Spiritnesia.Com, BElU – Belakangan ini mulai terdengar Nada Sumbang yang diekspresikan Rakyat Daerah Otonom sembari mengkritisi Otonomi Daerah hanya berorientasi melahirkan berbagai raja kecil di Wilayah Kabupaten Belu.
Demikian pernyataan kritis
Pengamat demokrasi, Dominikus M. Bele, S. IP., M. Sos dalam rilis tertulis yang diterima Media ini pada Selasa (19/04/2022).
“Tak dapat dihindari pada beberapa Daerah tertentu, besarnya naluri untuk menjadi Raja kecil berdampak adanya konflik Horizontal, baik dalam proses demokrasi maupun berbagai upaya untuk melahirkan perubahan-perubahan yang bermartabat di era new normal saat ini,” tulisnya.
Oleh karena itu lanjutnya, sudah saatnya perlu digagas kembali tentang demokratisasi dari bentuk mekanisme musyawarah dan mufakat untuk mengembalikan dan memulihkan kembali implementasi otonomi daerah yang sesungguhnya yang telah diatur secara konstitusional hingga pada kebijakan-kebijakan Pro rakyat menjadikan fondasi yang kokoh agar tampang otonomi daerah Kabupaten Belu sebagai salah satu Kabupaten di Pulau Timor yang merupakan teras terdepan, ini nampak adanya kemajuan dari berbagai aspek pembangunan, pemberdayaan maupun kesejahteraan sosial bagi daerah dan masyakarat secara umum.
“Sebagaimana dalam refleksinya pada falsafah hidup bangsa Indonesia yang diabstraksikan founding fathers, yang terangkum dalam rumusan sila ke-4 (Pancasila) yang berbunyi; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sehingga rumusan norma tersebut mengetengahkan otonomi daerah secara demokratis,” jelasnya.
Oleh karena itu, sambungnya, perlu dilakukan demokrasi sebagai suatu bentuk pemerintahan yang paling menarik, penuh dengan keanekaragaman dan kekacauan, yang memberikan kesamaan derajat pada setiap individu yang berbeda (Plato,2005). Sehingga demokrasi menggaungkan kedudukan yang egaliter dalam rangka merepresentasikan daerah otonom sebagai entitas negara kesatuan terutama Kabupaten Belu sebagai garda perbatasan RI-RDTL.
Selain itu demokrasi menjadi wujud keterpaduan dan adanya sinergitas yang khas sesuai falsafah bahwa Belu yang diartikan secara harafiah Belu adalah teman/kawan. Refleksi akan hal ini maka integritas dan etika profesionalisme para pemimpin daerah otonom dan aparatur penyelenggaraan pemerintahan, harus mengedepankan etos kerja dan gotong royong secara terpadu dan terintegrasi, harmonisasi hubungan kerja dan menjaga keseimbangan antar elemen-elemen hingga stakeholder, imbuhnya.
Menurut Dominikus, cara utama yang paling efektif untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat ialah melalui penyelenggaraan otonomi daerah yang bersih dan demokratis serta pemerataan pembangunan yang berkeadilan.
Menyimak pada hal tersebut maka tampang implementasi melalui teras otonomi daerah yang jelas, terarah dan terukur adalah dengan meningkatkan kesadaran kolektif dan menjunjung aspek kelembagaan, bukan atas kehendak seseorang atau kelompok tertentu.
“Artinya mewujudkan kesejahteraan rakyat diselenggarakan secara akuntabel, transparan, berkepastian hukum, dan partisipatif, akan dapat meredamkan terusiknya kekuasaan karena resistensi (gerakan) daerah,” tegasnya.
Karena perlu diingat bahwa kesan ketidakadilan akan melahirkan/timbul resistensi hingga dampak pada kesenjangan sosial dan ketidaksetaraan, sehingga perlu pertajam dan menggagas serta mengembalikan demokrasi yang menjadi potensi utama pendukung/kekuatan bersama sebagai upaya peningkatan pelayanan publik di daerah yang menjadi fokus penerapan otonomi daerah elegan, bermartabat dan berwibawa serta bertanggungjawab di kabupaten Belu sebagai garda perbatasan RI-RDTL, tandas pengamat demokrasi tersebut.
Dengan demikian dapat menampilkan tampang teras rumah otonomi daerah tampang terpesona, indah dipandang, teduh dalam pijakan, nikmat dalam ekspresi karena nampak terdahulu dari semuanya ada pada teras otonomi daerah, yang seyogyanya menampilkan penyelenggaraan otonomi daerah bermuara pada peri berkeadilan dan peri kemanusiaan yang adil guna mewujudkan kesejahteraan sosial.
Akhir kata, perlu diingat secara bersama-sama dan seksama serta bijaksana bahwa otonomi daerah adalah bagian dari semangat berdemokrasi.
(Penulis : Dominikus M. Bele/SN)