
Oplus_131072
Spiritnesia.com, Kupang – Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menegaskan bahwa aktivitas tambang galian C di wilayah Kelurahan Fatukoa, Kota Kupang, tidak mengantongi izin resmi.
Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Mineral dan Batubara (Kabid Minerba) ESDM NTT, Jemi E. Mela, saat ditemui tim media ini di ruang kerjanya pada, Selasa (10/6/2025).
Jemi Mela menekankan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan izin untuk kegiatan galian C di wilayah Fatukoa. Ia bahkan menyebut, saat ini hanya terdapat dua perusahaan yang memiliki izin resmi untuk aktivitas galian C di Kota Kupang.
“Di Fatukoa tidak ada izin tambang galian C. Kalau ada aktivitas di sana, itu ilegal! Di Kota Kupang hanya dua perusahaan yang punya izin, yakni PT Semen Kupang dan PT Fresli,” tegas Kabid Minerba ESDM NTT.
Menanggapi informasi terkait aktivitas alat berat yang diduga sedang melakukan penggalian material di sekitar permukiman warga Fatukoa, pihak ESDM NTT mendorong aparat penegak hukum (APH) untuk segera mengambil langkah tegas.
“Kegiatan seperti ini sudah menjadi kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH). Apalagi berada dekat permukiman,” imbuhnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Diduga Ada Galian C Ilegal di Fatukoa, Kota Kupang
Diduga ada tambang galian C ilegal di Kota Kupang. Galian C tersebut berada di wilayah RT 11, RW 003, Kelurahan Fatukoa, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berdasarkan pantauan video berdurasi sekitar 71 detik yang diterima tim media pada Sabtu, (07/6/2025), tampak satu unit alat berat jenis excavator berwarna kuning, tengah mengeruk tanah pada area berbukit yang cukup dekat dengan permukiman warga. Lokasi diduga kuat merupakan kawasan yang belum memiliki izin tambang resmi.
“Saya kaget lihat ada alat berat beroperasi. Garuk tanah muat di dump truck. Ini dekat sekali dengan rumah-rumah. Kalau hujan datang bisa bahaya,” ujar seorang warga yang enggan disebutkan namanya dan juga telah menyaksikan langsung aktivitas tersebut.
Dalam video tersebut terlihat jelas satu unit excavator tengah mengeruk tanah dan memindahkannya ke dalam sebuah dump truck juga berwarna kuning yang terparkir di lokasi.
Tak berselang lama, satu dump truck lainnya tampak datang menyusul dan ikut mengantre untuk mengangkut muatan urukan tanah. Di sekitar area penggalian juga tampak tumpukan batu yang diduga hasil dari aktivitas pengerukan itu.
Aktivitas itu tampak berlangsung teratur, menyerupai operasi pertambangan resmi seperti yang biasa terlihat di lokasi-lokasi yang memiliki izin.
Kegiatan tersebut menimbulkan kekhawatiran warga sekitar terkait dampak lingkungan yang mungkin timbul, seperti longsor dan kerusakan akses jalan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Kelurahan Fatukoa maupun Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT.
Sementara itu, otoritas terkait seperti Satpol PP dan aparat kepolisian diminta turun tangan untuk mengecek legalitas aktivitas tersebut.
Jika terbukti ilegal, maka aktivitas tersebut melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang mewajibkan setiap usaha pertambangan memiliki izin resmi dari pemerintah.
Catatan: Tim Media ini akan terus menelusuri perkembangan kasus tersebut dan akan meminta tanggapan dari pihak berwenang.
Dan dengan adanya klarifikasi dari ESDM NTT, publik kini menanti sikap tegas dari pihak Kepolisian dan Instansi terkait untuk menindaklanjuti dugaan pelanggaran hukum tersebut. Jika terbukti, pelaku tambang ilegal dapat dijerat dengan Undang-Undang Minerba dan peraturan lainnya yang berlaku.
Perlu diketahui bahwa, Aktivitas Tanpa Izin Berisiko Dipidana. Dan sebagai informasi, aktivitas pertambangan tanpa izin itu melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Seperti dikutip dari Pasal 158 UU Minerba menyebutkan:
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”
Artinya, pelaku galian C ilegal berpotensi dijerat dengan hukuman pidana berat. Selain itu, alat berat dan hasil tambang bisa disita sebagai barang bukti, dan lokasi tambang ditutup oleh aparat. Aktivitas ilegal juga merugikan negara dan daerah karena tidak menyumbang penerimaan resmi ke kas daerah. (Mel/SN)