Kategori
Berita Daerah

Praktisi Hukum Minta Polda NTT Usut Tambang Liar dan Penadah Material Ilegal di Nagekeo

 

Spiritnesia.com, Mbay – Kepolisian Daerah (Polda) NTT diminta untuk mengusut Penambang Liar dan penadah material ilegal yang berasal dari tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo.

Demikian dikatakan 2 orang praktisi hukum, Cezar Bhara Beri dan Petrus Salestinus yang dimintai tanggapannya secara terpisah terkait maraknya tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo, Sabtu (31/7/22) kemarin.

Pengacara yang juga Koordinator Satuan Tugas (Satgas) Anti Korupsi Dewan Pimpinan (DPD) I Partai Golkar NTT, Kasimirus Bhara Beri, SH mengatakan, Polda NTT harus mengusut Tambang liar dan penadah material ilegal di Kabupaten Nagekeo.

“Kami dukung Polda NTT untuk usut tuntas Tambang Liar/Ilegal di Nagekeo. Tapi Saya minta agar Polda NTT juga mengusut para penadah material dari Tambang Kisr/Ilegal. Terutama para kontraktor pelaksana yang saat ini melakukan pekerjaan proyek pemerintah,” ujar Kasimirus.

Satgas Anti Korupsi Partai Golkar NTT, kata Kasimirus, meminta Kapolda NTT Brigjen Setyo Budiyanto untuk segera menertibkan tambang ilegal dan menangkap para pelaku tambang yang berada di Kabupaten Nagekeo. Termasuk penadah material ilegal.

“Sikap tegas dari Polda NTT ini, penting dilakukan agar kegiatan tambang ilegal tersebut jangan sampai bebas merambah Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa, bahkan saat ini telah mengancam keberadaan Bandungan Sutami Mbay itu sendiri,” tuturnya.

Aktivitas tambang liar itu menggunakan alat berat, Exavator. “Itu namanya membangun dan merusak lingkungan sehingga Kapolda NTT harus tegas dan menangkap pelaku tambang ilegal. Jangan sampai penegakan hukum di wilayah Polda NTT ini terkesan tebang pilih. Siapa pun pemilik dan pengelolanya harus diproses hukum kalau memang ada indikasi ilegal,“ tegasnya.

Ia menjelaskan, sesuai aturan yang berlaku, para kontraktor pelaksana proyek pembangunan pemerintah di larang menggunakan material ilegal. “Material ilegal itu material ilegal. “Material ilegal itu dilarang untuk digunakan dalam proyek pemerintah karena tidak bayar pajak ke negara,” tandasnya.

Menurut Kasmirus, Satgas Anti Korupsi DPD I Partai Golkar NTT, telah mendapat laporan dari masyarakat jika pekerjaan Waduk Lambo yang ditangani oleh PT. Waskita Karya (WK) KSO PT. BI dan pekerjaan irigasi Mbay Kiri oleh PT. Fsc itu, diduga material galian C-nya diambil dari tambang liar alias tanpa memilki IUP-OP dari Kementrian ESDM. “Apakah kontraktor menyadari hal ini atau tidak?” kata Kasimirus.

Karena itu, Kasmirus mengingatkan kontraktor agar mengecek kebenaran IUP-OP sebelum membeli material. “Para penjual pasti akan mengaku punya IUP-OP. Karena itu kontraktor harus mengeceknya terlebih dahulu sebelum membeli material. Sebab kontraktor yang menggunakan material seperti pasir, batu, sirtu yang bersumber dari tambang ilegal sama halnya menjadi penadah barang curian atau disebut penadah,” ajarnya.

Ia memaparkan, sesuai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, mengatakan bahwa yang dipidana adalah setiap orang yang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lain-lain, bagi yang melanggar, maka sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun dan atau denda sebesar Rp 100 miliar. “Jadi jika ada kontraktor yang secara sengaja menggunakan material dari tambang liar/ilegal bisa di jerat dengan undang-undang yang berlaku,” tegasnya.

Bahkan, lanjut Kasimirus, pihaknya akan menyurati Kementrian Pekerjaan Umum Republik Indonesia untuk memutuskan kontrak kerja dengan para kontraktor yang menggunakan material ilegal. “Para kontraktor bebas membeli batu, pasir atau sirtu dari siapa saja asalkan berasal dari quari atau galian C yang memiliki IUP-OP,“ tandasnya.

Kasmirus menuturkan, kewenangan pertambangan saat ini memang telah beralih dari Pemerintah Provinsi ke Pemerintah Pusat setelah adanya revisi UU Minerba. “UU Minerba yang baru mengatakan semua perizinan dilimpahkan ke pempus, jadi bagi yang mengantongi izin dari pemerintah propinsi itu, dengan sendirinya tidak berlaku lagi,” tegasnya.

Satgas Anti Korupsi Partai Golkar Propinsi NTT, juga mengingatkan kepada Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Bupati Nagekeo, Don Bosco Do bahwa penambangan ilegal saat ini telah menjadi perhatian khusus dari Presiden Jokowi.

“Presiden Jokowi telah menyatakan perang terhadap aktivitas penambangan yang tidak mematuhi aturan. Apalagi akibat penambangan liar/ilegal tersebut, sejumlah wilayah di negara ini dilanda bencana banjir dan tanah longsor yang sebagian besarnya disebabkan kerusakan lingkungan akibat penambangan liar,” ujarnya.

Hal senada juga dikatakan Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, S.H. Menurut Advokat Peradi ini, perilaku penambangan tanpa izin di kabupaten Nagekeo pada hakekatnya telah memenuhi unsur yang dapat diancam dengan hukuman pidana.

Salestinus mengingatkan kepada pemerintah untuk tidak melakukan pungutan reterbusi galian C dari tambang liar. Jika pemerintah melakukan pungutan dari tambang ilegal tersebut, maka kata Petrus, perbuatan tersebut masuk kategori pungutan liar, karena memungut sesuatu tanpa landasan hukumnya.

“Hati-hati, pungli adalah saah satu tindakan melawan hukum yang diatur dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Junto Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi. Pungli adalah termasuk tindakan kejahatan korupsi dan merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang harus diberantas,” tandas Salestinus.

Kemudian pasal 105, dikatakan bahwa penjualan mineral yang tergali dikenai iuran produksi atau pajak daerah sesuai ketentuan perundang-undangan. “Dalam pasal 161 (b), setiap orang yang memiliki izin pertambangan dan jika tidak melaksanakan reklamasi pasca tambang dan penempatan dana jaminan reklamasi, bisa dipidana penjara 5 tahun dan denda Rp 100 milyar,” paparnya.

TPDI, kata Salestinus, selain meminta kepada jajaran Polda NTT juga meminta kepada Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Pripinsi NTT untuk menghentikan seluruh aktivitas tambang yang berada di Bendungan Sutami. “Balai Wilayah Sungai NT 2, jangan menjadi penonton. Karena jika tidak ada sikap tegas dari Balai, maka masyarakat bisa berasumsi mendapat upeti dari kegiatan tambang ilegal tersebut,” kritiknya.

Menurutnya, kegiatan tambang ilegal yang berada di Bendungan Sutami Mbay oleh AS, Direktur CV. KJM masing-masing di Lailewa, Natarale, Todomeze, Desa Dhawe yang berjarak 1.000 meter dari bendungan Sutami, Kecamatan Aesesa dan SIS, Direktur CV. Mbay Indah akan berdampak pada keberadaan bendungan. “Jika sewaktu-waktu bendungan Sutami ini jebol maka ribuan warga yang akan merasak dampaknya,” kata Salestinus.

Bendungan Sutami di Mbay, lanjutnya, adalah salah satu aset negara. Hal yang perlu diperhatikan oleh Balai wilayah sungai (BWS) Propinsi NTT adalah, kegiatan tambang ilegal atau pengerukan galian C di bendungan Sutami itu berpontensi membuat jebol bendungan. “Nah, jika sewaktu-waktu terjadi banjir bandang dan bendunganya jebol, maka habislah semua warga dan lahan pesawahaan dan pemukiman warga disekitar itu,” kata Salestinus.

Selain itu, aktivitas tambang ilegal oleh kedua pengusaha itu, akan menurunkan kualitas air baku bendungan. “Padahal, keberadaan air bendungan itu dipakai oleh masyarakat dengan tingkat kebutuhan 7.800 L/detik dan mengaliri lahan pertanian seluas 6500 HA.,” ujarnya.

Menurut Petrus, sebelum kegiatan proyek dilaksanakan dalam proses lelang salah satu syarat dalam dokumen lelangnya adalah kontarktor harus menggunakan material batu dan pasir yang legal dengan mengantongi dukungan kuari yang memiliki IUP-OP. Hanya saja kata Petrus, dalam pelaksanaan di lapangan pembangunan Waduk Lambo itu, PT. Waskita Karya KSO Bumi Indah tergolong ‘nakal’ mendatangkan material ilegal agar bisa meraup keuntungan karena bebas pajak dan murah operasionalnya.

Dirinya sependapat jika Polda NTT segera turun tangan menutup seluruh kegiatan tambang ilegal di Nagekeo lantaran tabiat itu bukan lagi kejahatan tambang ilegal melainkan kejahatan lingkunga. “Jika pengakuan oknum AS bahwa material dijual kepada PT. Waskita Karya KSO Bumi Indah untuk pembangunan Waduk Lambo, maka ini sudah merupakan kejahatan lingkungan bukan lagi kejahatan tambang ilegal. Jadi TPDI minta Polda NTT segera turun tangan menangani hal ini karena merupakan kewenangan mereka,“ tandas Salestinus.

Seperti yang diberitakan tim media ini sebelumnya, Tim Media ini mengidentifikasi keberadaan 10 tambang luar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Sebanyak 7 titik teridentifikasi berada di DAS Aesesa. Bahkan 2 titik berada dalam area genangan Bendung Aesesa.

Para penambang tidak memiliki IUP-OP. Mereka melakukan kegiatan tambang hanya berdasarkan WIUP yang sudah kadaluarsa. Tim Gabungan Inspektur Tambang Kementerian ESDM (2 orang), Polda NTT (2 orang) dan BWS NT 2 (1 orang) telah memeriksa keberadaan tambang liar/ilegal di Nagekeo.

Sementara itu, Koordinator WALHI NTT, Umbu Wulang meminta Pemkab Negekeo dan Polda NTT untuk menutup tambang liar/ilegal di Nagekeo. PT. MMU sebagai pemegang IUP-OP di Nagekeo juga meminta Bupati untuk menutup tambang liar/ilegal karena meresahkan. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

Meresahkan, PT. MMU Minta Bupati Tutup Tambang Ilegal di Nagekeo

Spiritnesia.com, Mbay – Direktur PT. Mandiri Mandiri Utama (MMU), Urbanus Laki sebagai perusahaan pemegang Ijin Usaha Pertambangan Operasi Pertambangan (IUP-OP) Galian C di Kabupaten Nagekeo, melaporkan adanya Penambangan Liar (Peti) alias Tambang Ilegal dan meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo, Provinsi NTT untuk segera menutup Tambang Liar/Ilegal di kabupaten tersebut.

Permintaan PT. MMU itu disampaikan melalui Surat Nomor: 001/PT. MMU/VII/2022, Perihal: Permohonan Penertiban Lokasi Tambang Ilegal, ditujukan kepada Bupati Nagekeo, tertanggal 26 Juli 2022 (yang foto pdf.nya diperoleh Tim Media ini, red) pada Kamis (28/7/22).

Dalam surat pengaduan yang ditandatangani Direktur PT. MMU, Urbanus Laki tersebut, dikatakan bahwa kegiatan Tambang Liar/Ilegal di Nagekeo sangat meresahkan para pemegang IUP-OP di Nagekeo. Karena itu, pihaknya meminta Pemkab Nagekeo menertibkan dan menutup Tambang Liar/Ilegal.

“Kami mengajukan Surat Permohonan kepada Bapak agar sekiranya dapat menghentikan kegiatan tambang ilegal (tidak mempunyai IUP) karena sangat meresahkan kami selaku pemegang IUP dimana lokasi kami sudah ditempatkan petugas pemungut pajak dari Pemkab Nagekeo. Demikian laporan pengaduan ini kami buat, selanjutnya kami mohon kepada Bapak sekiranya pengaduan ini dapat diterima dan ditindaklanjuti,” tulis PT. MMU.

Menurut Urbanus, PT. MMU merupakan pemegang IUP Nomor: 1011/1/IUP/PMDN/2022 berdasarkan Keputusan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal di Jakarta, tanggal 01 Juli 2022. Luas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP): 2 Hektar; Komoditas: Batua; Bahan Galian: Batu dan Pasir.

Surat Pengaduan tersebut antara lain ditembuskan kepada Gubernur NTT, Pimpinan DPRD Kabupaten Nagekeo, Kasatpol PP dan Pemadam Kebakaran; dan Kepala Dinas ESDM NTT.

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan investigasi Tim Media ini di Kabupaten Nagekeo, mengidentifikasi keberadaan 10 titik tempat galian C (quary, red) yang diduga sebagai tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Sebanyak 7 titik di antaranya, berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa, Nagekeo.

Bahkan investigasi Tim Media ini menemukan adanya penambangan dalam areal genangan Bendungan Sutami Mbay. Di lokasi ini, tampak 1 unit excavator berwarna kuning dengan leluasanya mengeruk pasir tak jauh (sekitar 100 meter, red) dari tanggul Bendungan Sutami.

Sementara itu, Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Umbu Wulang mendesak Pemerintah Kabupaten Nagekeo dan Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk segera menutup tambang galian C ilegal/Liar (yang tak memiliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi/IUP-OP) dan memproses hukum pelakunya karena merusak lingkungan di Kabupaten Nagekeo, NTT.

Walhi NTT juga meminta aparat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Nagekeo untuk segera menghentikan/menutup praktek-praktek tambang ilegal/liar karena merusak lingkungan. Walhi juga meminta aparat Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk melakukan tindakan hukum bila ada pelanggaran hukum.

Menindaklanjuti adanya dugaan Tambang Liar/Ilegal di Kabupaten Nagekeo, Tim Gabungan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI (2 orang), Kepolisan Daerah (Polda) NTT (2 orang), dan Kementerian PUPR/Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 2 (1 orang) telah melakukan pengecekan dan pemeriksaan terhadap keberadaan tambang ilegal/liar di Kabupaten Nagekeo. Tim Gabungan yang terdiri atas 5 orang tersebut telah berada di Kabupaten Nagekeo, NTT pada Kamis, 28 Juli 2022. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah

Tim Gabungan Kementerian ESDM, Polda dan BWS Periksa Tambang Ilegal di Nagekeo

Spiritnesia.com, Mbay – Tim Gabungan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Kepolisan Daerah (Polda) NTT, dan Kementerian PUPR (Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara 2) telah melakukan pengecekan dan pemeriksaan terhadap keberadaan tambang ilegal/liar di Kabupaten Nagekeo.

Informasi yang dihimpun Tim Media ini, Tim Gabungan tersebut telah berada di Kabupaten Nagekeo, NTT hari ini (Kamis, 28 Juli 2022). “Tim gabungan itu sudah ada di Mbay. Ada 5 orang. Dua orang dari Kementerian ESDM, 2 orang dari Polda NTT, dan 1 orang dari BWS NT 2,” ujar sumber yang minta namanya tidak disebutkan.

Menurutnya, kehadiran Tim Gabungan tersebut untuk menindaklanjuti adanya pemberitaan tentang maraknya tambang ilegal/liar di Kabupaten Nagekeo. “Tim gabungan itu datang untuk cek dan periksa keberadaan tambang ilegal/liar di Nagekeo,” jelasnya.

Kadis ESDM NTT, Jusuf Adoe yang dikonfirmasi Tim Media ini siang tadi membenarkan adanya Tim Gabungan ke Kabupaten Nagekeo tersebut. “Tim yang ke Nagekeo dari Inspektur Kementerian ESDM yang kantornya di Kupang,” tulisnya membalas Chat WA wartawan.

Koordinator Inspektur Tambang NTT, Martinus Binus yang dikonfirmasi via pesan WA juga membenarkan pemeriksaan oleh Tim Gabungan tersebut. “Tim lagi OTW (On The Way, red) Nagekeo Pak,” tulisnya.

Kepala BWS NT 2, Agus Sosiawan juga membenarkan adanya tim gabungan yang melakukan pemeriksaan ke Kabupaten Nagekeo. “Kalau Tim sudah pulang dari sana Pak. Dengan Inspektur Tambang Kementerian ESDM,” tulisnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, berdasarkan investigasi Tim Media ini di Kabupaten Nagekeo, mengidentifikasi keberadaan 10 titik tempat galian C (quary, red) yang diduga sebagai tambang liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Sebanyak 7 titik di antaranya, berada dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Aesesa, Nagekeo.

Bahkan investigasi Tim Media ini menemukan adanya penambangan dalam areal genangan Bendungan Sutami Mbay. Di lokasi ini, tampak 1 unit excavator berwarna kuning dengan leluasanya mengeruk pasir tak jauh (sekitar 100 meter, red) dari tanggul Bendungan Sutami.

Sementara itu, Direktur CV. Karunia Jaya Mbay, Aurelius Sambu dan Direktur CV. Mbay Indah, Samsudin Ismail Sore yang menghubungi Tim Media ini melalui telepon selularnya pada Jumat (22/7/22), membantah kalau pihaknya melakukan penambangan liar/ilegal di Kabupaten Nagekeo. Namun keduanya mengakui bahwa pihaknya belum miliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Pertambangan (IUP-OP) dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.

Aurelius Sambu mengakui bahwa penambangan yang dilakukan hanya berbekal WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan) yang dikeluarkan Kementerian ESDM secara online. Sedangkan Samsudin Sore mengaku bahwa selain memiliki WIUP, perusahaannya juga memiliki IUP Eksplorasi. Namun keduanya mengaku kalau perusahaannya melakukan penambangan secara legal dan menuding pihak lain (saling tuding, red) sebagai penambang ilegal.

Menurut Aurelius dan Samsudin, pihaknya telah mengikuti semua prosedur pengajuan Ijin Usaha Pertambangan dan telah memiliki WIUP. Namun keduanya mengakui kalau perusahaannya belum memiliki IUP-OP sebagai dasar hukum pelaksanaan eksploitasi galian C.

Sementara itu, Koordinator Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) NTT, Umbu Wulang mendesak Pemerintah Kabupaten Nagekeo dan Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk segera menutup tambang galian C ilegal/Liar (yang tak memiliki Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi/IUP-OP) dan memproses hukum pelakunya karena merusak lingkungan di Kabupaten Nagekeo, NTT.

Walhi NTT juga meminta aparat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Nagekeo untuk segera menghentikan/menutup praktek-praktek tambang ilegal/liar karena merusak lingkungan. Walhi juga meminta aparat Kepolisian Daerah (Polda) NTT untuk melakukan tindakan hukum bila ada pelanggaran hukum. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

Padma Tantang Bupati Malaka dan Kadis Nakertrans Datang Langsung ke Medan dan Konfirmasi Keberadaan PMI Ilegal Asal Malaka

Spiritnesia.Com, Jakarta – Lembaga Hukum dan HAM PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) bersama KOMPAK INDONESIA (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia) Minta Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak dan Kadis Nakertrans Malaka, Vinsen Babu untuk datang ke Medan, Sumatera Utara untuk bertemu langsung dan berkoordinasi dengan PERAK Indonesia (Perkumpulan Advokasi Kemanusiaan Indonesia) untuk mengkonfirmasi kebenaran PMI asal Malaka di sebuah penampungan (PMI Ilegal) di Medan.

Hal ini disampaikan Ketua Pembina Padma Indonesia dan Ketua KOMPAK Indonesia, Gabrial Goa dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Jumat malam (28/05/2022) pukul 22.34 Wita, menanggapi pernyataan kadis Vinsen Babu bahwa tidak ada PMI dari Malaka yang diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia.

“Pak Bupati Malaka, khususnya pak Kadis Nakertrans kita minta jangan hanya bicara dari ‘kursi kerajaannya’ tapi turun cek langsung di lapangan (ke Medan, red) biar lihat sendiri dan tahu faktanya. Data itu hasil temuan PERAK Indonesia yang tahu persis keberadaan warga Malaka di sebuah rumah penampungan di Medan. Jangan hanya dengar dari BP2MI atau kata orang. Ini kita bicara ada datanya,” kritiknya.

Menurut Gabrial Goa, hasil investigasi PERAK Indonesia dan sejumlah wartawan media di Medan, ditemukan adanya 3 orang PMI asal Malaka atas nama (inisial YA, PZ, MDA). Ketiganya berhasil diidentifikasi berasal dari desa Lakekun Kecamatan Kobalima) yang diberangkatkan dari Malaka ke Kupang pada Minggu (24/05). Tiga orang tersebut adalah warga Malaka yang sementara ini diidentifikasi  ada pada salah satu penampungan di Medan yang siap diberangkatkan (secara ilegal, red) ke Malaysia. Keberadaan mereka di rumah penampungan dipindah-pindah untuk menghindari kejaran pihak penegak hukum.

“Makanya kita minta Pemda Malaka, pak Bupati Simon dan Kadisnya itu turun langsung dan cek biar lihat sendiri. Bila perlu bawa wartawan biar biar bongkar sekalian jaringan human trafficking. Konfirmasi PERAK Indonesia di Medan yang dipimpin Romo Beno Ola, Pr. Mereka yang investigasi soal PMI Ilegal tersebut,” pintahnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (28/05), Lembaga Hukum dan HAM PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia) bersama KOMPAK INDONESIA (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia) menilai Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Malaka, NTT tidak serius melakukan upaya untuk mencegah migrasi ilegal warganya, sehingga  terdapat warga Malaka yang menjadi korban human traficking (perdagangan orang).

“Belum adanya aksi nyata Pemerintah Kabupaten Malaka untuk menyelamatkan warganya yang diduga Migrasi Ilegal sehingga rentan Human Trafficking di Medan. Ini memperlihatkan belum adanya keseriusan Pemkab Malaka dalam pencegahan Migrasi Ilegal rentan Human Trafficking,” tulisnya.

Menurut Gabrial Goa, hal itu memberi kesan Pemda Malaka melakukan tindakan pembiaran dan pengabaian atas fenomena migrasi ilegal warganya. Hal itu juga dinilai melanggar HAM dan mal-administrasi. Olehnya itu, PADMA INDONESIA dan KOMPAK INDONESIA merasa perlu mengingatkan Bupati dan Wakil Bupati Malaka serta Forkompinda Malaka untuk menaruh perhatian serius terhadap masalah ini.

Namun Bupati Malaka melalui Kepada Dinas (Kadis) Nakertrans Kabupaten Malaka, Vinsen Babu yang berhasil dikonfirmasi wartawan tim media ini pada Jumat (27/05-2022) malam mengakui, pihaknya  telah berkoordinasi dengan BP2MI Provinsi NTT melakukan penelusuran melalui BP2MI Medan dan hasilnya, mereka tidak menemukan PMI asal Malaka yang di berangkatkan secara ilegal di Medan menuju Malaysia.

Vinsen Babu sebaliknya meminta Padma Indonesia menyampaikan data yang valid dengan menyebutkan identitasnya, supaya Pemda Malaka mengetahui secara persis bahwa orang yang diberangkatkan secara ilegal itu adalah orang dari Malaka. (SN/Tim)