Ket. KPA Indonesia saat melaksanakan Konferensi pers yang dilaksanakan secara daring pada Minggu, 16/11/2025. (Dok. SN)
Spiritnesia.com, Jakarta – Sekertaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Indonesia, Dewi Kartika, menyatakan bahwa masalah agraria di Indonesia disebabkan oleh penerbitan izin-izin yang tidak tepat oleh kementerian dan lembaga terkait. Ia menekankan bahwa reforma agraria harus dilakukan dengan mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang telah terlampau di masa lalu.
Hal ini disampaikan Sekertaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Indonesia, Dewi Kartika dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring pada Minggu, 16/11/2025.
“Reforma agraria tidak hanya berdampak bagi kaum Tani, bagi petani dalam konteks redistribusi tanah saja, tetapi juga dalam konteks pemulihan hak dan pengakuan hak-hak masyarakat adat,” kata Dewi Kartika.
Dewi Kartika juga mengkritisi pelaksanaan reforma agraria yang telah dilakukan oleh pemerintah, yang menurutnya masih bersifat parsial dan tidak fokus pada upaya mendistribusikan tanah masyarakat dan mengakui hak-hak masyarakat adat.
“Kita masih mengkritisi bahwa reforma agraria yang dijalankan oleh pemerintahan di lintas periode dari sejak pemerintahan mantap Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red) waktu itu namanya PPN kemudian Presiden Jokowi mentargetkan 9 juta sampai dengan sekarang ini masih yang bersifat parsial dan seringkali masih disempitkan menjadi program sertifikasi tanah biasa,” katanya.
Dewi Kartika menekankan bahwa satu-satunya jalan untuk menyelesaikan masalah agraria adalah dengan pembentukan badan pelaksana reforma agraria yang independen dan tidak dipengaruhi oleh kementerian dan lembaga terkait.
“Kita mendesak mendesakkan satu-satunya jalan adalah badan pelaksana RA di mana posisi menteri dan lembaga kementerian dan lembaga tidak menjadi bagian dari badan pelaksana ini,” katanya.
