Kasus Penyalahgunaan Rp 16 Miliar di DPRD Tolikara Tahun 2017, Pegiat Anti Korupsi Kembali Datangi Gedung Merah Putih

 

Spiritnesia.com, JAKARTA – Pegiat anti korupsi yang terhimpun dalam Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi (Kompak) Indonesia dan Pegiat Anti Korupsi, Jumat (19/7) sekitar pukul 10.30 WIB kembali mendatangi Kantor Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Kehadiran sejumlah pegiat anti korupsi bertujuan mengkonfirmasi tindak lanjut laporan resmi Kompak Indonesia sebelumnya saat menggelar aksi unjuk rasa di Kantor KPK atau Gedung Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Kelurahan Guntur, Kecamatan Setia Budi, Jakarta Selatan, Senin (1/7) pukul 09.00 WIB.

“Hari ini kami kembali mendatangi kantor KPK RI untuk mengkonfirmasi tindak lanjut laporan kami terkait kasus penyalahgunaan di DPRD Kabupaten Tolikara tahun 2017 sebesar Rp 16 miliar lebih,” ujar Ketua Kompak Indonesia Gabriel de Sola kepada wartawan di Gedung KPK RI, Jakarta, Jumat (19/7).

Penyalahgunaan keuangan di DPRD Tolikara tahun 2017 tersebut berdasarkan hasil laporan pemeriksaan BPK RI Wilayah Papua jelas menunjukkan Rp 16 miliar lebih uang rakyat kabupaten itu tidak dapat dipertanggungjawabkan. Kuat dugaan uang itu disalahgunakan pejabat tertentu dan kasusnya dipimpong ke sana kemari tak menentu.

“Kami tidak hanya mengadukan kasus penyalahgunaan Rp 16 miliar di DPRD Tolikara tahun 2017. Kami juga meminta KPK indikasi kuat penyimpangan dana desa desa dan dana pembangunan lainnya di sejumlah OPD di Tolikara. Uang miliaran hingga triliunan bersumber kas negara seenak perut disalahgunakan oknum tak bertanggung jawab lalu membuat masyarakat menderita,” kata de Sola.

Proses penanganan kasus dugaan korupsi juga diminta agar mendapat atensi Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, Kementerian Dalam Negeri, Kejaksaan Agung,  Mabes Polri, dan BPKP Republik Indonesia. Namun,  hingga kini belum mendapat atensi.

“Saat aksi damai 1 Juli lalu, kami juga meminta Presiden dan Menteri Dalam Negeri agar memberi atensi terhadap sepak terjang oknum pejabat daerah di Tolikara karena menyalahgunakan keuangan di DPRD Tolikara tahun 2017 belasan miliar berdasarkan hasil pemeriksaan BPK RI Wilayah Papua,” kata de Sola lebih lanjut.

Menurut de Sola, salinan laporan hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Papua menunjukkan telah terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan keuangan APBD di Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara Tahun Anggaran 2017 senilai Rp 16.108.000.000.

Polda Papua telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat terkait di Tolikara di balik kasus itu. BPKP Provinsi Papua kemudian melakukan audit investigatif. Namun hingga kini pihak BPKP Provinsi Papua belum menyampaikan audit investigasinya kepada publik khususnya masyarakat Tolikara dan Papua Pegunungan.

“Kami minta Presiden Joko Widodo melalui BPKP RI mengevaluasi kinerja BPKP Provinsi Papua karena lamban menunaikan mandat formalnya. Ada apa dengan itu? Apakah tidak ada auditor BPKP atau belum ada dana, biaya untuk memfasilitasi tim melakukan audit investigasi. Kuat dugaan ada upaya memperlambat proses lanjutan pemeriksaan oleh Polda Papua,” kata de Sola kepada wartawan di Jakarta, Minggu (7/7).

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Perwakilan Provinsi Papua atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara Nomor 17.C/LHP/XIX.JYP/06/2018 tanggal 21 Juni 2018, realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Kabupaten Tolikara senilai Rp. 16.108.000.000 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

Hasil temuan BPK tersebut sudah diadukan ke Polda Papua, namun tak kunjung ada proses hukum selanjutnya. Deiron Wenda, salah seorang warga pada 11 Oktober 2023 juga sudah mengadukan kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara sebesar Rp 16 miliar lebih di Setwan Tolikara ke Polda Papua melalui Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus, namun nasib aduannya belum ditindaklanjuti hingga saat ini.

Salinan hasil laporan BPK RI Perwakilan Papua menyebutkan, realisasi belanja makanan dan minuman pada Sekretariat DPRD Tolikara senilai Rp 16.108.000.000 tidak sesuai dengan kondisi senyatanya. Pemkab Tolikara menyajikan realisasi belanja barang dalam laporan realisasi anggaran (LRA) per 31 Desember 2017 dan 2016 masing-masing sebesar Rp 405.096.953.650 dan Rp 358.679.082.413. Realisasi belanja barang tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp 46.417.871.237 atau sebesar 12,94 persen dari tahun sebelumnya.

Sekretariat DPRD Tolikara menganggarkan belanja barang dan jasa senilai Rp 66.021.345.000 dan direalisasikan senilai Rp 36.356.354.000 atau sebesar 55,07 persen. Belanja barang dan jasa tersebut antara lain berupa belanja makanan dan minuman. Hasil pengujian uji petik terhadap bukti surat pertanggung jawaban (SPJ) perangkat daerah di atas diketahui terdapat bukti SPJ belanja makanan dan minuman yang tidak sesuai kondisi senyatanya pada Sekretariat DPRD.

Hasil pemeriksaan uji petik atas bukti SPJ atas belanja makanan dan minuman pada tabel laporan BPK RI Perwakilan Papua, yaitu untuk belanja makanan dan minuman untuk pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Rapperda) senilai Rp 4.000.000.000 diketahui terdapat bukti pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman yang diragukan kebenarannya.

Keraguan kebenaran tersebut berikut. Pertama, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan F untuk kegiatan pembahasan Raperda tangga 27 September 2017 sebanyak 490 porsi senilai Rp 500.000.000.

Dari hasil konfirmasi tanggal 13 Mei 2018 ke pemilik Rumah Makan F selaku penyedia, diketahui bahwa harga untuk 490 porsi makanan dan minuman adalah sebesar lebih rendah Rp 173.538.800 daripada harga yang tercantum pada bukti SPJ sebesar Rp 500.000.000.

Kedua, SPJ atas pekerjaan makanan dan minuman kepada Rumah Makan A untuk kegiatan Raperda tanggal 26 September 2017 sebanyak 500 porsi senilai Rp 500.000.000. Dari hasil konfirmasi tanggal 12 Mei 2018 ke masyarakat sekitar Rumah Makan A selaku penyedia, diketahui bahwa Rumah Makan A tersebut pada tahun 2017 sudah tutup. Dengan demikian, pelaksanaan pekerjaan tidak diyakini keterjadiannya.

Berdasarkan hasil permintaan keterangan kepada Sekretaris DPRD tanggal 14 Mei 2018, yang bersangkutan mengakui bahwa SPJ belanja makanan dan minuman tersebut tidak sesuai dengan kondisi senyatanya.

Kegiatan pembahasan Rapperda memang benar dilakukan, namun nota dan bukti-bukti dalam SPJ dibuat tidak sesuai dengan kondisi senyatanya dalam hal volume maupun harga. Di antaranya bukti dari Rumah Makan A dan Rumah Makan F, di mana dalam realisasinya tidak sebesar itu, bukti tersebut dibuat hanya untuk memenuhi administrasi.

Hal tersebut dilakukan karena anggota DPRD meminta dana tersebut dicairkan secara tunai. Namun atas kondisi tersebut, Sekretaris DPRD tidak memiliki bukti atau dokumen yang mendukung seperti serah terima uang tunai, daftar kehadiran Rapperda, dan bukti-bukti belanja makanan dan minuman yang riil. Bukti-bukti tersebut dibawa oleh Bendahara Pengeluaran yang lama dan keberadaanya tidak dapat dihubungi.

Hasil pemeriksaan atas dokumen SPJ dan permintaan keterangan Sekretaris DPRD Tolikara tersebut juga diketahui bahwa pembuatan bukti SPJ yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya tersebut juga dilakukan pada belanja makanan dan minuman atas 12 kegiatan tersebut di atas senilai Rp 16.108.000.000.

Selanjutnya dari hasil permintaan keterangan lanjut kepada anggota DPRD diketahui bahwa anggota DPRD tersebut menyatakan tidak menerima uang terkait belanja makanan dan minuman, baik pada kegiatan pembahasan Rapperda maupun kegiatan lainnya.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 21 Tahun 2011 Pasal 132.

Pasal 132 Ayat 1 Permendagri Nomor 21 Tahun 2011 menyatakan, setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung bukti yang lengkap dan sah. Kemudian, Ayat 2 menyatakan bahwa bukti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus mendapat pengesahan oleh pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti dimaksud.

Hal tersebut mengakibatkan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan Sekretariat DPRD Tolikara tidak dapat diyakini kewajarannya senilai Rp 16.108.000.000. Hal tersebut disebabkan karena Sekretaris DPRD Tolikara lalai merealisasikan belanja makanan dan minuman pada 12 kegiatan DPRD Tolikara sesuai kondisi senyatanya.

Atas permasalahan tersebut Pemerintah Kabupaten Tolikara melalui Sekretaris DPRD menyatakan sependapat dan berkomitmen penuh untuk membenahi kondisi yang ada sehingga dikemudian hari tidak terulang lagi kesalahan yang sama.

BPK RI juga merekomendasikan kepada Bupati Tolikara agar memberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada Sekretaris DPRD terkait pertanggungjawaban belanja makanan dan minuman tidak sesuai kondisi senyatanya. Kemudian memerintahkan Sekretaris DPRD Tolikara mempertanggungjawabkan nilai belanja makanan dan minuman yang tidak sesuai dengan kondisi senyatanya setelah melalui verifikasi inspektorat. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *