Kategori
Berita Hukum& Kriminal

Gabriel Goa Minta Kapolda NTT Proses dan Copot Dua Oknum Polres SBD yang Bertindak Barbar Terhadap Nereus Eno

Spiritnesia.com, JAKARTA – Lembaga Hukum dan HAM PADMA (Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian) Indonesia minta Kapolda NTT, Irjen Pol. Daniel Tahi Monang untuk menindak tegas dua oknum Anggota Polres SBD (Brigpol Dermawanto Ledi dan Brigpol Matheus Nong Djuang), yang telah melakukan penganiayaan secara barbar kepada Nereus Achilleus Eno (warga Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara/TTU, red) di Wilayah Reda Pada Wewewa Barat, Kabupaten SBD.

Permintaan itu disampaikan Ketua Pembina PADMA Indonesia, Gabriel Goa melalui sambungan telepon selulernya kepada media ini pada Sabtu, 07 September 2024, menanggapi kasus penganiayaan warga Kota Kefamenanu Kabupaten TTU di wilayah SBD.

“Polisi itu seharusnya menjadi pengayom masyarakat, melindungi masyarakat dari tindakan premanisme atau aksi anarkis. Kalau polisi berubah jadi main hakim sendiri dan bertindak seperti preman dan barbar. Ya harus dievaluasi, mungkin cocoknya jadi preman pasar. Jadi Kita minta pak Kapolda melalui pak Kapolres SBS untuk proses dan pecat dua oknum polisi ini,” tegas Gabriel Goa.

Menurut pegiat Hukum dan HAM itu, Tugas dan Wewenang serta Fungsinya sebagaimana perintah UU No 2 Tahun 2002  yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya menjadi preman dan monster bagi masyarakat kecil.

“Ini bentuk pelanggaran terhadap undang-undang tentang Polri, bahkan pelanggaran terhadap HAM korban Nereus Eno. Kita geram membaca pemberitaan media, bahwa korban dianiaya polisi yang seharusnya menggunakan pendekatan humanis, bukan barbarism. Sekali lagi pak Kapolda, kita minta serius atensi kasus ini. Pecat aja dua anggota  bapak yang preman itu,” tegasnya lagi.

Selain itu, lanjut Gabriel, institusi POLRI juga memiliki kode etik sebagaimana diatur dalam Perkapolri (Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia) Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Indonesia, berisi hal-hal yang diwajibkan, dilarang, atau tidak patut dilakukan oleh anggota Polri.

“Keduanya melanggar etika kemasyarakat dengan bersikap dan berucap serta bertindak sewenang-wenang sebagaimana pasal 12 poin e. Selain itu melanggar pasal 13 poin m Kode Etik Polri yakni melakukan tindakan kekerasan, berperilaku kasar dantidak patut. Jadi pak  Kapolda NTT dan pak Kapolres SBD, kami minta disiplin anggota bapak dan pecat dua oknum polisi ini pak,” pintanya.

Hal senada disampaikan Ketua LSM LPPDM (Lembaga Pengkaji Peneliti Demokrasi Masyarakat) Indonesia, Marsel Ahang, S.H menanggapi aksi premanisme dua oknum Polisi Polres SBD itu.

Ia mendesak Propam Polda NTT untuk memproses dugaan pelanggaran kode etik dua anggota Polres SBD arogan itu. Tindakan premanisme dua oknum polisi tersebut (Dermawanto Ledi dan Matheus Nong Djuang menurutnya adalah indikasi ketidakmampuan Kapolres SBS, AKBP Sigit Harimbawan dalam membina anak buahnya menjadi pengayom masyarakat yang baik.

“Kita merasa geram, tidak hanya dengan dua polisi pecundang dan yang barbar itu, tetapi juga termasuk pak Kapolres SBD yang tidak mampu membina anak buahnya. Polisi itu sebenarnya pengayom dan pelindung masyarakat. Tidak jamannya lagi anggota polisi memakai tangan besi menganiaya masyarakat,” kritiknya.

