Pasal 18 UU Pers di Kasus Percobaan Pembunuhan Wartawan di NTT

Spiritnesia.Com, Kupang – Sejumlah organisasi yang bergabung dalam Koalisi Gerakan Menolak Kekerasan Jurnalis di Nusa Tenggara Timur/GMKJ NTT (yakni AJI Kota Kupang, WALHI NTT, LBH PERS Jakarta, KOWAPPEM) mendesak Kepolisian Resort Kota (Polresta) Kupang untuk menggunakan/menerapkan Pasal 18 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dalam kasus percobaan pembunuhan wartawan dan Pemred (Pemimpin Redaksi) media online Suaraflobamora.Com, Fabianus Paulus Latuan (FPL). Alasannya, kasus penganiayaan terhadap FPL diduga berkaitan dengan aktifitas pemberitaan dan penganiayaan tersebut bagian dari upaya pembungkaman (menghambat dan menghalangi, red) tugas dan kerja jurnalistik.

Demikian disampaikan Mulya Sarmono, Anggota Koalisi GMKJ NTT dari LBH Pers, saat diwawancarai tim media ini pada Selasa (17/05/2022) terkait proses hukum kasus percobaan pembunuhan terhadap wartawan FPL di gerbang masuk/keluar Kantor PD Flobamor beberapa waktu lalu (26/04).

“Alasan polisi juga perlu menyertakan pasal 18 UU Pers adalah karena korban saat kejadian sedang dalam proses peliputan dan ada dugaan penganiayaan tersebut sekaitan dengan aktivitasnya dalam pemberitaan. Sehingga penting kiranya pasal tersebut (pasal 18 UU Pers Nomor 40 tahun 1999, red) juga dipakai dalam menyelesaikan kasus itu. Mengingat, aturan tersebut adalah pasal yang dikenakan bagi seseorang yang menghambat atau menghalang-halangi pelaksanaan tugas jurnalis di lapangan,” jelasnya.

Mulya Sarmono menjelaskan, bahwa penerapan pasal tersebut terhadap para pelaku (selain pasal yang sudah ditetapkan oleh penyidik Polresta Kupang, red) diharapkan menjadi pembelajaran bagi semua pihak, agar korban (FPL) tidak mengalami kejadian yang sama kedepan.

“Selain itu, jika kasus ini diselesaikan dengan baik oleh penegak hukum, kasus ini juga akan menjadi contoh agar jurnalis tidak boleh mendapatkan kekerasan karena dalam menjalankan profesinya, jurnalis dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.

Menurutnya, dengan adanya penerapan pasal tersebut, Koalisi GMKJ NTT juga mengharapkan adanya ancaman pidana yang maksimal bagi para pelaku. Mengingat, kekerasan terhadap FPl bukan hanya sedekar kekerasan individu saja, tetapi telah mencederai kemerdekaan pers. “Dan tentunya mencederai hak asasi warga negara sebagaimana diatur dalam Pasal 4 Ayat (1) UU Pers,” tegasnya.

Terkait kemungkinan ada tidaknya dalang atau aktor intelektual dibalik kasus percobaan pembunuhan wartawan FPL, Mulya Sarmono menyerahkan proses penyidikan dan pengungkapan kasus tersebut kepada pihak kepolisian (Polresta Kupang, red) . “Kita pada dasarnya tidak mau mendahului hasil penyidikan dari Kepolisian. Kita juga harus mengacu pada asas praduga tak bersalah,” jelasnya.

Namun, lanjut Mulya, mengacu pada informasi yang diterima pihaknya dan berdasarkan alur kronologi kasus tersebut, tidak tertutup kemungkinan ada aktor lain yang menyuruh melakukan tindakan percobaan pembunuhan itu. “Namun kembali kami tekankan, semua prosesnya kami serahkan ke kepolisian (Polresta Kupang, red) sehingga harapannya kepolisian bisa profesional dalam menangani kasus tersebut,” imbuhnya.*

Koalisi GMKJ-NTT juga menduga, bahwa kekerasan terhadap wartawan FPL dilakukan secara sistematis dan terencana serta melibatkan banyak pihak. Tujuannya adalah membungkam korban untuk tidak lagi memberitakan deviden Rp 1,6 Milyar PD Flobamor.

Peristiwa tersebut juga telah mencederai kemerdekaan pers dan hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (UU Pers), yang menyatakan bahwa _Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara_. Padahal dalam melaksanakan profesinya, wartawan seharusnya mendapatkan perlindungan dari berbagai pelanggaran serta gugatan hukum, sebagaimana dalam Pasal 8 UU Pers yang menyatakan bahwa _dalam melaksanakan profesinya, wartawan mendapat perlindungan hukum_.

Bahwa apabila ada orang atau sekelompok orang yang melakukan tindakan, baik itu berupa ancaman maupun dengan menggunakan kekerasan guna menghambat atau menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas profesinya, maka sepatutnya pula dihukum dengan menggunakan Pasal 18 ayat (1) UU Pers.

Koalisi GMKJ-NTT juga menyatakan sikap terkait kasus Percobaan pembunuhan wartawan FPL.

Pertama, mengutuk keras segala bentuk pembungkaman kemerdekaan pers terkhusus di wilayah NTT;

Kedua, mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis, terkhusus bagi korban FPL;

Ketiga, mendesak agar pihak Polres Kupang untuk mengungkap dan menangkap dengan segera semua pelaku yang terlibat dalam kekerasan terhadap jurnalis FPL di NTT;

Keempat, mendesak agar pihak kepolisian juga menggunakan Pasal 18 ayat (1) UU Pers dalam menyelesaikan kasus tersebut.

Kelima, meminta agar semua pihak, baik itu dari pihak penegak hukum, pemerintah maupun masyarakat luas untuk menghormati serta melindungi segala bentuk aktivitas jurnalistik wartawan.

Keenam, mendesak kepada penegak hukum beserta pemerintah untuk memastikan agar kejadian serupa tidak terulang kembali.

Sebagaimana diketahui, wartawan dan Pemred media online www.suara-flobamora.com, FPL mengalami kekerasan (percobaan pembunuhan, red) saat melaksanakan proses peliputan pada 26 April 2022 di gerbang masuk/keluar Kantor PD Flobamor Kota Kupang. Atas peristiwa tersebut, FPL mengalami luka-luka dan sempat dirawat di RS. Bhayangkara Kota Kupang.

Insiden tersebut bermula saat wartawan FPL dan 10 wartawan/media lainnya hadir di Kantor PT. Flobamor pada Selasa (26/04/2022) pukul 09.00 Wita, untuk memenuhi undangan jumpa pers dari Komisaris PT. Flobamor, terkait klarifikasi temuan LHP BPK RI tentang deviden PT. Flobamor Tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 1,6 Milyar, yang diduga tidak disetorkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT. Temuan BPK RI tersebut sebelumnya telah diberitakan oleh beberapa media di NTT.

Proses jumpa pers baru terlaksana pada pukul 10.00 Wita yang dihadiri oleh Adrianus Bokotei selaku Dirut PT. Flobamor, Abner Runpah Ataupah selaku Direktur Operasional, Dr.Samuel Haning, S.H.,MH sebagai Komisaris Utama serta Hadi Jawas selaku Komisaris PT.Flobamor. Namun jalannya jumpa pers sempat diwarnai debat panas antara para wartawan dengan pihak perusahaan.

Perdebatan tersebut bermula saat pihak dari perusahaan meminta kepada wartawan untuk memberikan bukti terkait pemberitaan mereka sebelumnya sekaitan dengan deviden PT. Flobamor Tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 1,6 Milyar. Namun dibalas oleh para wartawan, termasuk korban FPL dengan menyatakan bahwa data tersebut berasal dari data BPK RI yang bisa diakses melalui laman websitenya.

Seusai jumpa pers, FPL dan tim wartawan pun pulang. Sesampainya di parkiran, terdengar ada suara panggilan dari Oknum PT. Flobamor kepada wartawan FPL untuk kembali ke dalam ruangan guna mengambil sesuatu, yang menurutnya adalah amplop, namun ditolak FPL. Sikap korban FPL tersebut kemudian memicu peristiwa yang lain. Saat korban FPL pulang mengendarai motornya dengan membonceng salah seorang rekan wartawan lainnya, terdapat 6 (enam) orang dengan wajah bermasker dan mengenakan jaket dengan penutup kepala (dan lain menggunakan helm) sedang berdiri menunggu di depan gerbang masuk Kantor PT. FLobamor.

Dua orang diantara mereka berjalan cepat mendahului 4 orang lainnya, maju mendekati wartawan FPL dan langsung menyerangnya dengan memukul wajahnya dan menendang hingga terjatuh bersama sepeda motor yang dikendarainya. Lalu diikuti 4 orang lainnya dengan hantaman batu di dada dan kepala. Wartawan FPL saat itu dalam posisi memakai helm sehingga hantaman benda keras tersebut menyebabkan helm yang digunakannya pecah.

Salah seorang dari para penyerang itu sempat mengeluarkan pisau dan hendak menikam korban FPL, namun karena sang wartawan yang dibonceng FPL berteriak minta tolong kepada beberapa wartawan lain yang kebetulan masih ada bersama di situ, maka datanglah salah seorang wartawan dengan tripot kamera ditangan mencoba menghalangi aksinya. Sehingga menyebabkan 6 (enam) orang tersebut kabur meninggalkan lokasi.

Seusai peristiwa tersebut, kasus inipun telah dilaporkan ke kepolisian Resort Kupang Kota dan saat ini sebanyak lima dari enam pelaku telah diamankan polisi. Empat pelaku diamankan di Kalimantan Timur, satu pelaku di Kupang dan sisa satunya lagi masih buron. (SN/TIM)

Kategori
Berita Daerah Kriminal

BKH: Kebebasan Pers dan Wartawan Harus Dikawal Agar Dapat Mengkritisi Kekuasan

Spiritnesia.Com, Kupang – Kebebasan Pers dan kebebasan wartawan harus dikawal agar dapat menjalankan fungsi pers dengan maksimal yakni melakukan kritik terhadap kekuasan. Kekuasan harus dikritik agar tidak berubah menjadi monster yang menakutkan bagi rakyatnya.

Demikian pernyataan Wakil Ketua (Waketum) Partai Demokrat, Beny Kabur Harman (BKH) dalam rapat konsolidasi DPD Partai Demokrat NTT di Resto Celebes Kota Kupang pada Rabu (27/04/2022).

“Partai Demokrat jika berkuasa (memenangkan Pemilu Tahun 2024, red) tidak akan alergi dengan kritik bahkan mendorong kritik terus dilakukan, karena kritik adalah vitamin untuk lebih menggairahkan kekuasaan. Hanya rezim dungu yang anti kritik dan memberangus kebebasan. Kebebasan pers harus dikawal dan jurnalist harus dikawal agar dapat menjalankan fungsi pers dgn maksimal yakni melalukan kritik terhadap kekuasaan. Kekuasaan harus dikritik agar tidak berubah menjadi monster bagi rakyatnya,” tegasnya.

Menurutnya, jika Partai Demokrat memenangkan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 dan meraih kekuasaan, tidak akan menggunakan kekuasaan untuk membatasi kebebasan termasuk kebebasan berpendapat. “Justru sebaliknya harus mengawal kebebasan, termasuk kebebasan pers agar rakyat leluasa memberikan masukan dan mengoreksi kekuasaan agar tidak menyimpang,” jelasnya.

Sebelumnya (26/04), melalui akun twiternya politisi Senayan itu meminta pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk mencari dan menangkap para pelaku pengeroyokan wartawan sekaligus Pemimpin Redaksi (Pemred) Suaraflobamora.Com, Fabianus Paulus Latian di Kantor PD Flobamor Kupang, seusai kegiatan jumpa pers bersama jajaran Direksi dan Komisaris PD Flobamor pada Selasa (26/04).

“Seorang wartawan yang amat sering bongkar kasus korupsi dikeroyok segerombolan orang tak dikenal. Kita berharap, Kepolisian (Polda NTT, red) segera cari dn (dan) tangkap pelakunya untuk diproses dan dihukum seberat-beratnya. Ini kejahatan serius terhadap kebebasan pers,” tulisnya. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal

DPP PWRI Sebut Penganiayaan Terhadap Wartawan di Kupang  Adalah Pembungkaman Pers

Spiritnesia.Com, Jakarta – Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) mengecam dan  mengutuk keras penganiayaan terhadap wartawan di Kupang (wartawan Suara Flobamora.Com, FPL), dan menyebut bahwa peristiwa tersebut merupakan pembungkaman terhadap pers sekaligus merupakan perilaku melawan hukum, sehingga Polisi diharapkan segera menangkap para pelaku, mengungkap motif serta aktor intelektual dibalik peristiwa tersebut.

Demikian disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PWRI, D. Supriyanto Jagad N, saat dimintai tanggapannya, Kamis (28/4/2022).

“Saya selaku Sekjen DPP PWRI secara tegas mengecam dan mengutuk keras kepada pihak-pihak yang melakukan kekerasan fisik terhadap pekerja jurnalistik, yakni saudara kita Fabi. Apapun alasannya kekerasan fisik terhadap waryawan, adalah tindakan premanisme yang melanggar hukum dan UU Pers Nomor 40 tahun 1999,” tegas D. Supriyanto JN.

Ia juga menjelaskan bahwa jika di lapangan ditemukan pelanggaran kode etik jurnalistik atau penyalahgunaan profesi wartawan, maka hal tersebut bisa diproses sesuai UU 40 Tahun 1999. Selain itu, jika ada perselisihan akibat proses kerja jurnalistik maupun produknya, disarankan agar masalah diselesaikan secara hukum, dan bukan dengan cara premanisme.

“Kami minta pihak kepolisian mengusut tuntas kasus kekerasan terhadap wartawan ini, dan menangkap aktor dibalik pengeroyokan yang mengakibatkan cidera. Kami yakin polisi sangat responsive dan bertindak professional, sehinga kasus penganiayaan terhadap wartawan bisa diungkap dan pelaku maupun aktor dibelakangnya dijatuhi hukuman sesuai ketentuan hukum yang berlaku”. harapnya.

Diketahui, insiden kekerasan tersebut bermula saat wartawan FPL dan 10 wartawan/media lainnya hadir di Kantor PT. Flobamor pada Selasa (26/04/2022) pukul 09.00 Wita, memenuhi undangan jumpa pers dari Komisaris PT. Flobamor, Hadi Jawas pada Minggu (24/04) via pesan Whatsapp/kepada FPL dan tim media guna adanya klarifikasi dari pihak PT. Flobamor terkait temuan LHP BPK RI tentang deviden PT. Flobamor Tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 1,6 Milyar, yang diduga tidak disetorkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT.

Sesuai undangan tersebut, wartawan FLP dan 10 wartawan media tiba di kantor PT. Flobamor sekitar pukul 09.00 Wita. Lama menunggu kurang lebih 1 jam, akhirnya kegiatan jumpa pers dimulai pada pukul 10.00 Wita. Kegiatan jumpa pers tersebut berjalan lancar hingga selesai sekitar pukul 11.30 Wita.

Jalannya jumpa pers tersebut juga sempat diwarnai debat panas antara wartawan FPL dan tim wartawan lain dengan Dirut (Andrian Bokotei) dan Direktur Operasional (Abner Runpah Ataupah) serta Komisaris PT. FLobamor (Hadi Jawas). Walau demikian, kegiatan jumpa pers berjalan lancar hingga selesai.

Wartawan FPL dan tim wartawan media pun pamit pulang. Wartawan FPL dan 10 wartawan lainnya lalu keluar meninggalkan ruang jumpa pers menuju parkiran depan kantor PT. FLobamor. Sesampainya FPL dan tim wartawan parkiran, terdengar ada suara panggilan dari Direksi PT. Flobamor, Hadi Jawas kepada wartawan FPL untuk kembali ke dalam sebentar guna mengambil sesuatu, namun ditolak FPL. Wartawan FPL lalu kembali menuju area parkiran lagi guna mengambil kendaraannya (motor, red) dan pulang, mengikuti beberapa anggota tim wartawan media lain yang sudah berangsur pulang.

Pemred suaraflobamora.com, yang juga Wakil Ketua DPD PWRI Nusata Tenggara Timur itu pun mengendarai motornya dengan membonceng salah seorang wartawannya bergerak keluar menuju pintu gerbang Kantor PT. Flobamor. Sesampainya FPL di pintu gerbang tersebut, 6 orang preman dengan wajah bermasker dan jaket dengan penutup kepala (dan lain menggunakan helm) sudah sedang berdiri menunggu di jalan, tepatnya di depan gerbang masuk Kantor PD. FLobamor.

Dua orang diantara mereka berjalan cepat mendahului 4 orang lainnya, maju mendekati wartawan FPL dan langsung menyerangnya dengan memukul wajahnya dan menendang FPL hingga terjatuh bersama sepeda motor yang dikendarainya. Lalu diikuti 4 orang lainnya dengan hantaman batu di dada dan kepala. Beruntungnya, wartawan FPL saat itu dalam posisi memakai helm sehingga hantaman benda keras tersebut tidak begitu mencederai kepalanya.(SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal

Usai Jumpa Pers Dengan Jajaran Direksi Dan Komisaris, Wartawan Dianiaya di Gerbang Kantor PT. FLobamor

Spiritnesia.Com, Kupang – Wartawan Suaraflobamora.Com, FPL dianiaya sejumlah  preman tak dikenal di dekat pintu gerbang masuk/keluar Kantor Perusahaan Daerah (PD) PT. Flobamor, di Jl. Teratai No. 5, Naikolan Kota Kupang, seusai kegiatan jumpa pers bersama jajaran Direksi dan Komisaris PT. Flobamor, yakni Adrianus Bokotei (Dirut PT. Flobamor) dan Abner Runpah Ataupah (Direktur Operasional) serta Dr. Samuel Haning, S.H.,MH (Komisaris Utama) dan Hadi Jawas (Komisaris PT. Flobamor), mengklarifikasi pemberitaan tim media tentang deviden PT. Flobamor Rp 1,6 Milyar yang diduga tidak disetor ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Timur (NTT).

Insiden tersebut bermula saat wartawan FPL dan 10 wartawan/media lainnya hadir di Kantor PT. Flobamor pada Selasa (26/04/2022) pukul 09.00 Wita memenuhi undangan jumpa pers dari Komisaris PT. Flobamor, Hadi Jawas pada Minggu (24/04) via pesan Whatsapp/kepada FPL dan tim media guna adanya klarifikasi dari pihak PT. Flobamor terkait temuan LHP BPK RI tentang deviden PT. Flobamor Tahun 2019 dan 2020 senilai Rp 1,6 Milyar, yang diduga tidak disetorkan kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT.

Sesuai undangan tersebut, wartawan FLP dan 10 wartawan media tiba di kantor PT. Flobamor sekitar pukul 09.00 Wita. Lama menunggu kurang lebih 1 jam, akhirnya kegiatan  jumpa pers dimulai pada pukul 10.00 Wita. Kegiatan jumpa pers tersebut berjalan lancar hingga selesai sekitar pukul 11.30 Wita.

Jalannya  jumpa pers tersebut juga sempat diwarnai debat panas antara wartawan FPL dan tim wartawan lain dengan  Dirut (Andrian Bokotei) dan Direktur Operasional (Abner Runpah Ataupah) serta Komisaris PT. FLobamor (Hadi Jawas).  Walau demikian, kegiatan jumpa pers berjalan lancar hingga selesai.

Wartawan FPL dan tim wartawan media pun pamit pulang. Wartawan FPL dan 10 wartawan lainnya lalu keluar meninggalkan ruang jumpa pers menuju parkiran depan kantor PT. FLobamor. Sesampainya FPL dan tim wartawan parkiran, terdengar ada suara panggilan dari Direksi PT. Flobamor, Hadi Jawas kepada wartawan FPL untuk kembali ke dalam sebentar guna mengambil sesuatu, namun ditolak FPL. Wartawan FPL lalu kembali menuju area parkiran lagi guna mengambil kendaraannya (motor, red) dan pulang, mengikuti beberapa anggota tim wartawan media lain yang sudah berangsur pulang.

Pemred suaraflobamora.Com itu pun mengendarai motornya dengan membonceng salah seorang wartawannya bergerak keluar menuju pintu gerbang Kantor PT. Flobamor. Sesampainya FPL di pintu gerbang tersebut, 6 orang preman dengan wajah bermasker dan jaket dengan penutup kepala (dan lain menggunakan helm) sudah sedang berdiri menunggu di jalan, tepatnya di depan gerbang masuk Kantor PD. FLobamor.

Dua orang diantara mereka berjalan cepat mendahului 4 orang lainnya, maju mendekati wartawan FPL dan langsung menyerangnya dengan memukul wajahnya dan menendang FPL hingga terjatuh bersama sepeda motor yang dikendarainya. Lalu diikuti 4 orang lainnya dengan hantaman batu di dada dan kepala. Beruntungnya, wartawan FPL saat itu dalam posisi memakai helm sehingga hantaman benda keras tersebut tidak begitu mencederai kepalanya.

Menurut anggota tim wartawan yang semotor dengan FPL, seorang orang dari para preman Itu sempat mengeluarkan pisau dan hendak menikam wartawan FPL, namun karena sang wartawan yang dibonceng FPL berteriak minta tolong kepada beberapa wartawan lain yang kebetulan masih ada bersama di situ, maka datanglah salah seorang wartawan dengan tripot kamera ditangan mencoba menghalangi aksi sang preman.

Melihat para wartawan dan warga sekitar mulai berdatangan, para preman tersebut lari meninggalkan lokasi kejadian menuju ujung jalan arah kantor BNPB NTT, lalu belok kanan dan menghilang.

Seperti disaksikan tim media ini, akibat penganiayaan (pengeroyokan, red) tersebut, wartawan FPL mengalami luka robek di hidung dan mulut (bibir) akibat terkena pukulan serta rasa nyeri di dada akibat hantaman benda keras (batu).

Komut PT. Flobamor, Dr. Samuel Haning dan Komisaris PT. Flobamor, Hadi Jawas juga sempat keluar dan menyaksikan wartawan FPL yang sudah dalam kondisi berlumuran darah di hidung dan mulut.

Tim media juga saat itu sempat meminta pihak PT. Flobamor untuk mengidentifikasi para pelaku melalui rekaman CCTV milik PT. Flobamor, namun CCTV Kantor Perusahaan Daerah tersebut sudah dalam posisi menghadap ke dalam (tidak ke arah pintu gerbang/arah jalan masuk pintu gerbang kantor PT. FLobamor, red).

Pasca kejadian tersebut, tim wartawan langsung mengantar wartawan FPL ke Polresta Kupang Kota untuk melaporkan kasus tersebut. Pihak Polresta Kupang dan para wartawan media lalu membawa wartawan FPL ke RS. Bhayangkara untuk dilakukan visum dan atau perawatan. Seusai pemeriksaan (visum, red)  dan perawatan oleh tim medis RS Bhayangkara, wartawan FPL kembali ke Polresta untuk lanjut memberikan keterangan terkait laporannya. (SN/tim)

Kategori
Berita Kriminal Nasional

Polres Malaka Didesak Selesaikan Kasus Bupati Malaka vs Wartawan Sakunar Menurut UU Pers

Spiritnesia.Com, JAKARTA – Organisasi Media Independen Online (MIO) Indonesia mendesak Kepolisian Resort (Polres) Malaka untuk mengembalikan kasus laporan Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H., MH terhadap wartawan media online Sakunar.Com, YGS terkait pemberitaan medianya pada bulan Februari 2022 lalu ke ranah Undang-Undang (UU) Pers.

Demikian pernyataan tertulis Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIO, Frans Xaverius Watu yang diterima tim media ini pada Senin (11/04/2022).

“Undang-undang Nomor 40 tentang pers sudah mengatur dengan jelas. Kemudian dipertegas lagi dengan MoU atau Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Polri. Maka sangatlah tidak elok jika polisi (Polres Malaka, red) melangkahi itu. Sehingga, kami minta, sekali lagi kami minta, supaya Kapolres Malaka dan jajarannya harus jeli melihat ini. Kembalikan ini ke ranah undang-undang Pers. Jangan paksakan dengan undang-undang lain”, tulisnya.

Menurutnya, sangat jelas bahwa yang dilaporkan Bupati Malaka itu bukanlah YGS sebagai pribadi melainkan YGS sebagai Wartawan media online Sakunar. Obyek yang dilaporkan juga adalah pemberitaan di media online sakunar.com/produk jurnalistik media yang berbadan hukum sesuai ketentuan UU Nomor 40 tentang Pokok pers. Maka, sehingga Polres Malaka tidak bisa mengabaikan Undang-Undang Pers kemudian menerapkan UU ITE.

“Kami minta aparat penegak hukum, dalam hal ini Kapolres Malaka dan jajajarannya yang menangani laporan tersebut harus profesional dan jeli melihat persoalan ini. Masa wartawan yang dilaporkan karena pemberitaan di media berbadan hukum, tapi penanganannya dengan undang-undang ITE? yang benar saja”, ujarnya kesal.

Frans minta aparat Polres Malaka tidak terjebak dalam skenario pelapor (Bupati Malaka, red) yang diduga kuat sedang berupaya untuk membungkam dan mengkriminalisasi pers di Kabupaten Malaka. Apalagi, antara Dewan Pers dan Polri sudah ada kesepakatan soal penanganan sengketa pers.

“Sangat disayangkan bila anggota Polri (Penyidik Polres Malaka, red) melangkahi nota kesepahaman tersebut (MoU Dewan Pers dan Polri Nomor 2 Tahun 2017, red). Sehingga, kami minta, sekali lagi kami minta, supaya Kapolres Malaka dan jajarannya harus jeli melihat ini. Kembalikan ini ke ranah undang-undang Pers. Jangan paksakan dengan undang-undang lain”, tegasnya. (Sn/tim)

Kategori
Berita Daerah

Dinilai Delik Pers, Polres Malaka Didesak SP3 Kasus Wartawan Sakunar

Spiritnesia.Com, KUPANG – Forum Wartawan NTT meminta dan mendesak Polres Malaka untuk menghentikan proses penyelidikan dan penyidikan (meng-SP3, red) kasus wartawan media Sakunar.Com, Yohanes Germanus Seran (YGS) yang dilaporkan Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H.,MH. Karena kasus YGS adalah delik pers dan berita yang ditayang YGS di media Sakunar.Com adalah produk jurnalistik yang dilindungi Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), dan bahkan MoU Dewan Pers dan Polri Nomor 2 Tahun 2017.

Demikian disampaikan Ketua Koordinator Lapangan Aksi Forum Wartawan NTT, Kosmas Olla dalam orasinya saat aksi di depan Mapolda NTT Jumat, 01/04/2022.

“Proses hukum terhadap wartawan YGS yang menggunakan KUH Pidana sangat bertentangan dengan perlindungan kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam undang-undang khusus (lex specialist) Nomor 40 Tahun 1999 tentang UU Pers,” tegasnya.

Menurutnya, dalam UU Pers dan KEJ diatur tentang mekanisme penyelesaian sengketa pers. “Bila ada pihak yang merasa dirugikan (Bupati Malaka, red) terkait pemberitaan media, maka sesuai perintah UU Pers, Polres Malaka harus mengarahkan Bupati Malaka untuk melayangkan hak jawab atau klarifikasi, bukan memproses saja laporan sang Bupati, apalagi memaksakan menerapkan pasal KHU Pidana dan atau Undang-undang ITE untuk kasus Sakunar,” jelasnya.

Kosmas dalam orasinya juga meminta aparat Polres Malaka, khususnya penyidik yang menangani kasus YGS (wartawan Sakunar.Com) untuk membaca dan memahami serta menerapkan Mou Dewan Pers dan Polri Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Pelanggaran Disiplin Profesi Wartawan sehingga tidak tersesat atau keliru dalam menangani laporan Bupati Malaka terkait pemberitaan media.

“Polres Malaka, khususnya penyidik juga tidak melihat itu dan justru sewenang-wenang memproses hukum wartawan menggunakan KUH Pidana, mengikuti desakan atau kemauan Bupati Malaka. Ini kriminalisasi dan pembungkaman terhadap pers dan terhadap demokrasi. Oleh karena itu, kami katakan kami protes dan kami lawan!” tegasnya.

Lebih lanjut, Kosmas meminta Kapolda NTT, Irjen Setyo Budiyanto agar segera mencopot Kapolres Malaka dan Kasat Reskrim serta Penyidik Polres Malaka yang menangani perkara laporan Bupati Malaka terhadap wartawan YGS, karena dinilai tidak profesional dan bahkan diduga turut memperkeruh persoalan yang sedang dihadapi wartawan media Sakunar.Com (YGS).

“Polres Malaka yang menangani laporan Bupati Malaka terhadap wartawan Sakunar.Com tidak paham cara penyelesaian sengketa/delik pers dan tidak paham tentang Pers, UU Pers dan KEJ, bahkan tidak paham dan tidak menerapkan MoU Dewan Pers dan Polri Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan,” kritikya.

Oleh karena itu, lanjutnya, berikut pernyataan sikap Wartawan NTT:

1. Mendesak Polres Malaka menghentikan penyelidikan/penyidikan laporan Bupati Malaka, Simon Nahak terhadap wartawan media Sakunar.com (Yohanes Germanus Seran atau YGS), karena tidak sesuai UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

2. Mendesak Kapolda NTT mencopot Kapolres Malaka, karena dinilai diduga ada upaya mengkriminalisasi pers di Malaka.

3. Meminta aparat kepolisian di Indonesia, khususnya di NTT agar melaksanakan/menerapkan MoU antara Polri dan Dewan Pers terkait penanganan perkara delik Pers.

4. Hentikan upaya-upaya kriminalisasi pers di NTT, khususnya di Malaka. (SN.AT /Tim).

Kategori
Berita Daerah

Pidanakan Wartawan, Bupati Malaka dan PH Disuruh Belajar Lagi Tentang Hukum dan UU Pers

Spiritnesia.Com, KUPANG – Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, S.H., MH dan Kuasa Hukumnya, Silvester Nahak, S.H dan Wilfridus Son Lau, S.H.,M.H, red disuruh belajar lagi tentang Hukum dan Undang-Undang Pers.

Demikian pernyataan Ketua Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem), Fabian Paulus Latuan pada Rabu (30/03/2022) menanggapi pernyataan penasehat hukum Bupati Malaka, SN (via sejumlah media online) yang mengatakan bahwa laporannya terhadap wartawan media Sakunar.Com, YGS adalah murni tindak pidana/delik pidana penyebaran berita bohong (hoax).

“Yang saya tahu, Bupati Malaka dan Pengacaranya itu orang-orang yang mengerti hukum, sarjana hukum, master hukum, bahkan doktor hukum, kok nggak ngerti tentang lex spesialis dan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers. Ini nggak ngerti apa pura-pura nggak ngerti. Kalau masih belum mengerti tentang lex spesialis dan Undang-Undang Pers, belajar lagi lah supaya bisa membedakan antara delik pidana dan delik Pers,” tegasnya.

Menurut Fabian, masalah yang dilaporkan Bupati Malaka melalui pengacaranya adalah delik pers murni. “Yang dilaporkan ke Polres Malaka adalah produk jurnalistik/berita yang ditulis wartawan Sakunar.Com, YGS. Kalau berita yang ditulis oleh wartawan dan ditayangkan oleh media yang resmi (berbadan hukum dan bekerja sesuai undang-undang pers dan KEJ, red), maka itu adalah delik pers,” paparnya.

Bupati Malaka dan PH-nya, kata Fabian, harus bisa membedakan antara delik pidana dan delik pers. “Ngerti nggak tentang lex specialis derogat legi generali (hukum yang bersifat khusus yang mengesampingkan hukum yang bersifat umum, red)? Jadi, undang-undang pers adalah undang-undang pers adalah undang-undang khusus yang mengatur tentang kerja jurnalistik dan produk jurnalistik. Sehingga ketika ada masalah yang berkaitan dengan kerja jurnalistik dan produk jurnalistik, maka undang-undang yang dipakai adalah undang-undang pers,” tandasnya.

Sedangkan, lanjut Fabian, KUH Pidana dan Undang-undang ITE adalah undang-undang yang bersifat umum. “Jadi jangan paksakan masalah atau delik pers diproses dengan undang-undang yang bersifat umum. Kan ada undang-undang khusus tentang pers nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur tentang kerja jurnalis dan produk jurnalistik serta penyelesaian sengketa/delik pers. Jadi Bupati dan PH luruskan dulu pemahaman hukumnya. Jangan asal bunyi!” kritiknya.

Jurnalis senior ini juga menyatakan kekecewaannya terhadap pemberitaan sejumlah media yang menggiring opini terkait laporan Bupati Malaka tersebut sebagai delik pidana murni. “Saya sangat kecewa ada wartawan, pemred atau media yang memberitakan sengketa/delik pers sebagai delik pidana. Berprofesi sebagai pekerja jurnalistik, tapi tidak paham undang-undang pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Kalau wartawan baru sih, mungkin kita masih bisa maklumi. Tapi kalau seorang Pemred (Pemimpin Redaksi) tidak paham undang-undang pers dan KEJ, ini konyol, mau dibawah kemana staf redaksinya? Ini konyol, tidak pantas jadi Pemred. Ini namanya kecelakaan jurnalistik akibat Pemred karbitan yang tidak mau belajar tentang undang-undang pers dan KEJ,” kritiknya lagi.

Lebih lanjut, Fabian mengingatkan para pekerja jurnalistik (wartawan) untuk menjaga marwah profesi wartawan. “Jangan sampai hanya karena iming-iming kerja sama dengan Pemda, lalu menghianati profesimu sendiri. Wartawan itu Watch Dog (anjing penjaga, red) bukan burung beo,” ujarnya sinis.

Seperti diberitakan sebelumnya (29/03/2022), Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (KOWAPPEM) Nusa Tenggara Timur (NTT) meminta Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak (SN), S.H.,MH untuk tidak mengkriminalisasi pers dengan melaporkan wartawan/jurnalis dan atau media ke Polisi terkait pemberitaan. Kerja wartawan/aktifitas jurnalistik atau media dilindungi undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta MoU Dewan Pers antara Dewan Pers (DP) dengan Polri (Nomor 2/DP//MoU/II/2017 Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Jika Bupati SN merasa dirugikan terkait pemberitaan media atau wartawan, maka harus menempuh mekanisme undang-undang pers dan KEJ. bukan langsung mempidanakan wartawan/media, red) apalagi menggunakan undang-undang ITE. Penyidik Polres Malaka juga diminta untuk pahami undang-undang pers dan MoU antara Dewan Pers (DP) dengan Polri, sehingga tidak memproses pidana wartawan mengikuti desakan atau kemauan sang Bupati. (SN.AT/tim)

Kategori
Berita Daerah

Kowappem Minta Bupati Simon Nahak Tidak Mengkriminalisasi Pers

Spiritnesia.Com, Kupang – Komunitas Wartawan Peduli Pembangunan (Kowappem) Nusa Tenggara Timur (NTT) minta Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak (SN), S.H.,MH untuk jangan sekali-kali mengkriminalisasi pers dengan melaporkan wartawan/jurnalis dan atau media ke Polisi terkait pemberitaan. Kerja wartawan/aktifitas jurnalistik atau media dilindungi undang-undang pers nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ)  serta MoU Dewan Pers antara Dewan Pers (DP) dengan Polri (Nomor 2/DP//MoU/II/2017 Tentang Koordinasi  Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Jika Bupati Simon Nahak merasa dirugikan terkait pemberitaan media atau wartawan, maka harus menempuh mekanisme undang-undang pers dan KEJ, bukan langsung mempidanakan wartawan/media, red) apalagi menggunakan undang-undang ITE. Penyidik Polres Malaka juga diminta untuk pahami undang-undang pers dan MoU antara Dewan Pers (DP) dengan Polri, sehingga tidak memproses pidana wartawan mengikuti desakan atau kemauan Bupati Simon Nahak.

Demikian disampaikan Ketua KOWAPPEM NTT, Fabian Paulus Latuan pada Jumat (04/03/2022) di Kupang, menanggapi laporan Bupati Simon Nahak terhadap wartawan dan media Sakunar.Com.

“Obyek sengketa kasus yang dilaporkan adalah berita yang ditayang Media Sakunar.Com tanggal 25 Februari, itu produk pers/produk jurnalistik, bukan postingan status biasa di FB, Instagram, atau twiter, juga bukan tayangan akun youtube pribadi, sehingga Bupati Simon lapor wartawan ke polisi, baru pake (pakai) undang-undang ITE. Ini kentara Bupati sedang kriminalisasi wartawan dan media. Penyidik perlu berhati-hati, tidak terjebak dalam kasus ini, sebaliknya mengarahkan pelapor (Bupati Simon Nahak, red) untuk melayangkan hak jawab atau hak klarifikasi,” jelasnya.

Menurutnya, kasus laporan polisi yang dialami media Sakunar.com dan wartawannya, Yohanes Germanus Seran (YGS) harus diselesaikan menurut ketentuan Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999  yakni melayangkan hak jawab atau hak klarifikasi, dan tidak bisa diterapkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) untuk memproses hukum wartawan YGS. Karena jika demikian, maka Bupati Simon Nahak dan Polres Malaka dinilai dan diduga sedang melakukan upaya pembungkaman dan pemberanggusan terhadap pers yang sedang menjalankan fungsi kontrol terhadap Pemerintahan.

“Ini hak jawab hak klarifikasi belum dilayangkan, sudah duluan lapor polisi. Penyidik (Penyidik Polres Malaka, red) mudah-mudahan juga paham ini dan tidak ikut saja maunya pelapor (Bupati SN, red), hanya karena yang lapor adalah pejabat penting atau penguasa di Daerah,” tegasnya.

Fabian lebih lanjut menjelaskan, bahwa bilamana wartawan atau media Sakunar.Com tidak memenuhi kewajibannya melayani hak jawab atau hak klarifikasi Bupati Simon Nahak sebagaimana ketentuan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) pasal 11, barulah Bupati Simon Nahak dapat lanjut mengadukan media tersebut ke Dewan Pers (DP) untuk meminta tanggapan DP.

“Hasil tanggapan Dewan Pers barulah menjadi rujukan bagi kepolisian untuk lanjutkan proses persoalan tersebut entah secara pidana atau perdata. Jika Dewan Pers menyatakan itu produk pers, maka diselesaikan menurut undang-undang pers (menghentikan penyelidikan laporan atau SP3). Sebaliknya, jika dinyatakan bukan produk pers (murni ITE, red) barulah dilanjutkan proses pidananya oleh Polres Malaka. Jadi harus ke Dewan Pers dulu,” kritiknya.

Lebih lanjut, Pemimpin Redaksi (Pemred) Suaraflobamora.Com itu meminta Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak untuk menahan emosi dan tidak reaktif berlebihan apalagi sentimentil terhadap pemberitaan media Sakunar.Com, karena akan memberi kesan tajam, bahwa Bupati Malaka alergi terhadap wartawan atau media (yang kritis dan bersuara kencang menyorot kinerja pemerintahannya, red). Wartawan atau pers memang hadir untuk mengontrol kerja pemerintahan Bupati Simon Nahak, yang saat ini sedang menjalankan amanah rakyat membangun daerah Malaka. Wartawan mitra pemerintah, termasuk yang kritis juga tidak boleh dilihat sebagai musuh pemerintah, tetapi dirangkul, bukan dipukul.

“Bupati Simon Nahak terkesan sedang berupaya membungkam kemerdekaan pers di Malaka dan Ini bertentangan dengan undang-undang pers Nomor 40 Tahun 1999 dan MoU DP dengan Polri tahun 2017. Ini akan preseden buruk bagi Bupati Simon karena menampilkan potret buruk Demokrasi di Malaka, yang sedang mau dipasung sang Bupati,” imbuhnya.

Kepada Penyidik Polres Malaka, Ketua KOWAPPEM itu juga mengingatkan akan adanya Memorandum of Understanding (MoU) Dewan Pers (DP) dengan Polri Nomor 2/DP/MoU/II/2017; Nomor B/15/II/2017 Tentang Koordinasi  Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“MoU Dewan Pers dan Polri Nomor 12 Tahun 2017 pasal 4 ayat (2) disitu tertulis jelas, bahwa  PIHAK KEDUA (Polri, red), apabila menerima pengaduan dugaan perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom antara wartawan/media dengan masyarakat, akan mengarahkan yang berselisih/bersengketa dan/atau pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi, pengaduan ke PIHAK KESATU (Dewan Pers, red) maupun proses perdata. Jadi proses pidananya masih jauh, harus didahului proses berjenjang dari hak jawab/klarfikasi hingga pengaduan ke dewan pers dulu, baru bisa lanjut proses yang lain,” jelasnya lagi.

Kemudian, lanjut Fabian, bagian ketiga Mou Dewan Pers tentang Koordinasi di Bidang Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan di pasal 5 ayat (2), juga menjelaskan secara jelas, bahwa Polri (pihak kedua) bila  menerima laporan masyarakat terkait adanya  dugaan tindak pidana di bidang pers, maka terlebih dahulu dilakukan penyelidikan dan hasilnya dikoordinasikan dengan Dewan Pers (Pihak Kesatu) untuk menyimpulkan perbuatan tersebut adalah tindak pidana atau Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Wartawan yang konsen menyorot persoalan  pembangunan Nusa Tengara Timur itu menyarankan dan meminta Bupati Simon Nahak untuk mencabut laporannya dan menempuh cara-cara sebagaimana mekanisme pers. Penyidik Polres Malaka juga diminta untuk menyelesaikan kasus tersebut menurut mekanisme penyelesaian sengketa pers, karena kasus media Sakunar.Com adalah delik pers, bukan ITE.

“Kriminalisasi terhadap wartawan ataumedia hanya akan membangkitkan semangat para pekerja pers se-NTT dalam korsa profesi pers dalam semangat bangkit melawan Pemerintah hingga titik mana pun,” tegasnya.

Wartawan dan media, kata Fabian, adalah pilar keempat demokrasi. Media atau wartawan bertugas mengontrol pemerintah lewat pemberitaan dan bila pemerintah lalai, media atau wartawan wajib mengingatkan lewat. Namun jika wartawan atau media keliru dalam isi pemberitaan, juga ada mekanisme penyelesaian kesalahan atau kekeliruannya sesuai undang-undang pers, KEJ dan MoU Dewan Pers dan Polri. Jika dikriminalisasi, maka itu sama dengan Bupati Simon anti demokrasi. Jika demikian, maka hanya ada satu kata untuk musuh pers dan demokrasi, yaitu ‘lawan!” tegas Fabian.

Diakhir tanggapannya, wartawan dikenal getol menulis kasus itu mengingatkan dan mengajak seluruh wartawan di NTT dan di Malaka khususnya untuk kembali bersatu dalam korsa pegiat pers. Tidak boleh tersegregasi oleh kepentingan politik pihak mana pun, termasuk oleh kepentingan politisi dan apalagi penguasa. “Independensi wartawan atau media harus tetap dijaga agar tidak diperalat pihak mana pun. Jika tidak, wartawan atau media akan mudah diadu domba dan lupa akan jati dirinya, lupa akan apa dan siapa yang harus diperjuangkan terkait profesinya,” tutupnya.

Wartawan Fabian memastikan akan mengerahkan perlawanan pers terhadap Bupati Simon Nahak dan Polres Malaka, jika memaksakan kasus pemberitaan media Sakunar.Com dan wartawan YGS diproses di luar mekanisme undang-undang pers dan MoU Dewan Pers.

“Kami pastikan ke Bupati Simon Nahak, kami pekerja media atau pers akan lawan tindakan otoriter dan arogansi Bupati Simon Nahak yang beruapaya membungkam pers di Malaka,” tegasnya lagi. (sn.at/tim)