Spiritnesia.com, JAKARTA – Organisasi BEM Nusantara DKI Jakarta dan BEM Nusantara NTT bersama Keluarga Sabu Jakarta akan mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (RI) dan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) RI untuk demonstrasi. Kami minta dan desak Kejagung dan KPK untuk segera mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dana Bantuan Sosial (Bansos) Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran (TA) 2013-2015 senilai Rp35 Miliar yang lama mangkrak di Kejati NTT.
Demikian disampaikan Hemax Herewila selaku Koordinator Aksi Demonstrasi BEM Nusantara Jakarta dan BEM Nusantara NTT bersama Ikatan Keluarga Besar Sabu Jakarta ketika dikonfirmasi awak tim media ini pada Rabu, 28 Agustus 2024, terkait rencana aksi mereka di Depan Kejagung dan KPK pada 2 September 2024 mendatang.
“Kami akan turun ke Kejaksaan Agung dan Gedung Merah Putih (KPK, red) pada 2 September 2024 untuk aksi menuntut Kejagung untuk ambil alih penanganan dugaan kasus korupsi dana Bansos Sabu Raijua TA 2023-2015, yang dugaan kami didiamkan Kejati NTT hingga hari ini. Kami juga akan ke KPK minta KPK panggil dan periksa Bupati Sabu Raijua periode 2011-2016 untuk diperiksa terkait kasus ini,” jelas Hemax.
Menurut Aktivis Anti Korupsi itu, kasus Bansos Sabu Raijua itu ditangani Kejati NTT sejak tahun 2018 hingga saat ini belum menunjukkan progress berarti. Juga belum ada penetapan tersangka. Padahal, ratusan orang termasuk pejabat daerah di Kabupaten Sabu Raijua telah diperiksa penyidik Kejati NTT terkait kasus ini.
Beberapa orang diantaranya yang telah diperiksa dalam kasus ini, kata Hemax, yaitu mantan Bupati Sabu Raijua, Marthen Dira Tome (MDT), mantan Wakil Bupati Sabu Raijua (bupati Sarai saat ini, red), Nikodemus Rihi Heke, mantan Sekda Sarai, Yulius Uly bersama Kepala Dinas PPKAD.
Namun pasca pemeriksaan ratusan saksi tersebut, lanjut Hemax, Kejati NTT diam dan kelanjutan informasi hasil penanganan kasus tersebut ke masyarakat Sabu Raijua, dan NTT pada umumnya pun terputus.
”Adapun tuntutan kami nanti di Kejagung yaitu mendesak Kejagung ambil alih kasus ini dari Kejati NTT. Lalu mendesak Kejagung RI segera menetapkan tersangkanya. Selain itu, juga mendesak Kejagung RI untuk lakukan evaluasi terhadap aparat Kejati NTT yang menangani kasus Bansos Sabu Raijua,” bebernya.
Sedangkan untuk aksi di Gedung KPK, Hemax menjelaskan, bahwa Ikatan Keluarga Besar sabu Jakarta bersam BEM Nusantara DKI Jakarta dan BEN Nusantara NTT akan menuntut, agar KPK segera memanggil dan memeriksa Bupati Sabu Raijua periode 2011-2016 (Marthen Dira Tome, red) terkait kasus dugaan korupsi dana Bansos Sabu Raijua TA 2013-2015 senilai Rp35 Miliar.
Lebih dari itu, lanjut Hemax, mereka akan meminta KPK segera membentuk tim investigasi guna menyelidiki kasus dugaan korupsi dan Bansos tersebut.
Pernah diberitakan tim media ini sebelumnya (12/07/2024), diketahui Belanja Hibah, Bantuan Sosial, Bantuan Keuangan dan Belanja Tak Terduga sebesar Rp35.370.600.000 (Rp35,3 M) Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua Tahun Anggaran (TA) 2014 yang dikelola Dinas PPKAD bermasalah.
Hal itu terungkap dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI tertanggal 22 Juni 2015. Menurut BPK RI, hasil pemeriksaan atas dokumen pertanggungjawaban penggunaan dana diketahui bahwa atas belanja hiban, bantuan sosial dan bantuan keuangan yang telah disalurkan pada TA 2014, terdapat penerima yang belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.
“Hingga akhir pemeriksaan per 8 Juni 2015, laporan pertanggungjawaban penggunaan dana bantuan yang belum disampaikan oleh penerima hibah dan bantuan (Bansos dan Bantuan Keuangan) sebesar Rp 4.425.775.653,” tulis BPK RI.
BPK RI merincikan, 1)Dana Hibah yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 50.640.655 dari realisasi belanja hibah Rp 1.717.000.000; 2)Dana Bansos yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 489.980.000 dari realisasi belanja Bansos Rp 6.250.000.000; dan 3) Balanja Bantuan Keuangan yang belum dipertanggungjawabkan sebesar Rp 3.885.154.998 dari realisasi belanja Bantuan Keuangan Rp 21.772.615.140.
Untuk belanja Hibah TA 2014, terdapat belanja Hibah sebesar Rp 1.717.000.000 kepada 4 lembaga penerima yang tidak digunakan. Namun dana tersebut telah dicairkan sebesar Rp 1.308.807.070.
Sedangkan untuk Dana Bansos BPK RI dalam laporannya mengatakan, “Pemeriksaan terhadap daftar penerima bantuan sosial TA 2014 diketahui terdapat penyaluran bantuan sosial kepada penerima yang tidak memenuhi kriteria penerima bantuan (yang memiliki risiko sosial, red) sebesar Rp 547.700.000 (dengan rincian terlampir, red),” tulis BPK.
Selain itu, hasil konfirmasi kepada penerima Bansos diketahui bahwa terdapat Bansos untuk renovasi rumah adat Kelompok Wawa Rae sebesar Rp50 juta belum dilaksanakan. Namun dana tersebut telah disetor ke Kas Daerah pada tanggal 3 Juni 2015.
Sedangkan untuk belanja bantuan keuangan terdapat kelebihan pemberian bantuan kepada 3 Parpol sebesar Rp 25,8 juta. Hingga pemeriksaan berakhir, kelebihan tersebut belum disetor ke Kas Daerah. (tim)