Kategori
Berita Daerah Kriminal

Pegiat Anti Korupsi Ajak Semua Elemen Berkolaborasi Pegiat Anti Korupsi Ajak Semua Elemen Berkolaborasi Kawal Kasus Upaya Pembunuhan Wartawan

Spiritnesia.Com, Jakarta – Kawal kasus upaya Pembunuhan terhadap wartawan Fabianus Paulus Latuan (FPL), para pegiat anti korupsi yang tergabung dalam lembaga Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia dan Aliansi Masyarakat Madani Flobamora (AMMAN FLOBAMORA) serta Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) mengajak semua elemen baik masyarakat maupun Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, KPK, red) dan Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT untuk berkolaborasi/bekerjasama melakukan perlindungan terhadap wartawan sekaligus pegiat anti korupsi yang getol membongkar kasus dugaan korupsi berjemaah di NTT.

Demikian pernyataan tertulis Ketua KOMPAK  dan PADMA Indonesia, Gabrial Goa dan Ketua AMMAN Flobamora, Roy Watu Pati yang diterima tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Senin (02/05/2022), menanggapi kasus percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabi Latuan pada Selasa (26/04) lalu.

“Kekerasan terhadap wartawan senior di Kupang, FPL yang dikenal gencar mempublikasikan kasus-kasus Korupsi di Nusa Tenggara Timur berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan NTT yang tanpa ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan diawasi serius oleh DPRD NTT wajib menjadi Agenda Serius KPK RI dan Komisi III DPR RI. Untuk perlindungan keselamatan Wartawan dan Penggiat Anti Korupsi yang membongkar kasus-kasus korupsi berjamaah di NTT, wajib hukumnya dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Begitu juga  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang selalu dikorbankan dan dijadikan kambing hitam wajib hukumnya dilindungi LPSK bekerjasama dengan KPK RI menjadi whistle blower maupun Justice Collaborator,” tulis duo pegiat anti korupsi itu.

Menurut Gab dan Roy, merasa terpanggil secara nurani kemanusiaan untuk mengawal proses hukum dugaan percobaan pembunuhan terhadap Wartawan Senior sekaligus Penggiat Anti Korupsi, FOL, maka PADMA INDONESIA dan AMMAN FLOBAMORA serta KOMPAK INDONESIA telah berkomitmen untuk mengawal kasus tersebut.

“Pertama, mendesak KAPOLRI segera perintahkan Kapolda NTT dan Kapolresta Kupang untuk segera tangkap dan proses Hukum Pelaku dan aktor Intelektual dugaan Pembunuhan Berencana Terhadap Wartawan Senior FPL yang gencar menyuarakan dan mempublikasikan kasus-kasus korupsi berdasarkan Hasil Temuan BPK RI Perwakilan NTT yang belum ditangani serius oleh Aparat Penegak Hukum di NTT,” tegasnya.

Kedua, duo pegiat anti korupsi itu juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera ke Kupang untuk melakukan perlindungan terhadap wartawan dan Penggiat Anti Korupsi FPL dan rekan-rekannya yang keselamatannya terancam.

“Ketiga, mendukung total komitmen Komisaris Utama, Samuel Haning dan Komisaris, Hadi Djawas PT Flobamor yang mendesak Polisi segera Tangkap dan Proses Hukum Pelaku dan Aktor Intelektual kekerasan terhadap wartawan senior FL.

Keempat, lanjut Gab dan Roy, mendesak KPK RI segera mengambilalih penanganan kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi di NTT yang diduga kuat dipetieskan bahkan diesbatukan alias didiamkan.

“Kelima, mendesak Komisi III DPR RI agar serius mengawal kinerja Aparat Penegak Hukum di NTT. Keenam, mengajak solidaritas Penggiat Anti Kekerasan, Penggiat Anti Korupsi, Lembaga Agama dan Pers di NTT berkolaborasi kawal ketat pengungkapan Kasus  Dugaan Pembunuhan Berencana Terhadap Wartawan Senior FPL hingga tuntas bukan dipetieskan bahkan diesbsatukan,” ujar Gab dan Roy. (SN/tim) Kasus Upaya Pembunuhan Wartawan

Spiritnesia.Com, Jakarta – Kawal kasus upaya Pembunuhan terhadap wartawan Fabianus Paulus Latuan (FPL), para pegiat anti korupsi yang tergabung dalam lembaga Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia dan Aliansi Masyarakat Madani Flobamora (AMMAN FLOBAMORA) serta Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) mengajak semua elemen baik masyarakat maupun Aparat Penegak Hukum (Polisi, Jaksa, KPK, red) dan Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) NTT untuk berkolaborasi/bekerjasama melakukan perlindungan terhadap wartawan sekaligus pegiat anti korupsi yang getol membongkar kasus dugaan korupsi berjemaah di NTT.

Demikian pernyataan tertulis Ketua KOMPAK  dan PADMA Indonesia, Gabrial Goa dan Ketua AMMAN Flobamora, Roy Watu Pati yang diterima tim media ini via pesan WhatsApp/WA pada Senin (02/05/2022), menanggapi kasus percobaan pembunuhan terhadap wartawan Fabi Latuan pada Selasa (26/04) lalu.

“Kekerasan terhadap wartawan senior di Kupang, FPL yang dikenal gencar mempublikasikan kasus-kasus Korupsi di Nusa Tenggara Timur berdasarkan temuan BPK RI Perwakilan NTT yang tanpa ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dan diawasi serius oleh DPRD NTT wajib menjadi Agenda Serius KPK RI dan Komisi III DPR RI. Untuk perlindungan keselamatan Wartawan dan Penggiat Anti Korupsi yang membongkar kasus-kasus korupsi berjamaah di NTT, wajib hukumnya dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Begitu juga  Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang selalu dikorbankan dan dijadikan kambing hitam wajib hukumnya dilindungi LPSK bekerjasama dengan KPK RI menjadi whistle blower maupun Justice Collaborator,” tulis duo pegiat anti korupsi itu.

Menurut Gab dan Roy, merasa terpanggil secara nurani kemanusiaan untuk mengawal proses hukum dugaan percobaan pembunuhan terhadap Wartawan Senior sekaligus Penggiat Anti Korupsi, FOL, maka PADMA INDONESIA dan AMMAN FLOBAMORA serta KOMPAK INDONESIA telah berkomitmen untuk mengawal kasus tersebut.

“Pertama, mendesak KAPOLRI segera perintahkan Kapolda NTT dan Kapolresta Kupang untuk segera tangkap dan proses Hukum Pelaku dan aktor Intelektual dugaan Pembunuhan Berencana Terhadap Wartawan Senior FPL yang gencar menyuarakan dan mempublikasikan kasus-kasus korupsi berdasarkan Hasil Temuan BPK RI Perwakilan NTT yang belum ditangani serius oleh Aparat Penegak Hukum di NTT,” tegasnya.

Kedua, duo pegiat anti korupsi itu juga mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera ke Kupang untuk melakukan perlindungan terhadap wartawan dan Penggiat Anti Korupsi FPL dan rekan-rekannya yang keselamatannya terancam.

“Ketiga, mendukung total komitmen Komisaris Utama, Samuel Haning dan Komisaris, Hadi Djawas PT Flobamor yang mendesak Polisi segera Tangkap dan Proses Hukum Pelaku dan Aktor Intelektual kekerasan terhadap wartawan senior FL.

Keempat, lanjut Gab dan Roy, mendesak KPK RI segera mengambilalih penanganan kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi di NTT yang diduga kuat dipetieskan bahkan diesbatukan alias didiamkan.

“Kelima, mendesak Komisi III DPR RI agar serius mengawal kinerja Aparat Penegak Hukum di NTT. Keenam, mengajak solidaritas Penggiat Anti Kekerasan, Penggiat Anti Korupsi, Lembaga Agama dan Pers di NTT berkolaborasi kawal ketat pengungkapan Kasus  Dugaan Pembunuhan Berencana Terhadap Wartawan Senior FPL hingga tuntas bukan dipetieskan bahkan diesbsatukan,” ujar Gab dan Roy. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Pegiat Anti Korupsi Pertanyakan Kinerja OJK dan Kejati NTT Terkait Kasus MTN Rp 50 M Bank NTT

Spiritnesia.Com, Jakarta – Pegiat Anti Korupsi yang tergabung dalam organisasi Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN Flobamora) dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK Indonesia) mempertanyakan kinerja lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Timur (NTT) yang dinilai gagal mengawasi aktifitas bisnis perbankan Bank NTT, dalam pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP dengan cupoun rate 10% atau senilai Rp 10,5 Milyar, yang menyebabkan total kerugiaan negara dan daerah senilai Rp 60,5 Milyar. Pegiat anti korupsi juga mempertanyakan kinerja Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT dalam penanganan kasus tersebut yang hingga hari ini tanpa hasil.

Demikian disampaikan Ketua AMMAN Flobamora, Roy Watu Pati dan Ketua GRAK, Gabrial Goa dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Sabtu (23/04/2022) terkait kasus gagal bayar MTN Rp 50 Milyar oleh PT. SNP kepada Bank NTT.

“Sebagai masyarakat NTT yang peduli pembangunan bumi Flobamora, patut kita menggugat kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku pengawas bisnis perbankan Bank Daerah tersebut yang kecolongan bahkan kita nilai gagal mengawasi dugaan praktek korupsi dalam proses pembelian MTN Rp 50 Milyar itu. OJK bahkan bersikap masa bodoh terhadap dugaan adanya keterlibatan sejumlah oknum dalam kasus tersebut yang hingga saat ini masih bercokol ditampuk kepemimpinan bank NTT. Lalu Aparat Penegak Hukum/APH, khususnya Kejati NTT yang menangani  kasus tersebut juga seakan ‘macan ompong’ tanpa power untuk mengusut oknum yang diduga bertanggungjawab atas kasus tersebut,” tulis duo aktifis anti korupsi itu.

Menurut Roy dan Gab,  jika mempelajari kronologi pembelian surat hutang tersebut secara teliti, publik akan menemukan secara jelas, bahwa pembelian MTN Rp 50 Milyar bank NTT dari PT. SNP terdapat pelanggaran paling fundamental untuk sebuah proses investasi yaitu tidak adanya uji kelayakan investasi sebelum melakukan investasi. Padahal, uji kelayakan sangat berguna agar Managemen Bank mengetahui bagaimana kemampuan calon debiturnya dan bank mesti memiliki keyakinan berdasarkan hasil penilaian terhadap debiturnya atau yang di kenal dengan istilah due dilligence.

“Bagaimana bisa pembelian MTN bernilai fantastis yakni Rp 50 M tidak memiliki studi kelayakan atau due diligence . Halo OJK & APH (Kejati NTT, red) bagaimana pendapatmu? Bank NTT juga tidak melakukan checking apakah PT. SNP memiliki pinjaman pada bank lain atau tidak? Sebagai pembanding, untuk memberikan kredit kepada ASN yang gajinya sudah pasti melalui bank NTT saja, wajib dilakukan checking apakah calon debitur memiliki pinjaman pada bank lain atau tidak yang dikenal dengan istilah SLIK (Sistim Layanan Informasi Keuangan). Adalah fakta bahwa PT. SNP memiliki rekening pinjaman pada bank lain tidak terendus. Ini kelalaian atau kesengajaan? Halo OJK & APH tolong ini dicheck ke bank NTT, apakah ini taat aturan atau tidak?” kritiknya.

Duo pegiat anti korupsi itu juga menjelaskan, pembelian MTN Rp 50 Milyar merupakan aktifitas investasi yang diduga tanpa dasar kebijakan tertulis sebagai instrumen investasi. Yang dimiliki bank NTT (saat itu atau saat pembelian MTN Rp 50 M, red) adalah kebijakan Penempatan Uang Antar Bank (PUAB). Bank NTT kala itu  juga belum memiliki kebijakan penempatan uang pada bank. PT. SNP pun bukan lembaga keuangan bank. Pertanyaannya, bagaimana mungkin bank NTT bisa nekat melakukan investasi yang belum didukung dengan kebijakan internalnya sendiri?

