Kategori
Daerah Kriminal Nasional

Kapolda NTT Diminta Perintahkan Dirkrimsus Junjung Tinggi Undang-Undang Pers dan Petieskan Laporan Dirut Bank NTT

Spiritnesia.com, Jakarta – Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Nusa Tenggara Timur (NTT), Irjen. Pol. Drs. Setyo Budiyanto, S.H., M.H. diminta untuk memerintahkan Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda NTT untuk menjunjung tinggi Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers dan mempetieskan laporan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, Harry Alexander Riwu Kaho (HARK) terhadap Dirut dan Pemred KORANTIMOR.COM (FPL dan KDO) terkait dugaan penghinaan/pencemaran nama baik melalui media eletronik (diduga terkait pemberitaan media online KORANTIMOR.com, red). Sebaliknya, mengarahkan HARK untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana perintah UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yaitu melayangkan hak jawab atau hak klarifikasi, jika HARK merasa dirugikan terkait pemberitaan.

Demikian permintaan Ketua Dewan Pembina Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA sekaligus Ketua KOMPAK INDONESIA (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia), Gabriel Goa dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Jumat (12/08/2022).

“Terpanggil untuk membela Pers sebagai salah satu pilar demokrasi dan lembaga kontrol terhadap kebijakan publik dan penyalahgunaan kekuasaan oleh Penguasa, maka kami dari Lembaga Hukum dan Ham PADMA INDONESIA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian) mendesak Kapolda NTT perintahkan Dirkrimsus Polda NTT dan jajarannya untuk menjunjung tinggi UU Pers dan MoU Kesepakatan antara Dewan Pers dan Mabes Polri, agar menganjurkan kepada Dirut Bank NTT melakukan Hak Jawab dan Hak Koreksi kepada media yang bersangkutan, bukan langsung Lapor ke Polda NTT. Jadi proses laporan Dirut Bank NTT itu harus dioetieskan demi hukum dan kebebasan pers,” tandasnya.

Menurut Gabriel Goa, Polda NTT dalam menangani pengaduan masyarakat (termasuk Dirut bank NTT, HARK, red) terkait sengketa pers seharusnya berpedoman pada MoU Dewan Pers dan Polri Tahun 2022 (Nomor 3/DP/MoU/III/2022) Tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Ia menjelaskan, pada pasal 4 ayat 2 MoU Dewan Pers dan Polri tersebut ditegaskan, bahwa apabila pihak KEDUA yaitu Polri menerima perselisihan/sengketa termasuk surat pembaca atau opini/kolom atau produk pers lainnya antara wartawan/media dengan masyarakat, maka Polri dapat mengarahkan Pihak pelapor/pengadu untuk melakukan langkah-langkah secara bertahap dan berjenjang mulai dari menggunakan hak jawab, hak koreksi dan pengaduan kepada PlHAK PERTAMA yaitu Dewan Pers.

“Jadi Dirkrimsus Polda NTT harus mengarahkan HARK untuk mengikuti mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bukan serta merta menerima saja laporan pelapor dan memprosesnya tanpa analisis koridor hukum yang tepat. Apalagi menggunakan UU ITE mengikuti kemauan pelapor untuk selesaikan sengketa pers. Itu keliru dan salah kapra namanya,” kritiknya.

UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 pasal 6, lanjutnya, menegaskan bahwa Pers nasional melaksanakan peran pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum (point d); Pers nasional memperjuangkan keadilan (point e) dan wartawan dalam menjalankan profesinya juga mendapatkan perlindungan hukum.

“Jika HARK merasa dirugikan terkait pemberitaan media korantimor.com yang ditulis wartawan, maka sebagaimana perintah pasal 1 ayat 11 dan 12 UU Pers, HARK perlu melayangkan hak jawab dan atau hak koreksi. Dan media atau Pers bersangkutan juga wajib melayani hak jawab dan hak koreksi sebagaimana perintah UU Pers pasal 5 ayat 2 dan 3. Wartawan Indonesia juga melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional sebagaimana diatur dalam KEJ pasal 11. Jadi keliru jika HARK buru-buru dan bernafsu melaporkan wartawan ke polisi hanya karena berita yang ditulis seorang wartawan, apalagi menggunakan Undang-Undang ITE untuk mempersoalkan produk pers,” kritiknya lagi.

Sangat disayangkan, ujarnya lebih lanjut, pihak Polda NTT tidak memahami atau bahkan diduga pura-pura tidak tahu adanya MoU antara Dewan Pers dan Polri Tahun 2022 terkait Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

Ketua Pembina Padma Indonesia itu juga mendukung total Pers yang berani membongkar kejahatan korupsi berjamaah di NTT dan konspirasi upaya pembunuhan Pers Pejuang di Indonesia, khususnya di NTT.

