Spiritnesia.com. JAKARTA – Group WhatsApp/WA Kaisar Hitam (KH) Destroyer bentukan Kapolres Nagekeo, AKBP. Yudha Pranata,S.I.K, yang beranggotakan sejumlah oknum anggota polisi dan wartawan di Kabupaten Nagekeo-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan embio penyebaran paham radikalisme dan intoleransi di NTT, yang bertujuan mengganggu dan mengancam semangat toleransi dan kerukunan hidup umat beragama di NTT.
Hal itu disampaikan Koordinator TPDI dan PEREKAT Nusantara, Petrus Selestinus, S.H dalam rilis tertulis kepada tim media ini pada Minggu (23/04/2023) terkait Group KH Hitam bentukan Kapolres Nagekeo yang viral akhir-akhir ini.
“Kita patut menduga bahwa GWA KH-Destroyer, sebuah “Media Sosial” dibawah Admin/Leadernya AKBP Yudha Pranata bisa jadi merupakan sebuah embrio atau sel-sel kecil radikalisme dan intoleran, yang diperankan oleh oknum Polri yang sudah terpapar radikalisme dan intoleran di Nagekeo. Mengapa? Karena narasi yang digunakan oleh anggota GWA KH-Destroyer adalah narasi intoleran dan radikal. Bahkan ada yang menyatakan AKBP Yudha Pranata tidak lagi fokus pada urusan penegakan hukum, tetapi fokus kepada giat membina kelompok KH-Destroyer dan jihad membangun Masjid di Nagekeo,” tulis Petrus Selestinus.
Petrus Selestinus menjelaskan, bahwa menurut survei Ombudsman NTT yang direlease pada tanggal Februari 2023 lalu, Polres Nagekeo dibawah pimpinan AKBP Yudha Pranata adalah satu-satunya Polres yang memperoleh penilaian paling rendah dari 22 Polres di wilayah hukum Polda NTT dalam hal kepatuhan standar pelayanan public. Polres Nagekeo memperoleh kategori nilai D atau interval nilai 32.00-53,99 dengan score 49,62.
Hal demikian, sebut Petrus Selestinus, menegaskan bahwa aktivitas AKBP Yudha Pranata tersebut dalam memimpin Polres Nagekeo saat ini, melanggar Peraturan Kepolisian Negara Nomor 7 Tahun 2022, Tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri, antara lain terkait Etika Kenegaraan; Etika Kelembagaan; Kemasyarakatan; dan Etika Kepribadian.
“KH-Destroyer bisa bermetamorfosa menjadi kelompok intoleran dan radikal yang permanen di Nagekeo, dibina melalui Media Sosial dengan kemasan “bina wartawan” dan kedok membangun Masjid. Inilah yang harus diwaspadai, karena KH-Destroyer ini dikhawatirkan akan menunggangi institusi Polri untuk kepentingan lain di luar misi Polri sesungguhnya, sebagaimana diakui sendiri oleh AKBP Yudha Pranata, bahwa ia sendiri yang menjadi Admin atau Leadernya (WAG KH Destroyer, red),” tulisnya lagi.
Menurut Koordinator PEREKAT NUSANTARA itu, apa yang terjadi dengan AKBP Yudha Pranata dan GWA KH-Destroyer, membenarkan hasil riset Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tahun 2022 (yang direlease pada 13/04/2023) tentang potensi ancaman Radikalisme dan Terorisme di 8 (delapan) Kabupaten dan Kota di NTT, yang saat ini meningkat mencapai 5,4 persen pada tahun 2022, dibandingkan dengan angka pada tahun 2020 dengan indeks 4,5 persen.
“Menurut BNPT, berdasarkan hasil riset tahun 2022, ditemukan banyak penyebaran Radikalisme dan Propaganda sesat melalui Media Sosial, seperti WhatsApp yang menempati persentase tertinggi di NTT (yakni 78 persen), diikuti oleh Facebook (65,0 persen), YouTube (19,0 persen), Twitter (16 persen), dan Instagram (8 persen). Di sini KH-Destroyer ikut menyumbang peningkatannya,” tegas Petrus Selestinus.
Petrus membeberkan, bahwa berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh sumber TPDI terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Profesi dan Peraturan Disiplin Kepolisian Negara serta Sumpah Jabatan Anggota Kepolisian Negara, diperoleh sejumlah fakta lapangan sebagai berikut: Pertama, sebuah rekaman video yang beredar luas berisi tindakan mengintimidasi dengan menancapkan sebilah pisau di atas meja di hadapan warga suku Kawa dll, diduga dilakukan oleh AKBP Yudha Pranata untuk membungkam hak bicara warga.
Kedua, kata Petrus Selestinus, group WA KH-Destroyer pimpinan Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pranata beranggotakan sejumlah personil Polisi dan oknum wartawan media tertentu digunakan untuk menebar teror, intimidasi dan kebencian terhadap wartawan dan pejabat daerah yang sedang tidak disukai. Berikut, ketiga, isi percakapan GWA KH-Destroyer mengandung muatan intimidasi, teror, ujaran kebencian dan permufakatan jahat untuk meneror orang lain dengan narasi yang seram-seram seperti: ‘mematahkan rahang’, buat dia stress,’ dll.
Keempat, sebuah video berisi tindakan di luar batas kemanusiaan, kelayakan dan kepatutan yaitu mengikat seorang pemuda warga Aeramo Wolotelu dengan tali jemuran ala FPI mempersekusi warga atas dasar SARA (Suku, Agama, Ras) pada Hari Raya Paskah tanggal 9/4/2023 diduga dilakukan oleh AKBP Yudha Pranata dan beberapa anggota KH-Destroyer.
Kelima, lanjut Petrus Selestinus, yakni tindakan kriminalisasi (yang diduga dilakukan oleh Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata dan anggota WAG KH Destroyer lainnya, red) terhadap seorang wartawan TribunFlores.com, Patrick Djawa, karena menulis berita/memberitakan tentang seorang pemuda warga Desa Aeramo Wolotelu, yang diikat dengan tali jemuran (diduga oleh AKBP Yudha Pranata Dkk, red) sebelum dilakukan proses hukum.
“Keenam, terdapat indikasi bahwa proses hukum terhadap Wartawan Patrick Djawa dengan sangkaan pencemaran nama baik, patut diduga direkayasa semata-mata demi memenuhi keinginan AKBP Yudha Pranata atas dasar dendam,” sebut Petrus Selestinus.
Berikut, poin ketuju disebutkan Koordinator TPDI itu, adanya indikasi bahwa proses hukum terhadap Wartawan Patrick Djawa dengan sangkaan pencemaran nama baik, patut diduga direkayasa semata-mata demi memenuhi keinginan Kapolres Yudha Pranata atas dasar dendam.
“Kedelapan, terdapat indikasi kuat bahwa GWA KH-Destroyer sebagai Media Sosial, (bertujuan, red) untuk menebar pesan-pesan intoleran dan radikal dengan narasi kebencian dan kekerasan kepada pihak yang tidak disukai di Nagekeo,” tegas Petrus Selestinus.
Menurut Advokat PERADI itu, berdasarkan data dan fakta tersebut dapat dikatakan, bahwa apa yang dilakukan oleh AKBP Yudha Pranata cs melalui GWA KH-Destroyer merupakan aksi Intoleran dan radikal, dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran terhadap Peraturan Disiplin Kepolisian Negara; Kode Etik Profesi Kepolisian Negara RI; Sumpah Jabatan; Hukum dan Hukum adat, budaya dan kearifan lokal Nagekeo yaitu sikap toleran, santun dan beradab tinggi. Sedangkan terkait perbuatan melawan hukum berupa menyebarkan kebencian, intimidasi, teror dan permufakatan jahat untuk menganiaya orang-orang tertentu dengan cara mematahkan rahang, bikin dia stress, dibuang saja, dan sebagainya akan dilaporkan ke Propam Mabes Polri atau Propam Polda NTT.
“Sedangkan terhadap fakta-fakta pelanggaran Kode Etik dan Peraturan Disiplin Kepolisian Negara, maka laporan akan disampaikan kepada Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara di Mabes Polri dan di Kompolnas,” ujarnya.
Terkait laporan dimaksud, Petrus Selestinus meminta Kompolnas memainkan peran penting dalam mengawasi jalannya proses hukum (laporan terhadap Kapolres Nagekeo Cs, red) di Propam Mabes Polri dan proses Etik di Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara, hingga prosesnya selesai, terutama menggali hidden agenda di balik KH-Destroyer. Karena, ada kekhawatiran bahwa AKBP Yudha Pranata dan KH-Destroyer memikiki jaringan dengan oknum Anggota Polri lain di internal Polri, untuk menghambat proses Etik dan Hukum terhadap AKBP Yudha Pranata dkk.
Menurut Koordinator PEREKAT Nusantara itu, kekhawatiran tersebut muncul, karena sebuah video Chanel Youtube yang berjudul “Pecat Kapolres Ini Perintahkan Bikin Stress dan Patahkan Rahang Wartawan” dengan tampilan foto AKBP Yudha Pranata yang beredar luas di Medsos pada Jumat 21/4/2022 ditakedown alias dihapus hanya dalam hitungan beberapa jam setelah video tersebut beredar. Dan kuat diduga bahwa, video tersebut ditakedown atas upaya dari AKBP Yudha Pranata melalui jaringan KH-Destroyer di Jakarta.
Kapolres Nagekeo, AKBP Yudha Pranata yang dikonfirmasi tim media ini melalui pesan WA pada Senin (24/04/2023) pukul 20.31 Wita meminta TPDI dan pers serta public untuk membuktikan Bersama-sama dugaan atau tuduhan tersebut di lapangan. “Selamat malam. Kami hanya merespon untuk kita buktikan sama2 (sama-sama) tuduhan tsb (tersebut) dgn (dengan) cek (mengecek) langsung dilapangan, bukan di media saja, yg (yang) belum jelas sumber darimana. Silahkan investigasi langsung di Nagekeo,” tulisnya tegas.