Spiritnesia.com, JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Nusa Tenggara Timur (NTT) diduga berbohong soal progress penanganan kasus MTN Rp50 Miliar bank NTT masih di tahap penyelidikan. Padahal, faktanya kasus tersebut sudah ditahap penyidikan Pidsus Kejati NTT sejak 31 Mei 2024 (SPINT-350/N.3/Fd.1/05/2024 tanggal 31 Mei 2024).
Demikian disampaikan Ketua KOMPAK (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi) Indonesia, Gabriel Goa dalam rilis tertulis yang diterima tim media ini pada Selasa, 27 Agustus 2024, terkait progress penanganan kasus MTN Rp50 Miliar bank NTT oleh Kejati NTT.
“Diduga kuat pihak Kejati NTT membohongi KPK RI bahwa perkaranya masih dalam proses penyelidikan belum pada tahap Penyidikan. Fakta membuktikan bahwa kolaborasi bersama KOMPAK INDONESIA bersama Pers dan Orang Dalam berhasil mendapatkan informasi dan bukti kuat bahwa berkas perkara Tipikor sudah masuk tahap Penyidikan. Tinggal tangkap, tahan dan proses hukum Pelaku dan Aktor Intelektualnya. Namun mengapa Aspidsus mempetieskan kasusnya. Ada apa dengan pihak Kejati NTT?” tulis Gabriel Goa dalam rilisnya mengkritik Kejati NTT.
Gabriel Goa mengungkapkan, pada Selasa,27 Agustus 2024, KOMPAK INDONESIA kembali dimintai keterangan pihak KPK di Gedung KPK RI, terkait kasus MTN Rp50 Miliar Bank NTT yang telah diadukannya ke KPK pada beberapa waktu lalu.
PIhaknya juga dimintai KPK untuk memasukan sejumlah bukti terkait penanganan kasus Tipikor Korupsi MTN Rp50 miliar Bank NTT, yang selama ini informasi Kejati NTT (ke KPK, red), bahwa berkas perkara kasus tersebut masih di tingkat penyelidikan, dan belum pada tahap penyidikan. Padahal, sudah ditahap penyidikan per 31 Mei 2024.
“Untuk membongkar kejahatan dan memproses hukum Tindak Pidana Korupsi ini, maka KOMPAK INDONESIA, pertama, melaporkan resmi ke KPK RI untuk mengambil alih proses penanganan Tipikor (MTN Rp50 Miliar, red) dari Kejati NTT, karena Aspidsus Kejati NTT diduga mempetieskan kasus Tipikornya,” tulisnya lagi.
Menurut Gabriel, dasar hukum bagi KPK untuk mengambil alih penanganan kasus MTN Rp50 Miliar dari Kejati NTT yaitu Perpres Nomor 102 tahun 2020 Tentang Supervisi Dan Pengambilalihan Kasus Tipikor yang merampok hak-hak ekosob rakyat kecil di NTT.
Kedua, lanjut Gabriel, yaitu mendesak Jaksa Agung untuk segera mencopot dan memproses hukum para pelaku kejahatan sistemik yakni dugaan kuat Tipikor yang dilakukan Aspidus Kejati NTT.
“Kasus Tipikor MTN 50 miliar Bank NTT disupervisi KPK RI dan akan diambil alih KPK, jika Kejati NTT petieskan kasusnya, sesuai Perpres No.102 Tahun 2020 tentang Supervisi dan Pengambilalihan kasus Tipikor oleh KPK RI,” ulangnya lagi.
Kasipenkum Kejati NTT, A.A. Rhaka Putra Dharma yang dikonfirmasi awak tim media ini via pesan WhatssApp/WA pada Rabu, 28 Agustus 2024 terkait pernyataan (dugaan, red) KOMPAK Indonesia itu mengklarifikasi, bahwa tidak benar dan tidak ada kasus MTN Rp50 Miliar itu di petieskan. Kasus MTN Rp50 Miliar Bank NTT sedang berproses di Kejati NTT.
“Tapi yang pasti perlu saya sampaikan, tidak ada kasus yg (yang) di peti eskan bang, termasuk kasun MTN ini. Saat ini semua sedang berproses dan info terakhir dari penyidik, saat ini proses pemeriksaan saksi -saksi. Itu artinya semua sedang berproses,” tulisnya menjawab awak tim media ini.
Seperti diberitakan sebelumnya (26/08), Ketua KOMPAK Indonesia itu juga minta KPK untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan kerugian negara, akibat dugaan korupsi dalam pembelian MTN Rp50 Miliar bank NTT dari PT. SNP tahun 2018. Pasalnya, kasus tersebut telah naik penyidikan sejak 31 Mei 2024, tetapi hingga saat ini terkesan didiamkan dan belum penetapan tersangka.
“Kami (KOMPAK Indonesia, red) minta KPK segera ambil alih kasus MTN Rp50 M bank NTT, karena terkesan didiamkan oleh Aspidsus Kejati NTT. Padahal udah dua kali JAMWAS Kejagung bersurat ke Kejati NTT untuk segera tuntaskan kasus MTN. Kita minta KPK ambil alih, sekaligus bersama JAMWAS periksa Aspidsus Kejati NTT,” tegas Gabriel.
Menurut Gabriel Goa, KPK perlu mengambil alih penanganan kasus MTN Rp50 Miliar, karena diduga ada upaya dari Aspidsus Kejati NTT untuk melindungi para calon tersangka, bahkan diduga berupaya memperlambat atau menarik ulur penetapan tersangka kasus tersebut.
Selain itu, kata Gabriel, karena JAMWAS Kejagung sudah dua (2) kali bersurat ke Kejati NTT (Aspidsus Kejati NTT, red) untuk segera menuntaskan kasus MTN Rp50 Miliar, tetapi tidak ditindaklanjuti Aspidsus Kejati NTT secara serius. Kasusnya sudah naik penyidikan sejak Mei 2024 lalu, tetapi belum ditetapkan tersangka siapa tersangkanya.
“Padahal JAMWAS sebagaimana hasil konfirmasi kami ke sana menginformasikan, bahwa sudah dua kali menyurati Aspidsus Kejati NTT untuk segera tuntaskan kasus tersebut yaitu pada bulan Maret (tanggal 26 Maret 2024, red) dan bulan April 2024 (tanggal 29 April 2024, red),” ungkapnya.
Penjelasan JAMWAS Kejagung RI itu, lanjutnya, yaitu menjawab laporan pengaduan KOMPAK Indonesia ke JAMWAS pada 4 Maret 2024 lalu (Surat Nomor:20/KMPK-Indonesia/III/2024, red), terkait dugaan pembiaran penanganan kasus perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pembelian MTN Rp50 Miliar bank NTT, oleh Aspidsus Kejati NTT.
Jika penanganan kasus MTN Rp50 Miliar bank NTT tidak diambil alih KPK, maka KOMPAK Indonesia ragu proses hukum terhadap para oknum yang terlibat dalam kasus tersebut akan bebas, tak tersentuh hukum. Lebih dari itu, praktik korupsi di bank kebanggaan masyarakat NTT itu akan terus menggurita tanpa penanganan hukum yang tegas dan jelas. (**)