“Kami juga mendesak Solidaritas Masyarakat Dunia melawan Kriminalisasi Hukum dan Diskriminasi HAM terhadap Wartawan dan Wong Tjilik di NTT yang diduga kuat dibekingi oleh Kaum Kuat Kuasa dan Kuat Modal,” ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (12/08), Direktur Utama (Dirut) dan Pemimpin Redaksi (Pemred) media online Koran Timor.Com, FPL dan KDO dilaporkan Harry Alexander Riwu Kaho (Direktur Utama/Dirut Bank NTT, red) ke Polda NTT terkait dugaan pencemaran nama baik di media eletronik.

Hal itu diketahui melalui Surat Undangan Klarifikasi yang dikeluarkan Direskrimsus Polda NTT (Nomor B/640/VIII/2022/Direskrimsus tertanggal 09 Agustus 2022) terkait laporan Harry Alexander Riwu Kaho tanggal 16 Mei 2022 tentang dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

“Sehubungan dengan rujukan tersebut di atas, diminta kepada saudara untuk dapat memberikan keterangan sebagai saksi kepada penyidik / penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT terkait dengan perkara dugaan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik yang dilaporkan oleh saudara Hary Alexander Riwu Kaho, S.H., M.H sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” tulis Ditreskrimsus Polda NTT.

Dalam Surat Panggilan yang ditandatangani oleh Wadir Krimsus Polda NTT, AKBP Khairul Saleh, SH, SIK, M.Si tersebut, para pimpinan media online diminta menghadap penyidik/penyidik pembantu Subdit 5 Siber Ditreskrimsus Polda NTT, Ipda Joel Ndolu, S.H/Brigpol A. Muhammad Tupong pada Kamis (11/08/2022) pukul 10.00 Wita.

Dirut dan Pemred media online KORANTIMOR.com, FPL dan KDO yang dikonfirmasi wartawan membenarkan adanya undangan klarifikasi dari Ditreskrimsus Polda NTT. Namun, keduanya mengaku belum tahu jelas apa maksud dan konteks undangan klarifikasi Ditreskrimsus Polda NTT terkait laporan dugaan pelanggaran UU ITE tentang pencemaran nama baik, sebagaimana dimaksud laporan HARK.

“Isi Surat Undangannya tidak jelas. Berita yang mana? Atau konten mana yang mencemarkan nama baiknya (HARK)? Di media eletronik yang mana? Harus jelas, apakah di media online? WhatsApp? FB? Di Instagram kah? Atau YouTube? Penyidik harus mampu membedakan antara media berita online dan media sosial (medsos). Jangan salah kaprah,” kritik FPL.

Karena isi Surat Undangan tidak jelas, lanjut FPL, pihaknya menolak untuk menghadiri undangan tersebut. “Kami tolak untuk hadir. Isi undangan klarifikasi itu harus jelas sehingga kami bisa mengetahui masalahnya dan mempertimbangkan secara hukum, apakah kami perlu hadir atau tidak? Karena kalau berkaitan dengan pemberitaan atau karya jurnalistik atau sengketa/delik pers, wartawan tidak bisa dijerat dengan Pasal-Pasal dalam KUHP atau UU ITE,” tandasnya.

FPL sangat menyesalkan minimnya pemahaman penyidik kepolisian terkait UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers terkait prosedur penyelesaian Sengketa Pers. “Kalau penyidik kepolisian tidak paham UU Pers dan MoU antara Kapolri dan Dewan Pers, yah begini jadinya. Laporan Sengketa Karya jurnalistik dipaksakan untuk diproses dengan UU ITE. Bagi saya, baik yang melapor dan menerima serta memproses laporan pidana Sengketa Jurnalistik, sama-sama tidak paham,” kritiknya.

Hal senada juga dikatakan Pemred Koran Timor.Com, KDO. Menurutnya, jika yang dimaksudkan Ditreskrimsus Polda NTT terkait undangan klarifikasinya adalah terkait pemberitaan atau produk jurnalistik yang ditayang di media online korantimor.com yang mana HARK merasa dirugikan, maka harus diproses sesuai Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 dan Mou (Nota Kesepahaman, red) Antara Dewan Pers dan Kapolri Nomor 03/DP/MoU/III/2022 – Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

“Polda NTT wajib mengarahkan pelapor yaitu HARK (Dirut Bank NTT saat ini, red) untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers sebagaimana diatur dalam UU Pers dan MoU tersebut. Bukan asal terima laporan sengketa pers lalu panggil wartawan dan diperiksa. Itu namanya kriminalisasi pers,” tegas KDO.

Sesuai MoU Kapolri dan Dewan Pers, papar KDO, sudah sangat jelas. “Ketika polisi mendapat pengaduan pidana terkait Sengketa Pers, maka tugas polisi adalah mengarahkan pelapor saudara HARK untuk menempuh mekanisme penyelesaian sengketa pers. Bukan lagi memaksakan kerangka pasal UU ITE untuk menyelesaikan Sengketa Pers,” tandas dua wartawan yang dikenal aktif memberitakan kasus dugaan korupsi di bank NTT. (SN/tim)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kategori
Berita Daerah

Para Pemegang Saham Ditantang Mantan Dirut Bank NTT Untuk Laporkan Kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH

Spiritneisa.com, Kupang – Mantan Direktur Utama (Dirut) Bank NTT, IR siap diproses hukum dan ditangkap oleh Polda NTT, Kejati NTT dan KPK bila terbukti terlibat  kasus dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Bahkan IR menantang para pemegang saham untuk membuat laporan resmi tentang kredit Fiktif PT. Budimas Pundinusa tersebut ke Aparat Penegak Hukum (APH), baik ke kepolisian, kejaksaan maupu KPK agar masalah tersebut menjadi terang benderang.

Demikian pernyataan resmi IR dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Sabtu (30/07/2022), menanggapi pernyataan pemegang saham seri B Bank NTT, Amos Corputy (29/07/22) yang mendesak APH segera menangkap IR selaku mantan Dirit bank NTT dan JJ selaku Komut BANK NTT terkait kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar.

“Saya siap diproses hukum, bila perlu tatangkap. Kalau Kepolisian, Kejaksaan atau KPK RI menemukan bukti keterlibatan saya dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.  Sebagai warga negara yang taat hukum,  tentu saya bersedia dan siap memberi keterangan kepada APH agar masalah ini bisa jadi terang benderang,” tulisnya.

Izak Rihi menjelaskan, dirinya mendukung niat para Pemegang Saham Bank NTT sesuai Pasal 62 dan Pasal 97 UU  Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (PT), untuk secara resmi  melaporkan dugaan tindak pidana perbankan dan atau dugaan tindakan pidana korupsi yang diduga dilakukan para pengurus Bank NTT dalam kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

“Pemegang saham jangan hanya bicara di media, silahkan laporkan saja kasus kredit PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M ke APH. Kalau memang saya terlibat, silahkan APH proses hukum dan tangkap saya,” tantangnya.

Tidak hanya itu, IR juga menantang para pemegang saham untuk  juga melaporkan kasus Pembelian MTN PT.  SNP Rp 50 M. “Kasus Pembayaran Honor  Komisaris Bank NTT sebagai Tim Uji Kelayakan dan Kepatuhan yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah dan menjadi polemik di masyarakat serta diduga telah merugikan uang perusahaan/negara. Laporkan juga kasus-kasus lainnya di Bank NTT, antara lain kasus 669 kredit fiktif senilai Rp 13,4 M yang merupakan temuan OJK NTT,” tandasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (29/07/22), Pemegang Saham Seri B PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT, Amos Corputy meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menangkap dan memproses hukum Mantan Direktur Utama Bank NTT, IR dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait kredit Fiktif Rp 100 Milyar hasil take over Bank NTT dari Bank Artha Graha untuk budidaya sapi bali.

Permintaan tersebut disampaikan Amos Corputy kepada tim media ini pada Jumat (29/07) terkait Kredit PT Budimas Pundinusa senilai Rp 100 Milyar. Menurut Corputy, Mantan Dirut IR dan Komut JJ adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pencairan kredit PT. Budmas Pundinusa Rp 100 Milyar yang diduga fiktif.

“Saya sebagai salah satu pemegang saham Seri B mengharapkan agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian segera turun tangan. Segera tangkap dan periksa mantan Direktur Utama Bank NTT, IR sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dan Saudara Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang tugas utamanya bidang pengawasan,” tulis Amos Corputy terkait dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

Corputy mempertanyakan pelaksanakan tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris Bank NTT terhadap pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budimas Pundinusa.

Corputy meminta para Pemegang Saham Bank NTT untuk mengambil tindakan dengan memberhentikan seluruh Dewan Komisaris karena tidak becus menjalankan tugasnya.

Investigasi Tim Media ini menemukan, PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Penilaian tersebut terungkap dalam Pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono,

Menurut Minggu, Ir. Arudji Wahyono adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar. Ketiga jenis kredit tersebut dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga.

Berdasarkan Investigas Tim Media ini, diduga ada rekayasa fiktif dalam pemberian kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. Namun ternyata, angsuran tersebut bukan angsuran pokok tap hanya bunga kredit. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah

APH Diminta Segera Tangkap Mantan Dirut dan Komut Bank NTT

Spiritnesia.com, Kupang – Pemegang Saham Seri B PT. Bank Pembangunan Daerah (BPD) NTT, Amos Corputy meminta Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menangkap dan memproses hukum Mantan Direktur Utama Bank NTT, IR dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait kredit Fiktif Rp 100 Milyar hasil take over Bank NTT dari Bank Artha Graha untuk budidaya sapi bali.

Permintaan tersebut disampaikan Pemegang Saham Seri B BPD NTT yang juga Mantan Dirut Bank NTT, Amos Corputy. Menurut Corputy, Mantan Dirut IR dan Komut JJ adalah orang yang paling bertanggungjawab dalam pencairan kredit PT. Budmas Pundinusa Rp 100 Milyar yang diduga fiktif.

Saya sebagai salah satu pemegang saham Seri B mengharapkan agar Aparat Penegak Hukum, baik Kejaksaan maupun Kepolisian segera turun tangan. Segera tangkap dan periksa mantan Direktur Utama Bank NTT, IR sebagai pihak yang paling bertanggungjawab dan Saudara Komisaris Utama Bank NTT, JJ yang tugas utamanya bidang pengawasan, tulis Amos Corputy terkait dugaan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 M.

Corputy mempertanyakan pelaksanakan tugas pengawasan oleh Dewan Komisaris Bank NTT terhadap pemberian kredit Rp 100 M kepada PT. Budimas Pundinusa. “Sampai dimana Komut JJ dan komisaris Bank NTT lainnya mengawasi proses pemberian kredit ini sehingga sampai jadi bermasalah dan sampai berlarut-larut hingga saat ini,” ujarnya.

Menurut Corputy, Dewan Komisaris tidak melaksanakan tugas pengawasan dengan baik. Karena itu Ia meminta para Pemegang Saham Bank NTT untuk mengambil tindakan dengan memberhentikan seluruh Dewan Komisaris karena tidak becus menjalankan tugasnya.

“Saya sangat mengharapkan agar Bapak-Bapak pemegang saham dapat memperhatikan dan mengikuti perkembangan Bank NTT dan mengambil tindakan nyata untuk menghentikan semua Komisaris. Mereka yang sudah dibayar mahal tapi tidak becus dalam menjalankan tugasnya,” tandasnya.

Menurut Corputy, Dewan Komisaris Bank NTT telah berulangkali melakukan kesalahan dengan berulangkali mencampuri urusan operasional Bank NTT. “Termasuk penerbitan SK O1.A tentang Honorarium Tim Uji Kelayakan dan Kepatutan puluhan Pejabat (Kepala Divisi dan Kepala Cabang) Bank NTT dan 300 orang pegawai baru yang diduga tujuannya untuk memperkaya diri sendiri para Komisaris,” bebernya.

Karena itu, lanjut Corputy, Ia meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit khusus/investigasi terhadap masalah kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 100 M. “Kepada pihak OJK dan BPK RI, juga perlu mengadakan pemeriksaan khusus tentang masalah ini untuk kebaikan Bank NTT,” pintanya.

Ia merasa prihatin terhadap kondisi kesejahteraan para pegawai Bank NTT yang kurang diperhatikan saat ini. “Kasihan para pegawai yang bekerja siang-malam kurang mendapatkan perhatian. Tapi pihak tertentu yang hanya menonton kembang api yang meluncur di angkasa Kota Kupang, setiap HUT (Hari Ulang Tahun Bank NTT, red) mendapat hadiah,” kritik Corputy.

Namun Mantan Dirut Bank NTT di masa Gubernur (alm.) Piet A. Tallo itu menghimbau menghimbau para karyawan/ti Bank NTT untuk tetap menjalankan tugasnya secara profesional. “Kepada karyawan/ti Bank NTT, saya himbau untuk tetap bekerja dengan tulus untuk melayani lebih sungguh. Tuhan memberkatim,” harap Corputy.

Seperti diberitakan sebelumnya , PT. Budimas Pundinusa hanya menyetor bunga selama 6 bulan setelah mendapatkan kredit Rp 100 Milyar dari Bank NTT. Pengajuan Kredit Modal Kerja (KMK) baru untuk perdagangan rumput laut senilai Rp 30 Milyar, dinilai beresiko tinggi karena kredit sebelumnya (Rp 100 Milyar, red) berada Dalam Perhatian Khusus (Collect 2, red).

Penilaian tersebut terungkap dalam Pendapat Direktur Kepatuhan Bank NTT, Hilarius Minggu, tertanggal 27 November 2019 atas Permohonan Kredit Modal Kerja Perdagangan Rumput Laut senilai Rp 30 Milyar yang diajukan oleh Direktur PT. Budimas Pundinusa, Ir. Arudji Wahyono,

Menurut Minggu, Ir. Arudji Wahyono adalah debitur lama Bank NTT yang saat ini sementara menikmati pinjaman pada Bank NTT sebanyak 3 rekening (pinjaman, red), yakni 2 rekening untuk KMK (Kredit Modal Kerja, red) dan 1 rekening untuk KI (Kredit Investasi, red) dengan total plafond Rp 100 Milyar dan baki debet Rp 100 Milyar. Ketiga jenis kredit tersebut dalam kondisi Dalam Perhatian Khusus (kualitas 2) karena sejak kredit dicairkan, debitur hanya menyetor bunga.

Berdasarkan Investigas Tim Media ini, diduga ada rekayasa fiktif dalam pemberian kredit Rp 100 Milyar PT. Budimas Pundinusa dari Bank NTT. Oknum Direktur Bank Artha Graha, ISB diduga terlibat rekayasa pengajuan kredit fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 100 Milyar. Berdasarkan temuan tim audit internal Bank NTT (yang copiannya diperoleh Tim Media ini, red), agunan kredit yang diajukan PT. Budimas Pundinusa menggunakan 6 Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama GEA, Ibu Kandung Direktur Bank Artha Graha, ISB.

Kredit tersebut diduga hanya menggunakan kedok ‘take over’ Bank NTT dari Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar. Karena PT. Budimas Pundinusa tidak pernah memiliki/memasukan kontrak kerja proyek di Kalimantan (sebagai dasar kredit di Bank Artha Graha senilai Rp 32 Milyar, red). Diduga proyek tersebut hanya proyek fiktif alias kedok untuk mendapatkan kredit dari Bank NTT.

Usaha penggemukan dan antar pulau sapi yang diajukan sebagai dasar Kredit Modal Kerja PT. Budimas Pundinusa senilai Rp 48 Milyar, diduga hanya kedok alias fiktif. Berdasarkan informasi yang dihimpun Tim Media ini, PT. Budimas Pundinusa hanya pernah mengirim sekitar 54 ekor sapi ke Pulau Jawa. Dan hingga saat ini, perusahaan tersebut tidak melakukan penggemukan sapi dan tidak pernah mengirimkan sapi ke luar NTT.

Lokasi Usaha budidaya ternak sapi yang dimiliki PT. Budimas Pundinusa juga fiktif. Padahal Bank NTT telah memberikan kredit investasi senilai Rp 20 Milyar untuk pengadaan/pembangunan ranch sapi di lokasi tersebut. Berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi ranch sapi tersebut sebelumnya milik PT. Bumi Tirtha.

Anehnya, setelah kredit Rp 100 Milyar tersebut dicairkan (termasuk kredit investasi Rp 20 Milyar, red). Ranch sapi tersebut berganti kembali kepemilikannya ke pemilik sebelumnya, yakni PT. Bumi Tirtha. Sekitar 1 tahun kemudian, lokasi milik PT. Bumi Tirtha ini sempat dikunjungi Menteri Pertanian dan Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat. Namun berdasarkan penelusuran Tim Media ini, lokasi tersebut kini telah berganti lagi ke yayasan tertentu, milik EG.

Setelah pencairan kredit fiktir Rp 100 Milyar tersebut, PT. Budimas hanya mengangsur selama 6 bulan. Berdasarkan surat penagihan yang ditandatangani Direktur Kredit Bank NTT, Absalom Sine kepada PT. Budimas Pundinusa pada Desember 2019, terungkap bahwa perusahaan tersebut hanya mengangsur selama 6 bulan dengan nilai sekitar Rp 10 Milyar. Namun ternyata, angsuran tersebut bukan angsuran pokok tap hanya bunga kredit. (SN/tim)

Kategori
Berita Daerah Kriminal Nasional

Polresta Kupang Diminta Periksa Dirut dan Komut Bank NTT Terkait Kasus Percobaan Pembunuhan Wartawan Fabi Latuan

Spiritnesia.Com, Jakarta – Penyidik Polres Kota (Polresta) Kupang diminta untuk memanggil dan memeriksa Dirut Bank NTT, ARK dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT, JJ terkait status MT, salah satu pelaku percobaan pembunuhan wartawan dan Pemred (Pemimpin Redaksi) media online Suaraflobamora.Com, Fabi Latuan. Alasannya, diduga MT dan juga kelompoknya masih berstatus debt collector/penagih utang yang dipekerjakan Bank NTT hingga saat ini.

Permintaan itu disampaikan  Meridian Dewanta Dado, SH Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT yang juga kuasa hukum Redaksi Suara Flobamora.com, melalui pesan WathsApp kepada tim media ini pada Sabtu ((13/05/2022) terkait penangkapan MT cs oleh aparat Polresta Kupang Kota pekan lalu.

“Kita minta Polresta Kupang untuk periksa Dirut dan Komut Bank NTT karena MT yang diduga pemimpin dari para preman pelaku percobaan pembunuhan wartawan Fabi Latuan itu adalah debt collector Bank NTT. Kasus MT pada tahun 2020 pernah viral di medsos karena memaksa salah satu nasabah/debitur Bank NTT bernama SY (43) untuk menandatangani surat jual beli aset milik nasabah yang telah disiapkan oleh pihak Bank NTT dan notaris ZMVT. MT waktu itu juga memarahi dan membentak-bentak 3 orang anggota SPKT Polda NTT, sehingga kita duga dia juga masih debt collector aktif Bank NTT hingga saat ini, ” tegas Meridian.

Menurut Kuasa Hukum wartawan Fabianus Latuan ini, status MT sebagai debt collector Bank NTT itu memunculkan pertanyaan di benak publik tentang apakah ulah MT cs yang mencoba membunuh Fabi Latuan itu juga diduga ada kaitannya dengan Bank NTT..?

“Jadi supaya jelas dan terang serta menjawab semua dugaan liar yang berkembang, kita minta Polresta Kupang segera panggil dan periksa mereka (Dirut dan Komut Bank NTT, red) terkait si debt collector MT itu. Sebab muncul suara miring dalam masyarakat sebagaimana pernah tersiar di berbagai pemberitaan bahwa Bank NTT diduga memperkerjakan preman untuk ancam nasabah,” bebernya.

Menurut Advokad Peradi ini, pemeriksaan terhadap Dirut dan Komut Bank NTT sangat  penting dilakukan, karena Bank NTT selama ini merupakan bagian dari sorotan kritis wartawan Fabi Latuan dan tim medianya, terutama terkait beberapa kasus dugaan korupsi di Bank NTT, antara lain :
1) Pembelian MTN Rp.50 Miliyar;
2) Kredit Fiktif/Take Over Fiktif PT. Budimas Pundinusa Rp 130 M;
3) Kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu Sumba Timur Rp 2,6 Milyar;
4) Dugaan kasus kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya senilai Rp 126,5 Milyar; dan
5) Kredit Fiktif sebanyak 669 senilai Rp 13,4 M temuan OJK yang telah dihapus buku; dst.

Meridian berpandangan, bahwa pemeriksaan terhadap Dirut dan Komut Bank NTT sangat penting guna mengusut kasus percobaan pembunuhan wartawan Fabi Latuan secara tuntas dan seadil-adilnya.

“Jangan sampai MT dan kawan-kawan hanya menjadi korban pasang badan di kasus Fabi Latuan ini, sementara pihak yang merencanakan dan memerintahkan MT cs cuci tangan dan bebas,” tegasnya.

Informasi yang dihimpun tim media ini dari sumber internal Bank NTT yang meminta namanya dirahasiakan, istri MT juga adalah karyawati salah satu Kantor Cabang Bank NTT.

“Artinya dugaan bahwa MT adalah bagian dari Bank NTT, sebagai debt collector cukup memiliki korelasi mendasar, dan karena itu Dirut dan Komut perlu diperiksa,” jelasnya.

Direktur Utama Bank NTT, Aleks Riwu Kaho yang dikonfirmasi tim media ini pada Selasa, (10/05/2022) pukul 11:04 WITA melalui WhatsApp (WA) terkait status Debt Collector MT di Bank NTT dan dugaan keterlibatan Bank NTT di kasus upaya pembunuhan terhadap wartawan Fabi Latuan, tidak menjawab meski telah membaca pesan WA dari tim media ini.

Sementara itu Komisaris Utama Bank NTT, Juvenile Jodjana yang dikonfirmasi tim media ini pada hari Selasa  (10/05/2022) pukul 15:18 Wita, enggan memberikan tanggapan/ bantahannya secara langsung.

Namun pada hari sama tepatnya pukul 17: 13 WITA ada pesan masuk dari nomor baru yang mengaku sebagai staf dari Dewan Komisaris Bank NTT kepada tim media ini. Dalam pesannya tersebut,  orang yang tidak berani menyebutkan identitas diri meski diminta oleh tim media, menyampaikan mhon ( mohon) maaf,.. saya staf dari Dewan Komisaris Bank NTT,. mhon (mohon) maaf sblumnya ( sebelumnya) karena hal teknis maka dari Dewan Komisaris kami tdk (tidak) membalas Wa bpk (bapak),..untuk itu dpt ( dapat) kami smpaikan ( sampaikan),apabila ada hal2 terkait operasional bank kami yg (yang) ingin bpk(bapak) tnyakan (tanyakan)/konfirmasi, silahkan hubungi pihak humas kami an (atas nama). IBU TREACY, 0812368XXX. Terima kasih. Dan langsung memblokir nomor wartawan tim media ini.

Sesuai arahan tersebut keesokan harinya ( 11/05/2022) pukul 07: 28 WITA tim media ini pun mengkonfirmasi kepada  ibu Treacy bagian humas bank NTT.  Tepatnya pukul 11.06 ibu Treacy membalas WA tim media ini dengan kalimat ” Salam kenal pak pemred 76.com”.  Atas respon tersebut, tim media ini pun sekali lagi meminta tanggapan/bantahan/klarifikasi  dari pihak Bank NTT, namun permintaan tersebut sama sekali tidak ditanggapi. Namun pada pukul 11 : 45 ibu yang mengaku bernama Treacy ini hanya mengirim pesan gambar/stiker yang bergambar Bank NTT dan terima kasih. (SN/TIM)

Kategori
Berita Daerah

Pegiat Anti Korupsi Desak Gubernur VBL Copot Dirut Bank NTT Karena Gagal Capai Target Laba Bersih Rp 500 M

Spiritnesia.Com, Jakarta – Pegiat anti korupsi yang tergabung dalam Gerakan Republik Anti Korupsi (GRAK), dan Forum Pemuda Penggerak Perdamaian dan Keadilan (FORMADDA) NTT mendesak Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (VBL) untuk segera mencopot Dirut Bank NTT, Hary Alexander Riwu Kaho (HARK), karena dinilai sudah 2 (dua) Tahun Buku (2020 dan 2021) gagal mencapai target keuntungan/laba bersih bank NTT sebesar 500 Milyar. Capaian laba bersih bank NTT di 2 tahun kepemimpinan HARK bahkan lebih kecil (Tahun 2020 Rp 236,286 Milyar dan tahun 2021 Rp 228,268 Milyar) dibanding Tahun Buku 2019 yaitu Rp 236,475 Milyar. Selain itu, HARK juga diduga terlibat langsung kasus Pembelian MTN 50 Milyar dan bahkan pernah menjadi tersangka kasus kredit fiktif Bank NTT Cabang Waingapu tahun 2013 senilai Rp 2,6 Milyar.

Demikian disampaikan Ketua GRAK dan FORMMADA NTT, Yohanes Hegon Kelen Kedati dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Selasa (12/04/2022), menyoroti kinerja Dirut Bank NTT, HARK mendongkrak capaian laba bank NTT tahun 2020-2021.

“Mengapa Dirut Bank NTT yang diduga bermasalah dan tidak capai target keuntungan/laba dibiarkan memimpin bank NTT, bahkan cenderung “dibela” oleh Pemegang saham? Ini aneh. Apakah ada kongkalikong antara Dirut Bank NTT dan para Pemegang Saham yang nota bene adalah Kepala Daerah? Mengapa Pak Viktor terkesan mempertahankan HARK? Ada hubungan ‘mesra’ apa diantara mereka? Pak Viktor harus tegas dan segera copot HARK dari dirut Bank NTT,” tulisnya.

Hegon Kelen menjelaskan, bahwa pada tahun 2019, ketika menon-aktifkan mantan Dirut Bank NTT, Izhak Eduard Rihi karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar Gubernur VBL selaku PSP (Pemegang Saham Pengendali) saat itu mengatakan, “Dalam RRUPS tadi kami sepakat non-aktifkan Direktur Utama (Izak Rihi, red). Ini karena target laba yang diberikan tidak tercapai. Jauh di bawah harapan dan sangat kecil. Hanya sekitar Rp 200-an Milyar. Perlu penyegaran dan butuh orang bekerja agak ekstrim yang positif.”

Penonaktifan Dirut Bank NTT itu (Izak Rihi, red), kata Hegon Kelen mengutip penjelasan Gubernur VBL kala itu terkait pencopotan Izak Rihi dari jabatan Dirut Bank NTT, karena tidak mencapai target laba Rp 500 Milyar yang sudah disepakati dalam naskah dan komitmen kerja saat Izak dilantik (https://www.gatra.com/news-478082-ekonomi-rups-di-tengah-pandemi-ini-penyebab-dirut-bank-ntt-dicopot-.html).

“Konskwensinya, diganti. Itu saja. Kita perlu kerja yang lebih ekstrim menghadapi tahun yang sulit seperti sekarang. Karena itu harus kerja keras penuhi target apalagi pada tahun 2024 nanti Modal Inti harus mencapai Rp 3 trilyun. Sekarang masih kurang Rp 1,2 trilyun. Karena itu harus kerja keras dengan pola berlari yang harus luar biasa. Langkah yang diambil harus mampu menekan NPL yang ada sehingga tidak menggerus keuntungan di tahun yang akan datang. Untuk itu perlu ada pembenahan-pembenahan dan tim kerja yang baik. Kita tidak butuh superman tapi kita butuh tim yang solid dan support,” beber Hegon Kelen mengulang penjelasan Gubernur VBL saat itu.

Hegon Kelen lanjut menjelaskan, bahwa saat ini publik NTT pun sedang menunggu komitmen Gubernur VBL bagi Bank NTT untuk mencapai target Rp 3 trilyun sebelum masa jabatannya berakhir di tahun 2023. Target yang harus dicapai oleh Bank NTT yaitu memenuhi Modal Inti Minimum paling sedikit Rp 3 trilyun paling lambat tanggal 31 Desember 2024, sebagaimana tertuang dalam Peraturan OJK RI Nomor 12 /POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

“Bagaimana Bank NTT dapat memiliki modal inti sebesar Rp 3 trilyun diakhir tahun 2024 kalau capaian keuntungan/Labanya dua tahun Buku tidak sampai Rp 500 Miliar?” kritiknya.

Hegon Kelen pun bertanya, jikalau bank NTT dibawah kepemimpinan HARK tidak penuhi modal inti sebesar Rp 3 Trilyun, apakah nanti akan ada penyertaan modal yang lebih besar lagi? Karena pasal 8 ayat 5 Peraturan OJK RI nomor 12 /pojk.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum tertulis, “Bagi Bank milik pemerintah daerah wajib memenuhi Modal Inti minimum paling sedikit Rp3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat tanggal 31 Desember 2024.”

Hegon Kelen juga membeberkan, ketika Bank NTT meraih penghargaan dari dua kategori sekaligus, yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 dan Improving Community Engagement on the Utilization of Banking Services, CEO dan Chief Editor Warta Ekonomi, Muhammad Ihsan saat menyerahkan penghargaan mengatakan, bahwa Gelar pertama yakni Very Good Financial Performance of Indonesia Best BPD 2021 diraih Bank NTT karena telah mencatat pertumbuhan aset yang luar biasa, yakni sebesar 15,56%, dari Rp14,7 trilyun pada Desember 2020 menjadi Rp17,1 trilyun pada September 2021. Di samping itu, total laba komprehensif tahun berjalan tumbuh 48,5% dari Rp142,5 milyar pada kwartal III 2020 menjadi Rp 211,8 milyar pada kwartal III tahun 2021. (https://rakyatntt.com/catat-laba-485-bank-ntt-raih-best-bpd-award-tahun-2021/#:~:text=Di%20samping%20itu%2C%20total%20laba,pada%20kwartal%20III%20tahun%202021.) “Ini artinya Bank NTT gagal capai target laba bersih Rp 500 Miliar,” tegasnya.

Hegon Kelen juga melontarkan kritik, bahwa terkait dengan penyertaan modal tersebut, Gubernur VBL sebagai Kepala Daerah dinilai kurang patuh terhadap Peraturan yang berlaku. Hal ini dapat dilihat dari LHP BPK Nomor: 91.A/LHP/XIX.KUP/05/2021, yang mana dalam LHP tersebut diuraikan tentang adanya penyertaan modal yang belum diperdakan yaitu:

1. Kepemilikan saham perseroan sebanyak 1.500 lembar pada PT Semen Kupang;

2. Dana cadangan yang dikapitalisasi sebagai penyertaan modal tambahan oleh Bank NTT senilai Rp 27.545.550.000,00

3. Penyertaan modal ke Jamkrida senilai Rp 25.000.000.000,00.

Terkait hal ini, PK merekomendasikan kepada Gubernur NTT agar menginstruksikan kepada Sekretaris Daerah untuk Mengusulkan penetapan Perda terkait 3 hal tersebut.

“Sampai hari ini kita belum tahu apakah rekomendasi dari BPK ini sudah ditindaklanjuti atau belum. Apabila belum dikerjakan, maka ini menjadi catatan buruk dalam pemerintahan Pak Viktor Laiskodat, karena kita tahu bahwa rekomendasi BPK wajib ditindaklanjuti oleh Kepala Daerah Intinya kita mendesak Pak Viktor Laiskodat sebagai Gubernur NTT untuk lakukan dua hal yaitu: Pertama, copot HARK dari jabatan Dirut Bank NTT dan segera selesaikan ‘masalah’ di Bank NTT. Termasuk dalam hal ini adalah membuat Perda atau payung hukum terkait penyertaan modal di beberapa BUMD”, ujarnya.

Kepada Gubernur VBL, Hegon Kelen berpesan agar “sebelum turun dari jabatannya pada tahun 2023, diharapkan VBL selaku gubernur NTT sekaligus PSP di Bank NTT dapat menyelesaikan masalah di Bank NTT dan memastikan target modal inti Rp 3 trilyun Bank NTT tercapai. Kalau bisa tanpa penyertaan modal. “Kami tidak mau Bank NTT bangkut. Kami desak Pak Viktor untuk segera copot HARK dari jabatannya sebagai Dirut Bank NTT,” tegasnya lagi. (SN/tim)