Spiritnesia.com, KOTA KUPANG – Fakta Persidangan dalam sidang lanjutan pemeriksaan saksi terkait kasus dugaan laporan palsu Ketua Araksi NTT (AB). Hakim meminta Kontraktor dalam pekerjaan Embung Nifu Boke, Mardan Tefa agar tak keluar kota.
Permintaan itu dilontarkan oleh Hakim Ketua, Sarlota M. Suek saat memimpin Sidang kasus dugaan Laporan palsu Ketua Araksi NTT yang didampingi dua Hakim Anggotanya, di Pengadilan Tipikor Kupang pada Jumat, (22/5/2023).
“Saudara saksi, Mardan Tefa jangan keluar Kota untuk sementara waktu,” pinta Hakim Sarlota.
Hakim Sarlota juga menanyakan tempat tinggal Kontraktor dalam pekerjaan embung nifu boke tersebut,
“Saudara (Mardan Tefa, red) tinggal dimana”?
Jawabnya, “Kefa yang Mulia.”
Kembali Hakim meminta, “Jangan keluar Kota dulu ya,” kata Ketua Hakim lagi.
Sementara itu, Penasehat Hukum (PH) dari Ketua Araksi NTT (AB), Ferdy Maktaen dan Jimy Haekase menyampaikan permohonan kepada Hakim agar bisa menghadirkan saksi dari Mardan Tefa,
” Ijin yang Mulia, kami mohon untuk saksi dari Mardan Tefa nanti dihadirkan juga,” pinta Jimy.
Ketua Hakim, Sarlota juga langsung menjawab permintaan PH bahwa “Kita ikuti permohonan PH ya,” ungkapnya.
Kembali lagi Hakim juga ingatkan kepada Kontraktor mardan Tefa, “Kalau tidak salah tidak usah takut. Apa yang ditakutkan kalau tidak salah?” tandas Ketua Hakim Sarlota Suek.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kuasa hukum Ketua Araksi NTT, AB yang didakwa JPU dalam dugaan laporan palsu membantah bahwa laporan kliennya melakukan tindakan pidana membuat laporan palsu terkait dugaan korupsi proyek pembangunan Embung Nifuboke dan pembangunan jalan di Kabupaten Timor Tengah Utara ( TTU) bukan laporan palsu.
Hal ini disampaikan Jemy Haekase, SH dan Ferdy Maktaen dalam wawancara bersama tim media ini, Rabu (22/03/2023).
“Hemat kami, apa yang disampaikan AB ke pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT itu bukan laporan palsu. Proyek Embung Nifuboke dan pembangunan jalan yang dilaporkan AB itu benar-benar ada dan tidak berfungsi dan/atau tidak sesuai spesifikasinya. Jadi bagaimana dikatakan palsu?’ tandas Jemy Haekase.
Buktinya lanjut Haekase, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT menindaklanjuti laporan AB dengan cara menunjuk salah satu orang Jaksa dari Kejati NTT turun ke Lokasi di TTU dan melihat langsung apa yang dilaporkan AB.
Selain itu, menurut Jemy, Kejati NTT juga telah mengeluarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) yang ditujukan keoada kliennya.
“Isinya menyampaikan laporan perkembangan penyelidikan atas laporan dugaan korupsi Embung Nifuboke dan Jalan yang dilaporkan klien kami,” ungkapnya.
Dengan demikian, kata Haekase, secara hukum bisa dipertanggungjawabkan bahwa itu bukan laporan palsu.
“Karena Kejati NTT telah merespon itu dan membuat SP2HP kepada Pelapor (AB) setelah melaporkan dugaan korupsi Embung Nifuboke dan pembangunan jalan,” tegasnya.
Oleh karena itu, Haekase sangat menyayangkan adanya kekeliruan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam penerapan pasal 23 UU Tipikor terhadap kliennya.
“Penerapan pasal 23 UU Tipikor seperti yang didakwakan oleh Jaksa bahwa itu adalah laporan palsu adalah kekeliruan. Ini sangat disayangkan,” kritiknya. (SN/Tim)