“Halo OJK & Kejati NTT dimana kalian? Pembelian MTN itu tidak masuk dalam rencana bisnis bank, padahal  OJK mewajibkannya melalui POJK Nomor 5 /POJK.03/2016 tentang Rencana Bisnis Bank Bab II tentang cakupan rencana bisnis pasal 11 Rencana pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f paling sedikit meliputi: 1)Rencana penghimpunan dana pihak ketiga; 2)Rencana penerbitan surat berharga; 3)Rencana pendanaan lainnya,” kritiknya lagi.

Menurut Gab dan Roy, pelanggaran yang lain terkait proses pembelian MTN Rp 50 Milyar yaitu PT. Bank NTT tidak melakukan On The Spot untuk   mengetahui   alamat   kantor   dan   mengenal lebih jauh atas pengurus/manajemen PT. SNP. Pertemuan dengan pengurus/manajemen PT. SNP baru terjadi setelah PT. SNP mengalami permasalahan gagal bayar. “Halo OJK dan Kejati NTT mengapa ini dibiarkan? Halo OJK dan Kejati NTT apakah bank boleh demikian?” ujar Roy dan Gab.

Berikut, kata Roy dan Gab, PT Bank NTT telah melakukan konfirmasi kepada bank-bank yang telah membeli produk MTN sebelumnya, tetapi tidak melakukan konfirmasi kepada bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan menolak pembelian MTN. “Hallo Kejati NTT dan OJK, dimana kalian ketika melihat audit BPK yang terang benderang seperti ini?” tanya mereka.

Berikut para pegiat anti korupsi itu menguraikan kronologi penerbitan MTN yang berujung macet alias gagal bayar.
1)Tanggal 22 Maret tahun 2018 , Bank NTT melakukan penempatan dana dalam bentuk pembelian Medium Term Note (MTN) / surat berharga jangka pendek dari PT. SNP (Sunprima Nusantara Pembiayaan). Penempatan dana non bank yang dilaksanakan oleh PT Bank NTT pada tahun 2018 dalam bentuk pembelian MTN senilai Rp 50 miliar, dengan coupon rate 10,55% selama 2 tahun dengan rincian sebagai berikut:

2)Tanggal 02 Mei 2018 , PT. SNP Finance mengajukan permohonan pailit , melalui Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dikabulkan oleh PN Jakpus pada tanggal 4 Mei 2018.

3)Pada tanggal 23 Mei 2018, bank NTT menunjuk Advokat dan konsultan hukum pada kantor ANC & Co. advocate & solicitor sesuai dengan surat kuasa Nomor 19/DIR/VI/2018 untuk mewakili dan atau mendampingi dan mengambil tindakan hukum sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana maupun perdata dalam kasus PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Piutang) PT SNP.

4)Tanggal 31 Oktober 2018, PT. Bank NTT melakukan proses hapus buku MTN dengan membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) MTN Rp 7,62 miliar.

5)Tanggal 21 Desember 2018, selanjutnya mengajukan surat persetujuan SOP Hapus Buku Surat Berharga kepada Dewan Komisaris PT Bank NTT dengan surat Direktur Pemasaran Dana nomor 605/DIR-DTs/XII/2018 .

6)Tanggal 26 Desember 2018 , Komisaris Utama melalui surat nomor 134/DK Bank NTT/XII/2018 menyetujui permohonan SOP Hapus buku yang di ajukan oleh Direktur Pemasaran Dana .

7)Tanggal 28 Desember 2018, Divisi treasury PT. Bank NTT mengusulkan penghapusbukuan Surat Berharga MTN PT. SNP dengan membentuk CKPN kedua senilai Rp42.372.533.584,00.

8)Tanggal 31 Desember 2018 ,Direksi PT. Bank NTT menyetuji usulan Penghapus bukuan tersebut dengan Surat Keputusan nomor 147 Tahun 2018 tanggal 31 Desember 2018 tentang Penghapus Bukuan Surat berharga Tahun Buku 2018 atas MTN PT. SNP senilai Rp50 miliar.

9)Tanggal 4 Januari 2020  BPK Melakukan audit pada Bank NTT. Salah satunya BPK merekomendasika kepada:
a)Dewan  Komisaris  dalam  RUPS  agar  meminta  Jajaran  Direksi  PT. Bank  NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT. SNP senilai Rp 50.000.000.000,00, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan
b)Direktur Utama agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence. (SN/tim).

Kategori
Berita Daerah

Pegiat Anti Korupsi Desak Gubernur VBL Copot Dirut Bank NTT Karena Gagal Capai Target Laba Bersih Rp 500 M

Spiritnesia.Com, Jakarta – Pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), dan Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan Keadilan (FORMADDA) NTT mendesak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) untuk segera mencopot Dirut Bank NTT, Hary Alexander Riwu Kaho (HARK), karena dinilai sudah 2 (dua) Tahun Buku (2020 dan 2021) gagal mencapai target keuntungan/laba bersih bank NTT sebesar 500 Milyar. Capaian laba bersih bank NTT di 2 tahun kepemimpinan HARK bahkan lebih kecil (Tahun 2020 Rp 236,286 Milyar dan tahun 2021 Rp 228,268 Milyar) dibanding Tahun Buku 2019 yaitu Rp 236,475 Milyar. Selain itu, HARK juga diduga terlibat langsung kasus Pembelian MTN 50 Milyar dan bahkan pernah menjadi tersangka kasus kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu tahun 2013 senilai Rp 2,6 Milyar.

Demikian disampaikan Ketua GRAK dan FORMMADA NTT, Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Selasa (12/04/2022), menyoroti kinerja Dirut Bank NTT, HARK mendongkrak capaian laba bank NTT tahun 2020-2021.

“Mengapa Dirut Bank NTT yang diduga bermasalah dan tidak capai target keuntungan/laba dibiarkan memimpin bank NTT, bahkan cenderung “dibela” oleh Pemegang saham? Ini aneh. Apakah ada kongkalikong antara Dirut Bank NTT dan para Pemegang Saham yang nota bene adalah Kepala Daerah? Mengapa Pak Viktor terkesan mempertahankan HARK? Ada hubungan ‘mesra’ apa diantara mereka? Pak Viktor harus tegas dan segera copot HARK dari dirut Bank NTT,” tulisnya.

Hegon Kelen menjelaskan, bahwa pada tahun 2019, ketika menon-aktifkan mantan Dirut Bank NTT, Izhak Eduard Rihi karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar Gubernur VBL selaku PSP (Pemegang Saham Pengendali) saat itu mengatakan, “Dalam RRUPS tadi kami sepakat non-aktifkan Direktur Utama (Izak Rihi, red). Ini karena target laba yang diberikan tidak tercapai. Jauh di bawah harapan dan sangat kecil. Hanya sekitar Rp 200-an Milyar. Perlu penyegaran dan butuh orang bekerja agak ekstrim yang positif.”

Penonaktifan Dirut Bank NTT itu (Izak Rihi, red), kata Hegon Kelen mengutip penjelasan Gubernur VBL kala itu terkait pencopotan Izak Rihi dari jabatan Dirut Bank NTT, karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar yang sudah disepakati dalam naskah dan komitmen kerja saat Izak dilantik (https://www.gatra.com/news-478082-ekonomi-rups-di-tengah-pandemi-ini-penyebab-dirut-bank-ntt-dicopot-.html).

“Konskwensinya, diganti. Itu saja. Kita perlu kerja yang lebih ekstrim menghadapi tahun yang sulit seperti sekarang. Karena itu harus kerja keras penuhi target apalagi pada tahun 2024 nanti Modal Inti harus mencapai Rp 3 trilyun. Sekarang masih kurang Rp 1,2 trilyun. Karena itu harus kerja keras dengan pola berlari yang harus luar biasa. Langkah yang diambil harus mampu menekan NPL yang ada sehingga tidak menggerus keuntungan di tahun yang akan datang. Untuk itu perlu ada pembenahan-pembenahan dan tim kerja yang baik. Kita tidak butuh superman tapi kita butuh tim yang solid dan support,” beber Hegon Kelen mengulang penjelasan Gubernur VBL saat itu.

Hegon Kelen lanjut menjelaskan, bahwa saat ini publik NTT pun sedang menunggu komitmen Gubernur VBL bagi Bank NTT untuk mencapai target Rp 3 trilyun sebelum masa jabatannya berakhir di tahun 2023. Target yang harus dicapai oleh Bank NTT yaitu memenuhi Modal Inti Minimum paling sedikit Rp 3 trilyun paling lambat tanggal 31 Desember 2024, sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK RI Nomor 12 /POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

“Bagaimana Bank NTT dapat memiliki modal inti sebesar Rp 3 trilyun diakhir tahun 2024 kalau capaian keuntungan/Labanya dua tahun Buku tidak sampai Rp 500 Miliar?” kritiknya.

Hegon Kelen pun bertanya, jikalau bank NTT dibawah kepemimpinan HARK tidak penuhi modal inti sebesar Rp 3 Trilyun, apakah nanti akan ada penyertaan modal yang lebih besar lagi? Karena pasal 8 ayat 5 Peraturan OJK RI nomor 12 /pojk.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum tertulis, “Bagi Bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi Modal Inti minimum paling sedikit Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat tanggal 31 Desember 2024.”

Hegon Kelen juga membeberkan, ketika Bank NTT meraih penghargaan dari dua kategori sekaligus, yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 dan Improving Community Engagement on the Utilization of Banking Services, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi, Muhammad Ihsan saat menyerahkan penghargaan mengatakan, bahwa Gelar pertama yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 diraih Bank NTT karena telah mencatat pertumbuhan aset yang luar biasa, yakni sebesar 15,56%, dari Rp14,7 trilyun pada Desember 2020 menjadi Rp17,1 trilyun pada September 2021. Di samping itu, total laba komprehensif tahun berjalan tumbuh 48,5% dari Rp142,5 milyar pada kwartal III 2020 menjadi Rp 211,8 milyar pada kwartal III tahun 2021. (https://rakyatntt.com/catat-laba-485-bank-ntt-raih-best-bpd-award-tahun-2021/#:~:text=Di%20samping%20itu%2C%20total%20laba,pada%20kwartal%20III%20tahun%202021.) “Ini artinya Bank NTT gagal capai target laba bersih Rp 500 Miliar,” tegasnya.

Hegon Kelen juga melontarkan kritik, bahwa terkait dengan penyertaan modal tersebut, Gubernur VBL sebagai Kepala Daerah dinilai kurang patuh terhadap Peraturan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari LHP BPK Nomor: 91.A/LHP/XIX.KUP/05/2021, yang mana dalam LHP tersebut diuraikan tentang adanya penyertaan modal yang belum diperdakan yaitu:

1. Kepemilikan saham perseroan sebanyak 1.500 lembar pada PT Semen Kupang;

2. Dana cadangan yang dikapitalisasi sebagai penyertaan modal tambahan oleh Bank NTT senilai Rp 27.545.550.000,00

3. Penyertaan modal ke Jamkrida senilai Rp 25.000.000.000,00.

Terkait hal ini, PK merekomendasikan kepada Gubernur NTT agar menginstruksikan kepada Sekretaris Daerah untuk Mengusulkan penetapan Perda terkait 3 hal tersebut.

“Sampai hari ini kita belum tahu apakah rekomendasi dari BPK ini sudah ditindaklanjuti atau belum. Apabila belum dikerjakan, maka ini menjadi catatan buruk dalam pemerintahan Pak Viktor Laiskodat, karena kita tahu bahwa rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah Intinya kita mendesak Pak Viktor Laiskodat sebagai Gubernur NTT untuk lakukan dua hal yaitu: Pertama, copot HARK dari jabatan Dirut Bank NTT dan segera selesaikan ‘masalah’ di Bank NTT. Termasuk dalam hal ini adalah membuat Perda atau payung hukum terkait penyertaan modal di beberapa BUMD”, ujarnya.

Kepada Gubernur VBL, Hegon Kelen berpesan agar “sebelum turun dari jabatannya pada tahun 2023, diharapkan VBL selaku gubernur NTT sekaligus PSP di Bank NTT dapat menyelesaikan masalah di Bank NTT dan memastikan target modal inti Rp 3 trilyun Bank NTT tercapai. Kalau bisa tanpa penyertaan modal. “Kami tidak mau Bank NTT bangkut. Kami desak Pak Viktor untuk segera copot HARK dari jabatannya sebagai Dirut Bank NTT,” tegasnya lagi. (SN/tim)

Kategori
Berita

Pegiat Anti Korupsi Minta Kejati NTT Segera Proses Hukum Aleks Riwu Kaho Terkait Kasus MTN Rp 50 Milyar

Sritnesia.Com, JAKARTA – Pegiat Anti Korupsi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Madani Nasional (AMMAN) FLOBAMORA dan Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (Kompak) Indonesia mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk segera mennagkap dan menahan serta memproses hukum mantan Kepala Divisi (Kadiv) Treasury Bank NTT, Aleks Riwu Kaho (saat ini Dirut Bank NTT, red), karena dinilai bertanggung jawab atas kerugian bank NTT akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP. Aleks Riwu Kaho selalu Kepala Divisi Treasury bank NTT (saat itu, red) diduga sengaja bahkan lalai dengan menandatangani (menyetujui, red) pembelian MTN Rp 50 Milyar dari PT. SNP yang merugikan keuangan negara dan daerah serta keuangan masyarakat NTT.

Demikian disampaikan Ketua AMMAN FLOBAMORA, Roy Watu Pati dan Ketua Kompak Indonesia, Gabrial Goa dalam rilis tertulis kepada tim media ini, pada Senin (21/03/2022).

“Kami minta Kejati NTT untuk abaikan keputusan para pemegang saham dalam hasil Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bank NTT Tahun 2022 di Labuan Bajo kali lalu, bahwa kasus kerugian bank NTT akibat pembelian MTN Rp 50 Milyar di PT. SNP sebagai risiko bisnis. Kami minta Kejati tangkap dan tahan serta proses hukum Aleks Riwu Kaho. Keputusan RUPS (terkait MTN Rp 50 Milyar sebagai business judgement rules, red) kemarin terkesan hanya trik untuk melindungi terduga pencuri uang negara dan daerah serta rakyat dari jeratan hukum,” tulis duo pegiat anti korupsi.

Menurut Roy Watu Pati dan Gabrial Goa, kasus kerugian bank NTT melalui pembelian MTN Rp 50 Milyar merupakan tindakan kejahatan perbankan yakni perampokan uang negara dan daerah serta masyarakat NTT, yang diduga dilakukan dengan sengaja oleh sejumlah orang dengan tujuan memperkaya diri atau sekelompok orang.

“Dan itu bukanlah risiko bisnis. Kalau itu risiko bisnis, maka tidak mungkin ia menjadi temuan BPK. Dengan demikian, jika ada indikasi temuan pelanggaran yang merugikan perekonomian negara dan daerah, maka semua pihak harus menghormati dan wajib menindaklanjuti LHP BPK tersebut,” jelasnya.

Kedua pegiat anti korupsi itu menegaskan, bahwa masalah MTN Rp 50 Milyar itu dikatakan resiko bisnis hanya apabila pembelian MTN Rp 50 M itu melalui suatu proses atau mekanisme yang baik dan yang ada di bank NTT. Faktanya, proses pembelian MTN itu tidak demikian. Pembelian MTN tersebut diduga hanya inisiatif dan keputusan beberapa oknum tertentu saja dan tidak diketahui serta tidak disetujui hirarki yang lebih tinggi di bank NTT.

“Dewan Direksi tidak tahu, hanya Kadiv Treasury (saat itu dijabat Aleks Riwu Kaho, red) dan Dirum Keuangan Bank NTT (yang saat itu dijabat Edu Bria Seran, red) yang tahu. Lalu bagaimana bisa dikatakan risiko bisnis. Jangan drama-drama lah dengan uang milik banyak pihak di bank NTT,” pinta keduanya.

Roy dan Gab lanjut membeberkan pelanggaran lain terkait pembelian MTN Rp 50 Milyar berdasarkan LHP BPK No. 1/LHP/XIX.KUP/01/2020 tanggal 4 Januari 2020, diantaranya yaitu:
1. Pembelian MTN tersebut tidak dilakukan uji kelayakan atau Due Diligence;
2. Pembelian MTN tersebut tidak masuk dalam RBB (Rencana Bisnis Bank) tahun 2018;
3. Tidak melakukan On The Spot untuk mengetahui alamat kantor dan mengenal Pengurus PT. SNP;
4. Tidak melakukan pemeriksaan Laporan Keuangan PT. SNP;
5. Tidak melakukan konfirmasi kepada Bank yang menolak penawaran MTN untuk mengetahui alasan dan pertimbangan penolakan tersebut;
6. Tidak memperhatikan Kolektibilitas PT. SNP pada SLIK OJK.

“Dasar ini seharusnya sudah menjadi dasar kuat dan cukup bagi para pemegang saham untuk merekomendasikan kepada Aparat Penegak Hukum (Kejati NTT dan KPK, red) untuk menelusuri kerugian tersebut dan memproses hukum para terduga pelaku. Bukan sebaliknya melindungi para terduga pelaku pencurian uang negara dan daerah serta masyarakat,” kritik duo pegiat anti korupsi.

Sebenarnya terkait pelanggaran tersebut, lanjut mereka, BPK juga telah merekomendasikan 2 hal penting yakni, pertama, Dewan Komisaris dalam RUPS agar meminta Jajaran Direksi PT Bank NTT melakukan langkah-langkah recovery atas MTN PT SNP senilai Rp 50.000.000.000, antara lain melakukan koordinasi dengan kurator dan melaporkan perkembangan tersebut kepada BPK RI; dan kedua, Direktur Utama (Dirut) agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Dealer, Kepala Sub Divisi Domestik dan International serta Kepala Divisi Treasury yang melakukan pembelian MTN tanpa proses due diligence.

“Kami sangat kecewa dengan hasil RUPS Labuan Bajo 17 Maret 2022 yang terkesan ada “kerjasama“ yang sedemikian rapi dan menyatakan kerugian Rp 50 Milyar itu hal biasa dalam bisnis. Kami tidak terima kesimpulan RUPS yang menyatakan kerugian Rp 50 Miliar itu hal biasa. Ini penjabat jelas mengangkangi rakyat NTT yang dengan jerih payah menabung di Bank NTT, lalu para pengambil kebijakan (management, red) dengan tanpa beban menghamburkan uang senilai Rp 50 Miliar,” ungkap duo pegiat anti korupsi.

Roy dan Gab mengungkapkan, bahwa pihaknya dan sejumlah organisasi pegiat anti korupsi dalam waktu dekat akan melaporkan kasus ini ke KPK dan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran, jika Kejati NTT terus menerus diamkan kasus tersebut.

“Kami harus lapor ke KPK dan akan gelar demo masal di Bank NTT, jika Kajati NTT tidak segera tangkap Alex Riwu Kaho. Dan jika Pemegang Saham Pengendali dalam hal ini Gubernur NTT tidak segera copot Alex Riwu Kaho,” tegas duo aktivis anti korupsi tersebut. (SN.AT /tim)