Ia menilai sikap arogansi Anggota Polres SBD yakni Dermawanto Ledi dan Matheus Nong Djuang perlu ditindak tegas, sehingga menjadi pembelajaran bagi aparat Polri lainnya.

“Keduanya harus diberi sanksi tegas. Kami dari LPPDM janji akan kawal kasus ini hingga tuntas, sehingga pak Kapolres kami ingatkan jangan coba-coba petieskan kasus ini. Karena ini menyangkut HAM masyarakat sipil yang dilindas aparat tak beradab itu,” ujarnya keras.

Menurutnya, bilamana dibalik kasus ini terindikasi dua polisi tersebut yakni Dermawanto Ledi dan Matheus Nong Djuang mengidap gangguan kejiwaan, maka disarankan agar Kapolres SBD AKBP Sigit segera memeriksakan dua anggotanya it uke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Naimata Kupang, agar mendapatkan pertolongan segera.

“Jika oknum anggota polisi tersebut dianggap sakit jiwa, tugas Kapolres harus membimbing anggotanya. Bila perlu bawa anggotanya untuk diperiksa di rumah sakit jiwa Kupang,” sarannya.

Kapolres SBD, AKBP Sigit Harimbawan yang dikonfirmasi awak media ini via pesan WhatssApp/WA pada Sabtu, 07 September 2024 terkait kasus tersebut menjelaskan, bahwa dua oknum polisi itu saat ini sedang menjalani pemeriksaan Propam Polres SBD.

“Untuk anggota tersebut (Brigpol Dermawanto Ledi dan Brigpol Matheus Non Djuang, red) sedang dalam proses pemeriksaan Propam pak,” bebernya.

Kapolda NTT, Irjen Pol Daniel Tahi Monang Silitonga, S.H., MH yang dikonfirmasi awak media ini dihari yang sama via pesan WA belum menjawab. Walau demikian, pesan konfirmasi wartawan tertanda tersampaikan, telah dilihat dan dibaca.

Penganiayaan tersebut tersebut terjadi pada 5 September 2024 lalu, saat korban mengendarai satu unit mobil pick up arah Waimangura Sumba Timur menuju Watebula. Sementara oknum polisi Dermawanto Ledi dari arah Weetebula.

Saat sampai di jalan Watu Kanggorok, Dermawanto Ledi (pelaku, red) muncul dari arah belakang kendaraan roda empat yang dikendarai korban (Nereus A. Eno). Saat itu korban tanpa sengaja membuang luda ke jalan dan tanpa sengaja mengenai Dermawanto Ledi.

Karena hal itu, pelaku (Dermawanto Ledi) menghentikan korban dan mobilnya. Korban Nereus saat itu pun menyampaikan  permohonan maaf ke  oknum polisi Dermawanto. Namun permintaan maaf korban tak dihiraukan.

Polisi Dermawanto yang saat itu sudah naik pitam lalu tanpa ampun memukul pipi korban. Polisi itu lalu menggiring korban menuju Polsek Kota Tambolaka. Dan sesampainya di di Polsek Tambolaka, korban dipukuli lagi Dermawanto dan menjebloskan korban ke dalam sel.

Saat di dalam sel, datanglah pelaku kedua yakni oknum polisi Matheus Nong Djuang dan langsung memukul korban di dalam sel. Korban dipukul dan ditendang secara brutal di wajah dan tubuh.

Meskipun korban walau meminta penjelasan alasan mengapa ia dipukuli atau dianiaya, namun para pelaku tetap melanjutkan penganiayaan tanpa menghiraukannya.

Atas peristiwa itu, korban lalu melalui Penasehat Hukumnya Anderias Lende Kandi, SH melaporkan kasus ini ke Propam Polres Sumba Barat Daya pada 6 September 2024 lalu (Nomor: LP/B/144/IX/2024/SPKT/POLRES SUMBA BARAT DAYA/POLDA NUSA TENGGARA TIMUR). Korban juga mendapatkan visum et repertum (VER). (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *