Kategori
Berita Daerah

Wartawan Cyriakus Kiik Surati Bupati Malaka, dan Menolak Menjadi TEKODA

Spiritnesia.Com, BETUN – Pemimpin Redaksi (Pemred) media online TIMORline.com Cyriakus Kiik menolak menjadi tenaga kontrak daerah Kabupaten Malaka Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun Anggaran 2022.

Penolakan itu tertuang dalam Surat bernomor Khusus tertanggal 6 April 2022 yang Kiik tujukan kepada Bupati Malaka.

Dalam rilis yang disebar kepada media, Senin (09/05/2022), surat penolakan Kiik itu untuk menanggapi Surat Keputusan Bupati Malaka Simon Nahak Nomor: 24/HK/2022 tertanggal 10 Januari 2022 Tentang Pengangkatan Tenaga Kontrak Daerah di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Malaka Tahun Anggaran 2022 dan Surat Nomor: BKPSDM.870/0341/1/2022
tertanggal 29 Maret 2022, Perihal: Pengiriman SK Tenaga Kontrak Daerah TA. 2022 yang ditujukan kepada Pimpinan Perangkat Daerah se-Kabupaten Malaka yang ditandatangani Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Kabupaten Malaka Carlos Monis, SH berikut Lampiran-nya.

Dalam SK Bupati Simon itu, Kiik mengaku terdapat namanya sebagaimana tersebut dalam Lampiran Surat Keputusan tersebut. Dia ditempatkan di Kantor Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Malaka sebagai Tenaga Administrasi.

Terhadap SK tersebut, Kiik mengaku  sangat mengapresiasi dan memberikan penghargaan yang tinggi kepada Bupati  Simon yang telah memberikan perhatiannya kepadanya sebagai anak Rai Malaka untuk menjadi Tenaga Kontrak Daerah Tahun Anggaran 2022.

Di bagian lain suratnya, mantan wartawan Suara Timor Timur-Dili dan Pemimpin Redaksi Harian Suara Masyarakat-Kupang  ini  memohon maaf  yang sebesar-besarnya kepada Bupati Simon dan seluruh jajarannya khususnya Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Malaka Dr Yohanes Bernando Seran, SH, MHum atas pilihannya  menyatakan menolak menjadi tenaga kontrak daerah Kabupaten Malaka TA 2022.

Mantan kontributor Majalah Berita Mingguan (MBM) TEMPO Jakarta untuk wilayah NTT dan Timor Timur (semasa integrasi) itu menulis, penolakan menjadi tenaga kontrak daerah itu dilakukannya untuk lebih fokus melaksanakan Tugas Profesi Wartawan sebagai Direktur Utama PT Pena Timor Mandiri dan Pemimpin
Redaksi/Penanggungjawab Media Online TIMORline.com, Timortoday.id dan BisnisNusantara.com.

Lebih jauh Kiik memohon masyarakat Kabupaten Malaka mendukung penuh kepemimpinan Bupati Malaka Dr Simon Nahak, SH, MH dan Wakil Bupati Malaka Louise Lucky Taolin, SSos bersama program-programnya demi kesejahteraan rakyat
Kabupaten Malaka.

Selain itu, dia memohon sinergitas Pemerintah Kabupaten Malaka, masyarakat Malaka dan semua pemangku kepentingan bersama-sama dalam perusahaan pers yang dikelolahnya terus berkarya untuk membangun Kabupaten Malaka menjadi lebih baik dan sejahtera.

Surat yang ditujukan kepada Bupati Malaka itu diberi tembusan kepada Kepala BKPSDM Kabupaten Malaka dan Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Malaka.

Surat itu sudah diberikan dan diterima Kaban Kesbangpol Kabupaten Malaka Dr Yohanes Bernando Seran, SH, MHum pada 11 April 2022.

Mengapa baru disampaikan ke publik sebulan kemudian,  Kiik menjelaskan,  hal ini dimaksudkan ada kepastian bagi publik khususnya bagi pihak eksekutif dan legislatif di Kabupaten Malaka kalau dia lebih memilih menjadi wartawan daripada menjadi tenaga kontrak daerah.

Sebab, sejak SK Tenaga Kontrak Daerah Kabupaten Malaka TA 2022 diumumkan Bupati Simon pada 29 Maret 2022, terdapat setidaknya 17 wartawan di Malaka yang diakomodir menjadi tenaga kontrak daerah.

Yang menyakitkan, menurut Kiik, dengan dikeluarkannya SK Tenaga Kontrak Daerah tersebut, ada pimpinan perangkat daerah di lingkup Pemkab Malaka dan anggota DPRD Malaka yang menolak diwawancarai wartawan.

“Om, om masih wartawan atau sudah masuk tenaga kontrak daerah. Kalau masih wartawan, boleh wawancara. Kami layani. Tapi kalau sudah masuk  tenaga kontrak daerah, kami tidak layani wawancara. Nanti sudah wawancara om muat di media mana”, demikian mantan wartawan harian Berita Yudha Jakarta itu mengutip pertanyaan beberapa pimpinan organisasi perangkat daerah dan anggota Dewan. (**)

Kategori
Berita Nasional

Sudah Menjadi Prioritas Sejak Jadi Menko PMK, Puan Punya Momentum Sahkan RUU TPKS

Spiritnesia.Com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sebentar lagi rampung dibahas di DPR dan disahkan menjadi UU. Pengesahan yang sudah dinanti sejak lama ini bisa menjadi kado manis bagi para perempuan menjelang peringatan Hari Kartini.

RUU ini pertama kali dibahas di DPR pada Mei 2016 lalu, atau saat Puan Maharani menjabat sebagai Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan. Saat itu namanya adalah RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).

Hampir genap berusia 6 tahun, RUU yang diyakini bisa menjawab keresahan para perempuan terkait kekerasan seksual ini akhirnya memasuki babak akhir saat Puan menjabat Ketua DPR.

Aktivis perempuan yang juga pegiat literasi, Nury Sybli, mendorong RUU ini segera disahkan pada bulan ini sebelum masa reses.

“Saya mengikuti diskursus mengenai pembahasan RUU TPKS sudah lama, dengan sekarang posisi Mbak Puan sebagai Ketua DPR, sudah seharusnya segera disahkan karena beliau memang sudah konsen juga terkait hal ini sejak masih menjadi Menko PMK,” kata Nury, Selasa (5/4/2022).

“Jadi, dari sisi substansi dan DIM serta urgensinya beliau pasti sudah clear,” sambungnya.

Nury pun mengapresiasi langkah Puan yang turut serta mengajak para aktivis perempuan, Komnas Perempuan, hingga Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terlibat memberi masukan untuk isi RUU TPKS.

Ia yakin setelah disahkan nanti, RUU TPKS ini bisa memberi jawaban bagi permasalahan kekerasan seksual yang selama ini kerap dialami para perempuan.

“Sekarang inilah nomentum bagi Mbak Puan untuk segera mengetok palu sidang di Paripurna untuk pengesahan RUU TPKS, sekaligus menjadi kado spesial menjelang peringatan Hari Kartini tanggal 21 April nanti,” kata Nury.

“Segera sahkan RUU TPKS karena itu merupakan kunci negara memberikan perlindungan bagi perempuan dan kelompok rentan lainnya,” tambah Nury.

RUU TPKS sebelumnya telah disahkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna pada 18 Januari lalu. Dari 9 fraksi yang ada di DPR, hanya PKS yang menyatakan penolakan.

Saat ini DPR dan pihak pemerintah terus mengebut pembahasan RUU TPKS agar dapat rampung sebelum anggota dewan memasuki masa reses pada 15 April.

RUU ini pada intinya mempermudah korban kekerasan seksual untuk mendapatkan keadilan di mata hukum. Jika disahkan nantinya, maka kepolisian tak bisa lagi menolak laporan korban kekerasan seksual.

Penyelesaian perkara tindak kekerasan seksual juga tak boleh lagi diselesaikan lewat mekanisme restorative justice yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban.

*Rangkul Semua Kepentingan*

Puan sebelumnya memang sempat menerima aspirasi dari sejumlah aktivis perempuan mengenai RUU TPKS pada 12 Januari lalu. Ada belasan aktivis perempuan yang datang ke DPR dari berbagai latar belakang mulai dari akademisi, influencer, pejuang HAM, pekerja seni, hingga mahasiswa.

Mereka berasal dari berbagai lembaga mulai dari Komnas Perempuan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Koalisi Perempuan Indonesia, Maju Perempuan Indonesia (MPI), Badan Riset Nasional (BRIN), Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), hingga perwakilan dari Universitas Diponegoro (UNDIP).

“Masukan yang sudah disampaikan memberikan saya kekuatan tambahan untuk melaksanakan ini sebaik-baiknya. Saya meminta masukan dari luar supaya warnanya itu beragam, bisa merangkul dan mencakup semua kepentingan yang harus kita lindungi,” ungkap Puan dalam pertemuan itu.

Puan juga merasa bangga karena banyak perempuan di Indonesia yang peduli dengan nasib sesamanya. Perjuangan kaum perempuan, kata Puan, terasa berbeda karena memiliki ikatan tersendiri.

“Ada pengalaman khas perempuan. Penderitaan kita itu dari awal sampai akhir, sampai katanya anak itu nggak bisa lepas dari ibunya. Betul, karena saya ibu 2 anak dan merasakannya,” terang politisi PDI-Perjuangan ini.

Puan mengatakan, RUU TPKS harus hadir sebagai satu payung hukum untuk menjaga serta membuat aman masyarakat, khususnya kaum perempuan. Meski begitu, ia juga menilai pentingnya memperhatikan korban-korban kekerasan seksual dari kelompok masyarakat lainnya seperti kaum lelaki dan disabilitas.

“Karena ada juga laki-laki korban kekerasan seksual. Jadi harapannya adalah RUU TPKS ini nantinya dapat melindungi, memberikan rasa aman, nyaman bukan hanya buat perempuan dan anak tapi seluruh warga Indonesia,” kata Puan.

“Ini harus menjadi undang-undang yang dapat membuat kita bekerja dengan nyaman dan merasa dilindungi, agar UU ini juga dapat melindungi anak hingga cicit kita,” sambung perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR ini. (*)