Diminta Audit Investigasi Membangkang, Bank NTT Dikejar Deadline Modal Inti Rp. 3 Triliun Malah ‘Cengeng’ ke Pj. Gubernur

Spiritnesia.com, JAKARTA – Dulu pernah diundang Komisi III DPRD NTT untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait persoalan MTN Rp 50 Miliar, pimpinan bank NTT mengelak. Lalu diminta Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk laksanakan audit investigasi, juga menolak. Hari ini dikejar deadline pemenuhan modal inti Rp.3 Triliun, malah cengeng ke Pj Gubenur NTT minta bank NTT diselamatkan.

Demikian kritik Ketua KOMPAK (Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi) Indonesia, Gabriel Goa terhadap bank NTT, sebagaimana rilis tertulis yang diperoleh tim media ini pada Minggu, 05 Mei 2024.

“Pembangkangan Pimpinan Bank NTT menolak permintaan Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk melakukan audit investigasi, telah melecehkan harkat dan martabat Pemegang Saham Mayoritas Bank NTT. Di saat berakhirnya masa pemerintahan VBL-JNS dan dikejar deadline pemenuhan modal inti Rp3 triliun, tiba-tiba cengeng, mencari dukungan DPRD NTT, Bupati dan pers untuk menyerang kehormatan Pj Gubernur, Ayodhia Kalake,” tulis Gabriel menyindir.

Gabriel Goa tegas meminta Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk berkolaborasi dengan KPK, dan mendorong pelaksanaan audit investigasi terhadap bank NTT. Perbaikan terhadap sistem management bank NTT tidak bisa dibiarkan tanpa dukungan kepada Pj Gubernur NTT, guna menyelamatkan hak-hak ekosob rakyat di bank kebanggaan rakyat NTT itu.

“Kami dari KOMPAK INDONESIA, pertama, mendukung total Pj Gubernur NTT Ayodhia Kalake segera berkolaborasi dengan KPK RI, untuk segera melakukan Audit Investigatif dan tangkap serta proses pelaku dan aktor intelektual dugaan tindak pidana korupsi di Bank NTT,” tulisnya lagi.

Kedua, lanjut Ketua KOMPAK Indonesia, mendesak KPK RI segera ambil alih penanganan kasus pembelian MTN Rp 50 Miliar Bank NTT, yang diduga didiamkan di Kejati NTT.

“Ketiga, mengajak Solidaritas Penggiat Anti Korupsi dan Pers berintegritas mulai Senin, 6 Mei 2024 melakukan lobi dan aksi ke OJK dan KPK RI, agar segera tangkap dan memproses pelaku dan aktor intelektual dugaan kuat tindak pidana korupsi di Bank NTT, termasuk pejabat di lingkup Provinsi NTT, Kabupaten/Kota se NTT, oknum Pers dan oknum pimpinan dan anggota DPRD serta Oknum Aparat Penegak Hukum yang ikut serta dalam dugaan kuat korupsi berjamaah di Bank NTT,” seru Gabriel.

Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho yang dikonfirmasi awak media ini pada Minggu, 05 Mei 2024 via pesan WhatsApp/WA pada pukul 18:51 WITA terkait kritik KOMPAK Indonesia gagal terhubung, karena nomor kontak awak media ini telah diblokir Dirut Bank NTT.

Dihubungi lagi melalui nomor lain pada pukul 19:14 WITA ke nomorNya yang sama, Dirut Bank NTT tetap tidak terhubung. Hingga berita ini diturunkan, Dirut Bank NTT, Aleks Riwu Kaho belum menyampaikan tanggapan atau komentarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya (02 Mei 2024), KOMPAK Indonesia minta Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake untuk terlebih dahulu menagih hasil identifikasi dan verifikasi (due diligent) baik dari bank NTT (selaku pemohon, red) maupun bank calon mitra (selaku penerima permohonan, red), sebelum menjawab desakan pihak tertentu untuk teken kerjasama KUB (Kelompok Usaha Bank) dengan Bank DKI terkait pemenuhan modal inti bank NTT Rp3 triliun.

“Tujuannya agar Pemegang Saham Pengendali (PSP) dan para pemegang saham Bank NTT lainnya mendapatkan informasi awal tentang banyak hal terkait bank calon mitra. Misalnya terkait prediksi komposisi saham Bank NTT kelak, besaran saham bank NTT yang tergerus berapa persen, proyeksi potensi deviden setelah KUB kelak,” tulis Gabriel dalam rilisnya yang diperoleh media ini pada Rabu (01/05/2024), menanggapi Pengamat Hukum Bisnis Perbankan, Piet Jemadu soal Modal Inti Bank NTT.

Terkait hal ini, Gabriel berpandangan, bahwa Pj Gubernur NTT selaku PSP mesti menentukan beberapa pilihan bank, karena modal masing-masing calon bank penerima tawaran KUB yang berbeda-beda akan menentukan pula besaran komposisi prosentase tergerusnya saham bank NTT, jika diputuskan KUB.

“Pertanyaannya apakah bank NTT sudah buat due diligent terhadap bank DKI, Bank Bali, Bank Jatim, Bank Jabar atau yang lainnya sebagai bahan analisis para Pemegang Saham, untuk menentukan calon mitranya?” tantang Gabriel.

Pegiat anti korupsi itu menilai sikap dingin Pj Gubernur NTT, Ayodhia Kalake atas berbagai desakan dalam rangka pemenuhan modal inti Rp.3 Triliun sebenarnya sikap cerdas, karena menunjukkan kehati-hatian seorang Ayodhia selaku pemimpin yang paham betul prosedur kemitraan KUB dengan bank lain.

“Kita amati sepertinya pak PJ Gubernur masih menunggu data tersebut dari bank NTT. Jika data yang kita maksudkan itu sudah ada di meja pak Pj Gubernur, kami yakin beliau akan segera menentukan sikap, seperti apa rekomendasi beliau,” jelasnya.

Intinya menurut Gabriel, harus ada data hasil investigasi dan verifikasi secara teliti (due diligent) dari bank NTT untuk diserahkan ke para pemegang saham bank NTT, untuk dianalisis dan diputuskan dalam RUPS.

“Jika sudah ada, pertanyaannya dengan bank mana bank NTT ber KUB? Berikut, kenapa dengan bank A bukan bank B? Mana simulasi analisisnya untuk masing-masing calon bank induk itu?” tantangnya lagi.

Simulasi analisis yang dimaksud Gabriel yaitu antara lain prediksi laba, prediksi deviden setelah KUB. Jika opsi BPR bagaimana prediksi laba dan devidennya? Alasannya, bisa saja dalam status BPR justru laba dan deviden lebih besar ketimbang KUB, karena 100 % saham masih di NTT tidak di share ke pemegang saham yang baru.

Namun, kata Gabriel, jikalau pilihan akhir pemegang saham Bank NTT yaitu KUB, maka Bank NTT tentu harus memilih calon parent bank yang membuat modal bank NTT tergerusnya paling kecil.

Untuk itu, lanjutnya, manajemen bank NTT saat ini harus buat simulasi terhadap beberapa bank. Jangan hanya satu bank agar Bank NTT tidak rugi. Juga agar tidak ada tudingan miring kepada para pemegang saham yang menetapkan secara subyektif parent bank tertentu.

“Pengurus bank NTT harus menyerahkan dokumen due diligent ini sebelum RUPS. Agar bisa dibahas di dalam RUPS. Apakah dokumen ini sudah ada? Ujung-ujung pilihan oleh para PS apakah KUB atau BPR adalah laba dan deviden. Jika KUB prediksi laba dan deviden jadi berapa? Jika BPR laba dan deviden jadi berapa? Pilihan mana laba dan deviden yang paling besar, apakah KUB atau BPR?” tanya Gabriel.

Terkait pernyataan Piet Djamadu bahwa penyertaan modal dari bank DKI tidak serta merta lalu bank NTT jadi bank DKI, menurut Gabriel, pendapat tersebut keliru. Karena dengan penyertaan modal tersebut sesuai Undang-Undang (UU) Perseroan Terbatas (PT), maka bank NTT akan menjadi milik bank DKI sesuai jumlah saham yang disetor, dan berhak mendapatkan dividen dari penyertaan modal tersebut.

Lalu terkait berapa jumlah modal yang akan disetor, kata Gabriel, tentunya tergantung hasil due diligent terhadap laporan keuangan bank NTT. “Yang perlu dipikirkan adalah dengan rapor keuangan Bank NTT dari tahun 2020 sampai saat ini yang terus menurun, apakah layak menjadi mitra KUB? Bagaimana dengan pengelolaan modal yang disetor oleh Pemda selama ini yang terus menurun dividennya? Bagaimana pertanggung jawabannya? Jangan-jangan penambahan modal hanya untuk tutup persoalan kredit macet. Investor siapa yang mau?” kritiknya.

Lagi menurutnya, pendapat Piet Jemadu juga keliru tentang jumlah yang disetor bank DKI untuk penuhi modal inti bank NTT Rp 3 triliun bisa bertahap. Alasannya, batas waktu pemenuhan modal inti yaitu 30 Desember 2024, sehingga penyetoran sudah tidak bisa bertahap lagi. (Tim).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *